[05] Menyelami Jiwa dan Lukanya : Ghifari

1.1K 228 253
                                    

"Tidak semua yang duduk sendiri sedang menyendiri. Bukan malas berinteraksi, apalagi suka dengan suasana sunyi. Hanya saja beberapa dari mereka memang tidak punya seseorang untuk diajak bertukar isi hati."

- Ghifari I. Alvary -
( Decoration of Seven Loves )

💜💜💜

Rumah hanya berpenghuni tujuh orang, tapi ramainya mengalahkan pasar. Begitulah pandangan tetangga di kanan dan kiri Sambara's House. Akan tetapi, Sambara Bersaudara tidak pernah membuat kebisingan di waktu-waktu sakral walaupun minim gaduh jika didengar dari luar. Mereka juga tipe tetangga yang senang berbagi, rajin dalam bermasyarakat, dan tidak pernah merepotkan. Hal-hal itu membuat tujuh bujangan pemilik Hello Future Decor tersebut disenangi oleh warga setempat.

"Wah, makasih banyak. Bisa buat cocolan sambel kecap saya," ucap perempuan berusia kepala empat sembari menerima piring berisi gorengan.

"Sama-sama, Bu. Ini tadi Bang Anan memang sengaja beli banyak," balas remaja jangkung dengan senyuman hangat. Tak lupa menyebut nama pemberi utama, agar si penerima tidak menilai berlebihan terhadapnya.

"Ri, Fari! Bini lo, nih, tantrum!" tiba-tiba Senan berseru sambil mengeluarkan kepala dari jendela rumah bagian samping.

Laki-laki berbalut kemeja flanel warna kuning itu berdecak kesal. Ia sedikit malu, karena ditatap bingung oleh tetangganya. Tidak ada waktu untuk menjelaskan bahwa kata bini yang dimaksud Senan adalah hewan peliharaan. Fari langsung berpamitan sebelum mulut sang kakak semakin keras memanggil-manggil namanya.

"Bisa terkenal gue," pikir Fari.

Manusia paling muda itu terpaku lima detik di ambang pintu dapur saat menyaksikan sebuah kekacauan. Alfito terlihat sedang membersihkan bubuk protein di lantai, sebab terjatuh saat berusaha menghindari seekor hamster yang berlari kencang. Arsa dan Nico baru saja bertabrakan bersama hilangnya Elsa dari pandangan. Sedangkan Kenjiro mulai menggerutu setelah salah memasukkan bumbu, sebab fokus terpecah antara memasak dan menangani keributan di belakangnya. Ditambah hebohnya lagu Slank dari kamar Senan, berpadu dengan volume tinggi suara Nissa Sabyan yang Anan putar. Benar-benar menghidupkan semangat pagi penuh energi.

"STOP!" suara Fari sontak membisukan mulut semua orang.

Enam pria kontan mematung di tengah ruangan, tapi terus menggeser arah pandang ke mana pun si bungsu berjalan. Fari mendekati Elsa yang sudah berhenti lari, lantas menggendongnya tanpa ada drama. Sedangkan para abang tadi sampai harus mengerahkan usaha segenap jiwa raga.

"Si Mungil, jangan nakal. Kalau nakal nggak akan Fari kasih kuaci," bocah tersebut bertutur lembut kepada sahabat Anna yang bersembunyi manja di pelukannya.

Mata Elsa tampak berkaca-kaca kala tangan besar Fari mengusap pelan punggungnya. Ia merasa tenang setelah beberapa menit dikejar-kejar manusia-manusia tengil tak berperikehewanan. Padahal Elsa keluar hanya ingin mencari keberadaan Fari untuk memberi tahu bahwa Anna sedang sakit, tapi malah ancaman nyawa yang ia dapatkan.

"Beliin kandang baru, Ri. Gegara kagak ada pintunya jadi suka kabur-kaburan. Mana larinya kenceng banget. Kalau sampe berak di karpet atau sofa, lo mau nyuci sendiri?" kali ini Senan ikut mengomel. Selain takut hamster sang adik tak sengaja terinjak, cacing-cacing di lambungnya juga sudah memberontak.

Sambil menidurkan Elsa ke dalam rumah kecil tanpa pintu, Fari menyahut. "Si Mungil sama Si Cantik itu hamster yang berbudi luhur, Bang. Mereka udah Fari ajari sopan santun. Jadi, nggak mungkin kalau sampai pupita di karpet, apalagi sofa."

Decoration of Seven LovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang