[02] Tempat Pulang : Sambara's House

2.1K 352 308
                                    

"Bahagia paling melegakan adalah ketika kamu mengkhawatirkan tentang jalan pulang, lantas satu-dua orang menemanimu melangkah agar tak kesepian."

- Decoration of Seven Loves -

💜💜💜

Mobil hitam bertuliskan Hello Future Decor memasuki gerbang warna cokelat setinggi 1.5 meter. Rakitan besi dan papan kayu jati yang melingkari rumah nomor lima di Jalan Pandawa tersebut tampak lebih menawan setelah Senan, Alfito, serta Nico bekerja keras mengolesinya dengan cairan plitur. Tiga pemuda paling mageran itu melakukannya jelas bukan tanpa alasan. Pada hari pertama pindahan, mereka pergi nongkrong seharian dengan dalih mencari warung atau toko untuk membeli galon dan gas tanpa membantu proses bebersih. Alhasil mandat untuk mempercantik pagar dan segala jenis perabot kayu pun harus diterima. Mereka khawatir suara hangat Arsa berubah jadi sedingin cowok fiksi pujaan kaum hawa. Juga takut jika sewaktu-waktu omelan Kenjiro menjadi sebuah ultimatum untuk tidak memberi pasokan sarapan dan mengosongkan kulkas dari berbagai jenis makanan.

Tak jauh dari gerbang, taman berukuran kecil dengan sebuah kursi panjang berpayung rimbunnya pohon mangga menjadi tempat paling syahdu untuk menenangkan isi kepala atau sekadar mencari angin segar. Di tempat ini, rumah bernuansa serba cokelat-krem tampak asri dengan jajaran bunga milik Kenjiro. Nuansa alamnya bertambah saat menginjakkan kaki di teras. Ada tujuh kursi berbentuk potongan batang pohon yang melingkari sebuah meja kaca. Juga beberapa tanaman hias yang menggantung di sisi lainnya.

"Woi, ini kuncinya dibawa siapa? Mules banget perut gue," tanya Senan, sudah berdiri di depan pintu dengan kaki disilangkan. "Cepet! Udah di ujung, nih," gerutunya sembari memegangi pantat seolah takut jika tubuhnya tidak mampu menahan dorongan dari dalam usus besar.

"Sab-" ucapan Anan terpotong saat pintu terbuka dan tubuhnya ditabrak oleh sang kakak. "Bar," lanjutnya sambil memandang pasrah Senan yang berlari tunggang-langgang menuju kamar mandi.

Lima anggota Sambara Bersaudara ikut masuk dengan banyak barang bawaan, tapi masih sempat menepuk bahu Anan sambil mengirim sebuah kekehan.

"Maklumin aja. Ayam geprek Senan tadi level delapan," ucap Arsa dengan senyuman ramahnya yang khas.

Anan hanya bisa menghela napas penuh rasa paham, lalu melihat ke sebuah benda yang menggantung di pintu berdaun dua. Papan kecil bertuliskan Sambara's House itu sedikit miring. Laki-laki berkemeja polos warna abu muda tersebut membenarkan, lantas menyusul para saudaranya yang sudah melakukan aktivitas lain di dalam rumah. Sebuah tempat dimana Sambara Bersaudara dapat melepas lelah tanpa merasa bersalah. Berkeluh kesah meski masih menganggap diri payah. Berani membicarakan impian lain tanpa diremehkan, walau rencana sebelumnya mengalami kegagalan. Juga tak merasa sungkan untuk mengudarakan tawa, meski masih begini-begini saja dan bingung hidup akan dibawa kemana. Mereka bisa melakukan sesuatu yang lumrah bagi manusia berkepala dua tanpa didesak banyak tuntutan untuk segera menjadi sebenar-benarnya dewasa.

"Pintunya ditutup, Bang. Bau!" seru Fari dari arah dapur. Salah satu tempat favorit berkumpulnya Sambara Bersaudara, karena ada banyak makanan di sana.

Lokasinya berada di samping ruang tengah. Memiliki satu kamar mandi di sudut ruangan, serta space kosong yang dimanfaatkan Fari untuk meletakan kandang hamster kesayangan. Cukup mengangkat arah pandang ke depan, asrinya taman belakang yang dibatasi oleh dinding kaca bisa langsung dinikmati. Kata Fari, taman tersebut adalah area ternyaman bagi Anna dan Elsa untuk bermain di siang hari, karena berudara segar dan tidak tersorot teriknya cahaya matahari.

"Jangan ganggu. Gue lagi fokus," balas Senan dari dalam kamar mandi. Disusul suara mengejutkan bak ledakan ban bus telolet dan aroma mematikan yang mengancam indera penciuman.

Decoration of Seven LovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang