[08] Menyelami Jiwa dan Lukanya : Kenjiro

1.1K 192 249
                                    

"Besarnya perjuangan atas sesuatu menunjukkan betapa berharga hal tersebut di hidupmu. Jika usahamu seadanya, berarti kamu memang tidak benar-benar menginginkannya."

- Akmal Kenjiro -
( Decoration of Seven Loves )



💜💜💜



Alunan musik bertempo lambat mengisi keheningan sebuah ruang pada pukul delapan malam. Seorang laki-laki duduk di bawah cahaya temaram, membelakangi easel berikut goresan-goresan kuas yang tak mampu diselesaikan. Mata keruhnya menatap cermin, mengintimidasi sesosok bayang yang kian hari lupa rasanya tenang.

Di tengah lagu yang masih mengalun merdu, kepala Kenjiro kembali diserbu serdadu bernama ragu. Ketidakyakinan akan sebuah mimpi yang sudah ia pupuk menggunakan usaha, doa, dan luka. Jalan hidup pilihan orang tua yang ia tapaki tanpa ketulusan hati, entah sejak kapan menjelma menjadi sesuatu yang mungkin akan ia perjuangkan hingga raganya hilang ditelan bumi.

"Kenjiro, kamu tau betul bahwa siapapun berhak mengharumkan nama bangsa. Dan kesempatan itu bukan hanya untuk kamu. Apalagi untuk orang-orang yang tidak berpotensi menyabet medali."

"Saya paham, Coach, bahwa setiap atlet mempunyai kesempatan yang sama. Tapi, kenapa Coach tidak melakukan seleksi seperti tahun-tahun sebelumnya? Coach langsung memilih satu nama tanpa mempertimbangkan potensi atlet lain. Bahkan beberapa atlet sudah langganan membawa gelar juara. Apakah itu adil?"

"Kamu sedang membicarakan dirimu sendiri, Kenjiro? Karena satu-satunya figure skater putra yang selalu memenangkan olimpiade adalah kamu?"

"Maaf, Kenjiro. Untuk olimpiade kali ini dengan berat hati saya tidak bisa menunjuk kamu. Performa kamu belum seutuhnya kembali semenjak cuti sepanjang tahun 2024 lalu. Kamu tentu tau, kan, kami selalu menginginkan kesempurnaan di setiap perlombaan?"

Bibir kering pemuda itu melengkung tipis. Suara kekehan kecil terdengar setelahnya. Kenjiro menertawakan dirinya sendiri, beserta hal-hal pahit yang gemar mengiringi. Andai saja ia menyukai ice skating sejak pertama kali dikenalkan oleh mama. Andai saja ia takut kehilangan posisi juara setiap mengikuti lomba. Andai saja kejadian penusukan di Desa Padma tidak menimpanya. Serta pengandaian-pengandaian lain yang tidak akan ada habisnya.

Pekan kedua bulan April 2024, Kenjiro dilarikan ke rumah sakit akibat nyeri luar biasa pada jahitan luka tusuk di perutnya. Laki-laki yang saat itu berusia dua puluh dua tersebut dinyatakan mengalami infeksi organ usus, karena penanganan yang tidak optimal di rumah sakit sebelumnya. Alhasil Kenjiro harus menjalani perawatan dan pemulihan hingga berbulan-bulan. Ia hanya di rumah setiap hari, tidak bisa banyak bergerak, apalagi melakukan latihan rutin di arena es.

Sebagai seorang baba, Andika Suro Sentana juga berusaha memberikan perawatan yang terbaik agar putra semata wayangnya bisa segera kembali menjalani aktivitas seperti biasa. Namun, setelah kembali sehat rupanya Kenjiro tetap harus beradaptasi lagi. Kakinya tiba-tiba merasa asing saat berdiri di arena es menggunakan sepatu ber'pisau' nan licin. Jantungnya berdegup lebih cepat setiap mengulangi gerakan-gerakan yang sudah ia kuasai. Membuatnya harus kembali jatuh-bangun berlatih secara intens pada dua tahun terakhir agar kemampuan menarinya di lantai beku itu dapat mencapai kata sempurna lagi.

Kenjiro memejamkan mata, merasa terusik kala suara-suara berisik mulai menyambangi telinga. Ia bangkit dari kursi beroda, meninggalkan sekilas bayang laki-laki yang ingin menangis sejadi-jadinya. Lantas pemuda berkaus putih dengan celana training tersebut menarik gagang pintu kamar secara cepat, membuat dua adiknya masuk terjerembab.

"Argh, lutut Fari."

"Aba-aba dulu kek kalau mau buka pintu. Sakit, bjir!" gerutu Senan sembari memegang hidung minimalisnya yang mencium lantai.

Decoration of Seven LovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang