11. Syarat dari Darron

441 40 0
                                    

"Loh, ini aku nggak diajak masuk dulu?"

*

Alma sedang meringkuk nyaman di balik selimut ketika sebuah notifikasi ponselnya berbunyi, menampilkan nama yang sudah sangat familiar: Jayendra.

Jayendra:
Araaa, Andaraaa

Alma:
Iya, Kak.

Jayendra:
Kemarin kamu di Bandung kok nggak ada kabar? Sibuk banget sama Darron?

Alma:
Kerja, Kak. Jadi agak ribet.

Jayendra:
Hati-hati, Ra. Laki-laki zaman sekarang sering modus. Kamu ngobrol apa aja sama Darron, selain kerjaan?

Alma menutup aplikasi pesan itu tanpa membalas. Ia tahu Jayendra akan terus mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Darron, dan Alma tidak ingin mood-nya rusak. Jayendra selalu bertanya seolah-olah sedang menginterogasi, mungkin karena ia belum pernah bertemu Darron.

Alma kembali menyelimuti dirinya, mencoba tidur lagi meskipun jarum jam sudah menunjukkan pukul 1 siang.

Pukul 15.30, Alma terbangun dengan perut kosong. Terkejut melihat jam, ia langsung bergegas mandi dan memilih pakaian. Blouse putih gading dan celana hitam menjadi pilihannya, lalu ia merias wajahnya agar tampak segar.

Saat berlari menuruni tangga, Teh Lis menghampirinya. "Dek, ada tamu buat Adek. Udah nunggu 15 menit. Teh Lis tadi ketok pintu kamar kamu tapi nggak dibuka, jadi disuruh duduk di ruang tamu."

"Maaf, Teh, tadi lagi mandi," ucap Alma sambil memegang lengan Teh Lis dengan tatapan bersalah. "Aku ke depan ya, Teh," lanjutnya terburu-buru, rasa penasaran menguasai dirinya.

Alma berjalan ke ruang tamu dan melihat sosok yang tak asing baginya-Darron, duduk di sofa, mengenakan kemeja biru dan celana jeans, matanya tertuju pada layar ponselnya.

"Oh, Pak Darron sudah datang. Tepat waktu banget, bos memang beda," candanya dengan senyum lebar.

Darron menoleh dan tersenyum. "Baru bangun ya?" tanyanya dengan nada menggoda.

"Udah mandi kok, wangi ini," jawab Alma.

"Mana, coba sini cium?" goda Darron sambil mencondongkan tubuhnya.

"Stttt, Ron, apaan sih!" protes Alma dengan suara manja, mendorongnya pelan. "Ron, jangan gitu. Nanti orang rumahku berpikiran aneh-aneh," jawab Alma dengan nada jenaka, meskipun sedikit cemas. Ia khawatir Teh Lis mendengar obrolan mereka dan salah paham.

"Iya, maaf. Bener kan kamu baru bangun?" Darron mengubah nada suaranya menjadi lebih serius.

Alma mengangguk dengan senyum malu-malu. "Iya, langsung bangun terus mandi, eh udah ada kamu."

"Berarti dari pagi belum makan?" tanyanya dengan khawatir.

Alma menggeleng.

Darron menghela napas pelan, "Kamu tuh ya, baru beberapa hari lalu asam lambung kamu kambuh. Sekarang udah bandel lagi. Mau makan dulu nggak? Aku tungguin."

"Enggak, nanti aja sekalian di Union," Alma menolak santai.

"Nanti sakit lagi, Al," ujar Darron lembut, mengingatkannya.

"Tenang aja, nggak kok."

"Cari dulu biskuit sana, buat ganjal perut, takut macet di jalan," Darron tetap bersikeras, suaranya penuh perhatian.

Alma mengerucutkan bibirnya, lalu berjalan ke dapur dengan langkah kecil. Lima menit kemudian, ia kembali dengan sepotong roti di tangan.

"Nih, udah. Nanti makan di mobil. Kita harus ke sebelah dulu jemput Dila," kata Alma sambil melangkah keluar rumah, diikuti oleh Darron.

TERSIPU | Why do I still have feelings for you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang