Kala Sang Lagit telah dihiasi oleh lembayung nan cantik diiringi hembusan angin yang menabrak dedaunan hingga menciptakan sebuah suara desiran yang damai. Lampu-lampu cantik pada sebuah Kafe yang terletak dipinggiran kota telah menyala dan menerangi bangunan bergaya modern dengan dinding kaca itu. Suasana asri karena banyaknya tanaman yang menghiasi Kafe tersebut menarik perhatian pengunjung untuk melepas penat mereka setelah seharian beraktivitas. Udara segar yang bercampur oleh aroma kopi dan makanan manis lainnya membuat mereka tak sabar untuk menyantap hidangan Kafe yang memang sudah terkenal sepenjuru Kota, Nemoral's Cafe.
Kafe yang mengusung tema alam itu memang selalu dipadati oleh pengunjung, membuat para pelayannya selalu disibukan oleh pesanan-pesanan yang mesti mereka persiapkan. Tak lain halnya dengan Reyan, pemuda berumur dua puluh tiga tahun itu sedari tadi berlalu-lalang untuk menghantarkan pesanan kepada para pelanggannya. Meskipun rasa lelah sudah menguasai tubuhnya, tetapi Reyan masih berusaha keras untuk memberikan pelayanan terbaik untuk pengunjung. Senyum cerah pun ia tunjukan walaupun ia tengah menahan rasa sakit di kakinya karena terlalu banyak bergerak.
Reyan memiliki waktu tiga jam lagi untuk mengistirahatkan tubuhnya, maka dari itu ia memaksa tubuhnya agar tetap kuat. Kakinya melangkah menuju ruang terbuka yang terlihat ramai, hiasan di area outdoor juga terlihat lebih menarik dengan pohon-pohon besar yang terlilit oleh lampu. Netranya berotasi untuk mencari nomor meja yang akan ia tuju, setelah menemukannya ia segera menghampiri sekelompok muda-mudi yang tengah berbincang sambil bercanda tawa, menikmati pengujung hari mereka dengan bersantai. Seulas senyum manis ditunjukan, Reyan memindahkan satu persatu pesanan dari nampan yang ia bawa.
"Pesanannya, Kak. Silakan dinikmati," lontarnya ramah. Ia sedikit merendahkan tubuhnya sesaat sebagai salam dan ucapan terimakasih, kemudian ia pun kembali memasuki area dalam Kafe untuk mengambil pesanan yang lain.
Sampai di dalam, Sang Barista —Maalik— memanggil Reyan untuk menghampirinya. Tanpa basa-basi lagi, Reyan segera mendekati Maalik yang tersenyum kecil kepadanya. "Rey, Kamu istirahat aja, biar Aku yang gantiin. Kamu pasti cape banget karena kerja full-time disaat yang lain ambil shift sama part-time," ujarnya. Baru saja Ia akan mengambil alih nampan yang digenggam Reyan, pemuda itu lebih dulu menjauhkan nampannya dari Maalik.
"E—Eh? Gak apa-apa, Kak Maalik. Aku udah terbiasa. Kak Maalik tenang aja! Aku masih semangat kerja!" riang Reyan. Seraya mengepalkan tangannya ke udara untuk membuktikan kepada Maalik bahwa tubuhnya masih kuat meski penat seolah sudah mengambil alih tubuhnya.
Maalik menaikkan salah satu alisnya kemudian tersenyum miring, Ia tahu Reyan sedang berbohong karena tak ingin merepotkannya. "Seriously? Wajah Kamu aja udah merah, tuh." Maalik menyentuh pipi Reyan yang terasa lembab akibat keringat, tetapi hal itu tak membuat Maalik merasa jijik. Ia malah sengaja membelai wajah Reyan yang begitu menggemaskan dimatanya.
Reyan menangkup kedua pipinya dengan raut panik. 'Ini bukan karena cape, Kak Maalik!! Ini karena Aku salah tingkah sama sikap perhatian Kamu!' jerit Reyan di dalam hatinya.
Terhitung sudah hampir lima bulan lamanya Reyan menyimpan perasaan spesial untuk Maalik. Pemuda yang berstatus sebagai Mahasiswa dan Karyawan paruh waktu itu memiliki pesona tersendiri sehingga berhasil merebut hati Reyan. Kendati demikian, Reyan tak berani menunjukan perasaan spesialnya terhadap Maalik. Ia tak ingin membuat mereka menjadi renggang hanya karena dirinya terus terang akan perasaannya, Ia juga tak ingin jika Maalik menjauhinya, apalagi sampai berhenti bekerja karena ingin menghindari sosoknya. Sudah sejauh itu kemungkinan yang Reyan pikirkan bilamana Ia nekat mengutarakan rasa cintanya kepada Maalik.
Sang Waiter menggeleng pelan dan sedikit menjauhkan wajahnya dari Maalik. "Aku kepanasan, Kak Maalik. Makanya jadi merah pipi Aku." Reyan sedikit berbohong, Ia tersenyum kecil kepada Maalik yang mengangguk, mempercayai ucapannya. Pasalnya, cuaca hari ini memang terasa lebih panas dari biasanya. Ditambah lagi kepadatan pengunjung yang membuat suasana terasa lebih panas dan sedikit sumpek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savor The Sweetness!
Aktuelle LiteraturKrisis ekonomi dalam keluarga membuat Reyan terpaksa bekerja di Cafe Nemoral sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Semuanya Reyan lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Adiknya yang masih sekolah dan juga Ibunya yang sudah sakit...