Suara lantai berderit mengisi kesunyian dalam rumah kosong yang telah terbengkalai selama puluhan tahun lamanya. Netra tajam itu mengedar, mencari apapun yang mencurigakan di dalam sana hingga perhatiannya teralihkan pada sebuah sepeda listrik berwarna merah yang terparkir di tengah-tengah ruangan masuk. Seringaian menyeramkan muncul seketika. Senjata tajam yang dibawanya sengaja Ia seret pada lantai yang kotor untuk menciptakan suasana yang lebih mencekam, seraya mendekati sepeda listrik itu dan memeriksa isi kantung belanjaan yang terdapat pada keranjangnya.
"Oh ... jadi beneran ada bocah yang lagi main petak umpet, ya?"
Kakinya melangkah perlahan pada sebuah ruangan gelap gulita yang Ia percayai terdapat sebuah pergerakan kecil di sana. Dengan kekehan angkuh, Ia mengibaskan celuritnya ke sembarang arah hingga akhirnya Ia merasakan sesuatu mengenai senjatanya seiring dengan sebuah cairan hangat yang terciprat ke tubuhnya. Ia tertawa puas pada aksinya sendiri. Buru-buru ia mengeluarkan ponselnya untuk mengaktifkan senter dan melihat apa yang sudah diperbuatnya.
Lampu senter menyala, membantu menerangi ruangan gelap gulita tersebut sehingga Sang Pembegal dapat melihat seisi ruangan yang terdapat sebuah kursi dan ranjang kosong yang telah dipenuhi debu dan sarang laba-laba. Hal yang membingungkan adalah, Ia tak berhasil menemukan tubuh yang di tebasnya. Hanya ada banyaknya darah yang menggenang dilantai dan sebagian lagi terciprat ke dinding dan tubuhnya. Ia mengernyit, tak mungkin korbannya bergerak begitu cepat disaat sudah kehilangan begitu banyak darah.
Sebuah suara pergerakan pun kembali mengalihkan atensinya, Ia lantas berbalik badan untuk memeriksa. Namun, betapa terkejutnya Ia saat melihat sosok wanita berambut panjang dengan leher yang nyaris putus tengah berdiri tepat dihadapannya sambil menunjukan deretan gigi runcingnya yang di penuhi darah. Jeritan ketakutan pun terdengar, mengejutkan teman-temannya yang menunggu diluar. Melihat temannya yang berlari terbirit-birit dengan wajah ketakutan, para pembegal pun segera tancap gas untuk meninggalkan rumah kosong tersebut.
"WOY ANJEEENGG!!! KATA LO ADA ORANG!! ITU BUKAN ORANG!! TAPI KUNTILANAK!! TAI BANGET LO NIPU GUE, BRENGSEK!!!" jerit Sang Pembegal mengejar teman-temannya.
Sementara dua pemuda yang bersembunyi di balik semak-semak akhirnya menghembuskan napas lega. Mereka berhasil melarikan diri melalui pintu belakang sebelum pembegal itu menemukan mereka. Reyan menarik tangan Hadden untuk keluar dari semak-semak dan menjauhi rumah yang sempat menjadi tempat persembunyian mereka. Tubuhnya masih bergetar, Ia terus-terusan menoleh ke rumah kosong itu karena was-was akan ada mahluk astral yang mengikuti mereka.
"Haahh ... akhirnya, gak jadi mati muda."
Hadden mendudukan tubuhnya pada trotoar jalanan yang berjarak kurang lebih lima belas meter dari tempat mereka bersembunyi tadi. Ia mengusap hidungnya yang masih mengeluarkan cairan hangat berwarna merah karena sempat mendapatkan bogem mentah dari pembegal tadi. Sekujur tubuhnya sudah terasa sangat sakit dan perih karena luka terbuka yang Ia dapatkan ketika adu jotos dengan pembegal.
"Lo gak apa-apa?" Hadden kembali membuka suara.
Hadden menoleh ke arah Reyan yang terduduk disampingnya sambil melamun dan terlihat gelisah. Reyan pasti sangat ketakutan akibat peristiwa ini. Ditambah lagi, saat berusaha bersembunyi tadi, mereka sempat berpapasan dengan sang penunggu rumah kosong tersebut. Beruntungnya, Hadden lebih dulu membekap mulut Reyan agar tak berteriak dan menarik tubuh mungil itu untuk keluar melalui pintu belakang. Itulah sebabnya mereka berakhir pada semak-semak yang tak jauh dari rumah. Hadden menjadi merasa kasihan pada pemuda bersurai hitam itu, pasti Reyan sangat trauma dan ketakutan akan hal ini. Hadden menyenggol tubuh yang lebih kecil darinya hingga sang empu sedikit terhuyung ke samping.
"Woy bocah! Jangan bengong. Gue takut lo kerasukan."
"Gue ... gue takut banget ..." lirih Reyan. Ia memandangi tangannya yang masih bergetar hebat dengan keringat dingin yang membasahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savor The Sweetness!
Ficción GeneralKrisis ekonomi dalam keluarga membuat Reyan terpaksa bekerja di Cafe Nemoral sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Semuanya Reyan lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Adiknya yang masih sekolah dan juga Ibunya yang sudah sakit...