VOTE!! KALO GAK DI VOTE, GAK AKU LANJUTIN CERITANYA (๑•̀ㅁ•́ฅ)
***
Setelah kejadian dimana Reyan hampir menjadi korban begal, Maalik ataupun teman-temannya yang lain sepakat akan menghantarkan Reyan pulang. Reyan sempat menolak, tetapi teman-temannya itu tetap memaksa akan menghantarkannya sampai rumah untuk memastikan Reyan pulang dalam keadaan selamat. Reyan sangat beryukur memiliki orang-orang baik disekelilingnya. Seperti saat ini, Manajernya, Arash bahkan ikut menghantarnya pulang. Mobil berwarna putih milik Arash itu mengikutinya dari belakang, sementara di posisi depan sana ada Maalik yang membuka jalan untuk mereka.
Reyan bersenandung ria di atas sepeda listriknya, Ia menikmati suasana yang sangat sepi karena malam yang semakin larut. Sesekali Ia juga memandangi punggung lebar Maalik yang ada di depannya sambil membayangkan jika dirinya bersandar nyaman disana. Pipinya bersemu merah, Reyan merasa pemikirannya terlalu menggelitik jika berkaitan dengan Maalik. Entah sampai kapan Ia akan menyembunyikan perasaan spesialnya kepada Maalik, Reyan sendiri pun tak tahu.
'Kalo misalnya gue confess ke Kak Maalik ... gue takut ngerusak hubungan pertemanan yang selama ini gue bangun sama dia. Gue takut kalo dia gak akan bersikap baik lagi sama gue, atau mungkin lebih buruknya dia bakal hindarin gue seolah-olah gue gak ada di hadapannya. Tapi, gue yakin kalo Kak Maalik gak akan lakuin hal itu. Kalaupun gue confess, Kak Maalik juga belum tentu punya perasaan yang sama. Nyatanya, dia emang disukain banyak orang .... Kira-kira seberapa bahagianya diri gue disaat gue berhasil menang di hati Kak Maalik?' Reyan membatin.
Reyan mengerutkan bibirnya sambil berkecamuk bersama pikiran dan batinnya sendiri. Hingga, mereka pun berhenti tepat di depan sebuah rumah yang sederhana dan berkesan sangat sepi. Kediaman Reyan itu terlihat nyaman meskipun gerbang dari rumah tersebut terlihay berkarat. Reyan mengulas senyum, Ia memandang ke arah Maalik yang juga memandangnya.
"Kak Maalik, makasih karena selalu bersedia anterin Aku pulang." Reyan berterimakasih, Maalik hanya mengangguk kecil sebagai responnya. Pemuda manis itu turun dari sepeda listriknya dan menghampiri mobil Arash yang ikut berhenti. "Pak Arash, makasih banyak udah repot-repot anter Saya pulang. Bapak mau mampir dulu sebentar?"
Arash menggeleng pelan, "Gak perlu, Rey. Lagian ini udah terlalu larut buat bertamu, Saya khawatir ganggu waktu istirahat keluarga kamu. Kalo gitu, Saya pamit pulang ya, Rey." Arash berpamitan kepada Reyan, Ia juga membunyikan klaksonnya untuk pamit kepada Maalik yang masih betah berada di atas motornya.
"Hati-hati di jalan, Pak Arash. Sekali lagi, terimakasih banyak!!" seru Reyan.
Mobil putih milik Arash pun melaju meninggalkan keduanya. Maalik membuka pelindung kepalanya kemudian berbalik badan untuk menatap Reyan yang kembali menghampirinya. "Kak Maalik mau mampir dulu? Sekarang jam rawan loh, Kakak gak apa-apa pulang sendiri?" tanya Reyan menyorotkan kekhawatiran.
"Udah terlalu larut, kapan-kapan aja Aku mampirnya. Lagian, gak ada yang berani cegat Aku di jalan. Santai aja itu mah, Aku 'kan jago berantem." Maalik berujar sambil mengulum senyum yang membuat Reyan terkekeh karenanya. Tangannya bergerak untuk mengusak surai hitam milik Reyan yang cukup berantakan karena helm yang digunakannya. "Istirahat yang cukup ya Reyan, kamu selalu bekerja keras setiap harinya. Lukanya jangan lupa rutin di obatin supaya cepet sembuh dan gak infeksi. Tidur yang nyenyak malam ini. Sana masuk, Aku bakal pulang kalo kamu udah masuk ke rumah."
Reyan menggigit bibirnya pelan guna menahan gejolak aneh yang memenuhi benaknya. Ia mengangguk kecil. Seraya mendorong sepeda listriknya memasuki halaman rumah kemudian membuka kunci pintu agak lamban agar Ia bisa memandang Maalik lebih lama. Setelah pintu terbuka, Reyan melambaikan tangannya sambil tersenyum cerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savor The Sweetness!
General FictionKrisis ekonomi dalam keluarga membuat Reyan terpaksa bekerja di Cafe Nemoral sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Semuanya Reyan lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Adiknya yang masih sekolah dan juga Ibunya yang sudah sakit...