VOTE!! KALO GAK DI VOTE, GAK AKU LANJUTIN CERITANYA (๑•̀ㅁ•́ฅ)
***
Terhitung satu bulan sudah berlalu setelah kejadian pembegalan yang dialami oleh Hadden yang harus kehilangan motor dan ponselnya kala itu. Ia sudah mendengar kabar bahwa kepolisian setempat langsung bertindak dan menangkap sepuluh orang dari mereka, termasuk dua pelaku yang menghajarnya hingga membuatnya harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. Namun, dua orang lainnya masih berstatus sebagai buronan. Masyarakat masih dihimbau untuk tetap berhati-hati.
Dan ternyata, korban meninggal tercatat sebanyak tiga orang dalam satu malam. Hadden sangat bersyukur karena dirinya berhasil lolos dari maut bersama pemuda manis yang tak Ia kenal. Reyan, belakangan ini nama itu selalu berputar-putar di pikirannya sehingga Hadden sendiri merasa sedikit terganggu. Ngomong-ngomong, setelah kejadian itu Hadden tak pernah lagi melihat sosok Reyan maupun Maalik. Mereka seperti menghilang begitu saja dan sayangnya, Hadden masih mengkhawatirkan soal keadaan Reyan hingga detik ini. Hadden cukup frustrasi karena tak mendapatkan sedikitpun petunjuk soal dua pemuda itu.
Netra sehitam arang miliknya memandang ke langit-langit kamar bernuansa putih, digigitnya bibir berisi itu guna menetralkan perasaan gelisah yang tiba-tiba datang. Hadden mengacak surainya kemudian menoleh ke arah Reno yang tengah asyik bermain game di atas kasurnya. Keduanya baru saja pulang dari kampus dan berniat untuk beristirahat sebentar sebelum makan malam. Sebenarnya, Hadden masih merasa sebal kepada Reno. Teman satu kost-nya itu sempat berkali-kali mengejeknya karena tak dapat melupakan tatapan Reyan malam itu.
"No."
"Hm? Apa? Lo mau nanya tentang bocah yang lo selamatin itu lagi? Udah gue bilang, Bi. Saingan lo Maalik, mending lo mundur aja. Lagian, kayaknya mustahil banget buat ketemu lagi sama bocah itu." Cerocos Reno tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
Hadden berdecak kesal sebab Reno sudah lebih dulu menebak topik yang akan Ia bahas. Hadden membanting punggungnya pada sandaran kasur sambil bersedekap dada, memikirkan cara apa yang harus Ia lakukan agar bisa bertemu kembali dengan Reyan. Hadden hanya ingin memastikan bahwa Reyan baik-baik saja. Beberapa saat kemudian, Ia terbelalak ketika otak cemerlangnya mengingat sesuatu, seraya kembali memandang Reno.
"No! Reno! Gue 'kan pernah telepon lo pake hp-nya! Lo masih punya nomornya gak?! Pasti masih ada di log panggilan lo!" katanya antusias.
Reno melirik Hadden sesaat lalu kembali terfokus pada permainan di ponselnya. "Gak tahu. Bentar dulu, sedikit lagi."
Hadden mengangguk patuh sampai beberapa saat akhirnya Reno memberikan ponselnya kepada Hadden. Buru-buru Hadden mencari nomor tak dikenal yang pernah menghubungi Reno satu bulan yang lalu. Membutuhkan waktu dua menit untuk mendapatkan nomor tersebut. Hadden terkekeh girang setelah mencocokan tanggal dan jam panggilan tersebut. Ternyata benar, nomor Reyan masih tersimpan pada log panggilan pada ponsel Reno. Tanpa berpikir panjang, Hadden memindahkan nomor tersebut pada ponsel barunya.
Sebelum mengembalikan benda pipih milik Reno, Hadden lebih dulu menghapus nomor Reyan dari ponsel tersebut kemudian mengembalikannya kepada Reno. Entah apa yang ada dipikirannya sehingga Ia repot-repot melakukan hal itu, Hadden sendiri juga belum mengerti.
"Nih! Thanks!"
"Beneran dapet?"
"Ya."
Hadden mulai fokus pada ponselnya sendiri untuk mengirimkan pesan kepada Reyan, setelahnya Ia bangkit dari posisinya. "Lo mau makan apa, No? Bentar lagi gue berangkat kerja nih. Lo mau gue masakin telur dadar atau nasi goreng?" tawar Hadden. Namun, yang ditawari malah memeluk bantal guling sambil memejamkan mata sipitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savor The Sweetness!
General FictionKrisis ekonomi dalam keluarga membuat Reyan terpaksa bekerja di Cafe Nemoral sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Semuanya Reyan lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Adiknya yang masih sekolah dan juga Ibunya yang sudah sakit...