6

2.3K 218 8
                                    

Hari demi demi hari jadwal Saddam semakin padat. Kesibukan yang tiada henti menghampiri nya membuat Saddam terpaksa menitipkan triplets kepada kedua orangtuanya.

"Hiks nda au...huee papa angan ingalin Al hiks hiks huaaa"

"Ikut hiks ikut...papa"

Saddam hanya mampu memandang triplets sedih. Mereka terus menangis tanpa henti. Skylar walaupun tak banyak omong namun liquid bening dari kelopak matanya terus mengalir tanpa henti.

Saddam memeluk mereka, mengecup puncak kepala mereka satu persatu. "Maafin papa ya. Papa belum bisa bawa kalian. Sekarang sama Oma oppa ya? ada paman juga yang bakalan nemenin kalian"

"Nda hiks, au papa taja"

Sesungguhnya Saddam tak kuat melihat mereka menangis hingga sesenggukan seperti ini. Jika bukan karena pesta itu, Saddam mungkin saja dapat membatalkannya sekarang.

Pesta itu membuat nya tak dapat membawa triplets. Anak-anaknya bisa saja dalam bahaya karena para hama itu. Saddam tak ingin mengambil resiko, apalagi banyak musuh berkedok pebisnis yang hadir.

"Kali ini saja ya baby? papa pasti bawain kalian banyak mainan" ujar Saddam mengacak-acak rambut mereka.

Triplets tampak menggeleng. Mereka tidak butuh mainan! yang mereka butuhkan hanya ayahnya. Skylar memegang lengan kekar sang ayah, "Papa...no" netra hitam nya menatap lengket wajah sang ayah seraya menggeleng kecil.

Dia sungguh tak mau di tinggal. Lebih tepatnya mereka bertiga tak mau di tinggal.

Saddam menghela nafas panjang. Susah memang membujuk triplets. "Triplets, kali ini saja. It's too dangerous for you there" ujar nya lirih. Bibir Alyosha semakin mencabik, siap menumpahkan tangisan dashyatnya.

Namun Saddam lebih dulu mencegah. "Lain kali papa akan membawa kalian, untuk sekarang kalian harus bersama oma dan oppa. Please, don't cry" tutur nya tegas. Saddam mengecup pucak kepala triplets satu persatu lalu bangkit dari posisi jongkoknya.

Dengan kepala menunduk, Saddam memperhatikan wajahnya mereka yang sama-sama mencabik kan bibir, menahan isak tangis yang siap kembali tumpah. Saddam tersenyum kecil. Di tatapnya kedua orangtuanya berserta twins dan Kailash yang sedari menatap drama mereka.

"Ayah, mama, Saddam titip anak Saddam. Aku percayakan mereka dengan kalian" ujar Saddam menatap mereka dalam.

Vincent dan Lilian tampak mengangguk seraya tersenyum lebar. "Tenang saja nak, triplets aman bersama kami" sahut Lilian tersenyum hangat.

"Abang tenang saja, ada kami yang bakalan jaga anak abang" sahut Arno tersenyum penuh ironis.

Kailash yang berada di samping anak itu memutar bola matanya malas. Kailash jelas tau niat tersembunyi Arno.

"Arno..." Peringat Saddam yang mengetahui senyum penuh makna Arno.

Sang empu tersenyum cengengesan, dia mengangkat dua jari nya membentuk V. "Iya engga. Engga janji" ujar Arno.

"Kalian jangan nakal, papa akan segera kembali" ujar Saddam kembali berjongkok kemudian memeluk triplets dan mengecup pelipis mereka penuh kasih. Saddam kembali berdiri, memandang mereka sejenak lalu beranjak pergi.

"Papa..." gumam triplets memandang kepergian sang ayah tak rela. Tangisan triplets pun kembali berlanjut, kali ini lebih keras dari sebelumnya.

Vincent dan Lilian segera menggendong triplets untuk di bawa masuk bersama twins dan Kailash.

Saddam memandang mereka melalui kaca mobil, sungguh melihat anak-anak nya menangis seperti itu membuat Saddam tak rela. Perasaan bersalah pun menghantuinya.

became a father to tripletsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang