🌼Happy Reading 🌼
.
.
.
.
.Pagi ini haya merasa bosan di rumah sendirian. Suaminya itu sedang mengisi acara majelisan bersama temannya Husain di salah satu masjid yang tak jauh dari sini. Haya memutuskan untuk ke halaman belakang rumah. Disana terdapat beberapa jenis sayuran yang ditanam oleh Gus Zain. Gus Zain juga membuat sebuah kolam kecil dengan air mancur di tengahnya, dan beberapa koleksi bunga yang sesuai dengan rumah impian Haya. Haya jadi penasaran dari mana Gus Zain mengetahui desain rumah impiannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, namun Gus Zain belum juga kembali. Gus Zain memang tidak memberitahunya kapan dia akan kembali, namun sesegera mungkin Gus Zain menyelesaikan pekerjaannya dan berbuka bersama Haya.
“Apa aku kesana aja ya?” monolog Haya.
Haya pun mengganti bajunya dengan gamis panjang dan hijab pasmina berwarna hitam. Senada dengan warna gamisnya. Haya diantarkan oleh Pak Dadang, supir pribadi Gus Zain. Sebenarnya haya bisa mengendarai mobil sendiri namun Gus Zain melarangnya karena khawatir terjadi apa apa dengan dirinya. Sebelum itu Haya mampir ke salah satu restoran dan membeli beberapa makanan dan juga minuman. Haya juga membelikan untuk Pak Dadang dan Bi Ami asisten rumah tangganya.
“Pak Dadang lansung pulang saja ya, saya pulang sama Gus Zain” kata Haya ketika melihat mobil pribadi suaminya di halaman masjid.
Haya melangkahkan kakinya menuju dalam masjid, disana ternyata banyak umat muslim yang menjadi bagian dari majelis ini. Mayoritas kaum disini adalah kaum hawa ada juga beberapa kaum adam namun tidak sebanyak kaum hawa. Karena acaranya belum selesai Haya memutuskan untuk bergabung juga. Karena berada di barisan paling belakang, haya hanya bisa melihat suaminya itu di layar monitor. Yah walaupun masih bisa dilihat secara langsung namun tidak terlalu jelas.
Acara tersebut berlangsung hingga adzan maghrib berkumandang, dan dilanjutkan sholat maghrib berjamaah dengan Gus Zain sebagai imam sholatnya. Setelahnya Haya segera keluar dari masjid untuk memakai alas kainya. Haya juga sudah mengirim chat kepada suaminya jika dia ada di majelis yang sama. Ketika henda beranjak, samar samar Haya mendengar percakapan segerombol perempuan yang juga ikut majelisan tadi.
“Gus Zain tampan banget gak sih, suami idaman banget” kata perempuan berhijab putih.
“Gus Zain itu ibarat malaikat yang jatuh dari surga. Apalagi waktu jadi imam tadi serasa bisa digapai” kata perempuan satunya.
“bener-bener, kira kira udah punya istri belum ya? Biasanya kan gus-gus itu nikahnya muda”
“kayaknya udah deh, soalnya Gus Zain makai cincin kayak cincin pernikahan” kata perempuan berhijab putih yang membuat ketiganya menghela napas lesu.
“Yagapapa kali bisalah jadi yang kedua, kan laki laki boleh poligami”
Deg!
Haya merasa sesak ketika mendengar ucapan itu barusan. Bagaimana seorang perempuan bisa berpikir sejahat itu. Haya tidak mempermasalahkan jika perempuan tadi menganggumi suaminya bahkan memujinya, namun hati perempuan mana yang tidak sakit jika suaminya melakukan poligami. Apa Gus Zain akan mempoligami dirinya?
“Haya” panggil Gus Zain namun sang pemilik nama tidak menyahutinya
“Zaujati” banyak pasang mata yang mengarah ke arah Gus Zain ketika kata tersebut terucap di bibir Gus Zain. Bahkan segerombol perempuan tadi juga mendengar ucapan Gus Zain. Mereka menampakkan wajah terkejut ketika Gus Zain dan Haya berada di belakang mereka.
“Sayang?”
“Ha” Gus Zain mengerutkan keningnya kemudian terkekeh melihat ekspresi Haya yang sangat polos seperti anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Al-Hubb (al-hubb al-kasbi)
SpiritualSebuah kisah tentang Birendra Zain Zivan El-emran seorang pemuda berusia 28 tahun, yang akrab dipanggil Zain. Zain adalah seorang putra kyai sekaligus hafidz dari pondok pesantren Abinya. Paham agama, tampan, mapan, Gus adalah deretan yang tersemat...