Chapter 4: Reckless

27 8 0
                                    

Suara tombol yang ditekan beberapa kali membuat telinga Satoru bergerak, tubuhnya bangkit dari sofa lantas segera membuka pintu ruangan untuk memeriksa keadaan di luar.

Mata biru lautnya berkilat sekilas mendapati figur seorang gadis yang ia nanti-nantikan kehadirannya. Rela keluar masuk ruangan hanya untuk memastikan bahwa seseorang yang Satoru tunggu telah tiba dalam keadaan selamat.

Sudut bibirnya naik ke atas, menyiratkan kenakalan menjengkelkan bagi siapapun yang melihat. [Name] memutar bola mata, hendak segera masuk jika saja cekalan tangan asing tidak menahannya. Gadis bersurai jelaga itu menoleh, menatap si rambut putih dengan kening mengkerut.

"Apa?"

"Habis dari mana?"

"Bukan urusanmu," balasnya sebelum tiba-tiba didorong masuk ke dalam apartemen dengan paksa hingga punggungnya bertubrukan dengan dinding. Ringis kesakitan keluar dari sang hawa, hendak memprotes– namun tak sempat ketika sesuatu yang lembab menyentuh bibirnya.

Kelopak mata itu terbelalak menyadari apa yang sedang berlalu. Tatkala kesadarannya kembali, barulah gadis itu menarik diri dan melayangkan satu tamparan kuat di sisi wajah Satoru. Rona merah bekas tamparan terlihat jelas di sana.

"What do you think you just did?" Nafas [Name] memburu dengan mata yang menyiratkan amarah, suaranya terdengar dalam dan penuh ketidaksukaan.

Menyeka sudut bibir yang sedikit sobek akibat tamparan keras, Satoru berlagak sambil tetap mempertahankan seringai tipisnya. "Kiss you."

Masih dengan nafas memburu, [Name] memilih terdiam sejenak untuk menetralkan emosinya. Mengingat jika beradu argumentasi dengan pria di hadapan hanyalah membuahkan hasil sia-sia.

Tangannya terangkat mendorong tubuh jangkung Satoru untuk keluar dari ruangan secara paksa, namun bahkan tiga langkah pun tidak tercapai meski seluruh tenaga telah dikerahkan oleh [Name] guna mengusir sosok menyebalkan itu.

"Aku tahu, kau pasti pergi ke rumahnya."

Suara bariton yang terdengar sirat kenakalan itu membuat pelaku yang ditanya berhenti bertindak. Mundur perlahan dengan kepala menunduk, menghalangi wajah dengan poni panjangnya.

"Dia juga menciummu, bedanya kau menerima tanpa menampar gadis itu." Satoru mendapati lawan bicaranya sudah tidak diselimuti emosi seperti sebelumnya, ia mengambil satu langkah mendekat meski dibalas dengan langkah mundur sejarak satu meter.

Ruangan menjadi hening selama beberapa saat, membuat isak tangisnya yang begitu lirih malah terdengar dengan jelas. Bahu bergetar yang Satoru lihat meluntur seringai nakalnya. Kendati ingin sekali mendekat dan menarik [Name] ke dalam dekapan, namun yang bisa ia lakukan sekarang hanya berdiri diam dan menunggu.

"Aku... Aku masih mencintainya. Bagaimana aku bisa mengeluh agar dia tidak pergi?" [Name] membuka suara dengan pertanyaan yang terbata-bata. Wajahnya ditutupi telapak tangan yang terus menyeka setiap tetesan air mata.

Ini kali pertama Satoru merasakan sesuatu menusuk dadanya. Air mata yang turun dari banyak gadis yang ia campakkan, tak pernah menyentuh batinnya sedikitpun. Namun perasaan asing ini justru menghampiri ketika melihat sang gadis pujangga menangisi orang lain. Entah karena empati atau kecemburuan.

Pada akhirnya Satoru hanya bisa terdiam sebagai tanggapan utama.

"Then.. complain to me."

--

Burung beterbangan, kendaraan melintas, dan beberapa orang berlalu-lalang menjadi pemandangan yang [Name] lihat dari jendela kelas. Suara guru pengajarnya tak ia indahkan, bahkan rasanya begitu sunyi meski eksistensinya tidak sendiri.

Pikiran [Name] melayang memikirkan kejadian kemarin. Dicium seorang pria tak lantas membuat jantungnya berdetak kencang, itu yang selalu terjadi hingga rasanya hampa berkencan dengan lawan jenis. Kemudian ketika Utahime datang mengisi alur hidupnya, [Name] mengerti kenapa berciuman itu terasa menyenangkan.

Hal yang dirasakan ketika melakukannya bersama Utahime, kini dirasa ketika tiba-tiba Satoru menciumnya. Sebuah gejolak yang menggelitik perut dan pikiran yang mendadak kosong, gejala utama tatkala kecupan berhasil menyalurkan perasaan.

Lamunannya buyar berkeping-keping saat satu tepukan terasa di bahu. [Name] mendongak dan bersitatap dengan guru killer sepanjang sejarah di sekolah itu. "Melamun tidak lantas membuatmu sejenius Nikola Tesla. Kecuali kau mampu menghafal rumus-rumus fisika sambil melamun dan tidur."

Ini semua karena Gojo Satoru.

--

[!] DEVIANT GIRL [!]
16/06/2024

Deviant Girl | Gojo S.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang