Kesepakatan Bersama

1K 61 5
                                    

Salma menelan ludah.

Usai mengusap habis sisa air matanya yang sesekali masih menetes. Gantian dia sekarang memperhatikan Bintang dari kaki sampai kepala dengan pandangan ngeri.

Apa mandor ini waras? Sejak kapan menjadi istri adalah sebuah pekerjaan?

Selain itu, Salma juga pikir-pikir.

Meskipun dirinya seorang gadis biasa, tetapi tetap saja, dia punya tipe ideal dan senantiasa mengharapkan jodoh terbaik.

Dalam kategori jodoh yang ditawarkan Bintang, meski mandor ini tergolong tampan--yang mungkin saja rupa kakaknya tidak terlalu jauh beda darinya. Tapi kalau Bintang saja sudah sedewasa itu, lantas bagaimana dengan kakaknya? Apakah Salma harus menikah dengan lelaki seusia pakdenya hanya karena kepepet?

"Masku nggak kayak aku." Bintang cengengesan seolah paham isi kepala Salma yang hingga kini masih bengong menatapnya. "Dia kelihatan lebih muda dariku. Mungkin karena rajin tirakat puasa sunah, dia jadi kelihatan awet muda. Soalnya dia kan nggak bisa--"

Kata-kata Bintang terhenti seketika. Dia mendadak teringat soal pengalamannya yang sudah-sudah.

Jika ingin secepatnya melihat Bumi menikah, maka sekarang Bintang tidak boleh menakuti wanita itu dengan mengatakan kalau kakaknya memiliki ukuran "terlalu besar", sebab biasanya selalu berakhir gagal.

Dan Salma. Gadis ini tidak terlihat seperti orang yang sudah pernah mendengar kabar burung soal keistimewaan kakaknya yang pernah membuat ketiga istrinya minggat saking ketakutannya.

Karena itu, Bintang tidak ingin salah bicara lagi seperti yang lalu-lalu demi bisa segera mendapatkan jodoh untuk Bumi. Supaya dia sendiri bisa lekas menikahi Dewi.

"Nggak bisa apa, Pak?"

Pertanyaan Salma kembali menyadarkan Bintang dari kecamuk pikirannya sendiri.

Bintang menggeleng lalu tersenyum lima jari. "Ah, enggak, kok. Masku itu orangnya paling alim di keluarga, jadi dia rajin puasa sunah. Cuma ... dia pernah disakiti sama mantannya, jadi trauma mau menikah lagi."

"Masnya duda?"

"Ah, aku lupa bilang tadi. Iya, Masku duda. Tapi suer, dia masih kelihatan kayak jejaka yang umurnya lebih muda dariku. Belum punya anak dan ganteng juga. Mapan pun iya. Kamu nggak akan menyesal deh kalau mau menikah dengannya."

Sempat terdiam berpikir, Salma akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, "Memangnya, Masnya Bapak bakal mau menikah sama saya? Dan apa nanti saya dapat gaji kalau mau jadi istrinya? Soalnya kan, saya harus gantiin uang biaya hidup ke bude. Jadi tujuan saya bekerja ya uang."

Jujur sekali kata-katanya, pikir Bintang tergelitik.

"Oh, pasti lah. Asalkan kamu mau ngikuti apa yang aku suruh. Kalian pasti akan menikah. Dan jika kamu menikahi Masku, sudah tentu kamu bakal dapat uang yang banyak. Minta apa pun juga bakal dituruti. Aku jamin, karena Masku orangnya royal." Bintang meyakinkan optimis kemudian nyengir semakin lebar dan melanjutkan dalam hati, 'Dan setelah itu, aku akan langsung melamar Dewi. Dewi pujaan hatiku.'

Sejenak kembali terdiam untuk merenungkan semua, Salma akhirnya kembali memberanikan diri untuk mengangguk. Dan membuat mata Bintang berbinar terang.

Bukan karena berharap benar-benar akan dituruti semua keinginannya bila nanti telah menikahi kakak mandor ini, tetapi Salma teringat betapa tajam dan menusuk kata-kata budenya tadi.

Salma tidak hanya diharuskan untuk langsung mendapatkan pekerjaan. Tetapi dia juga dilarang pulang kalau tidak bawa uang. Daripada pusing memikirkan harus cari ke mana lagi, pikiran belum dewasanya berbisik untuk menerima yang pasti-pasti saja.

"Sungguh, kamu mau menikah sama Masku?" Bintang memastikan yang kembali diangguki pelan oleh Salma.

"Tapi, Pak. Apa saya boleh minta gaji di muka? Soalnya tadi kata bude, saya nggak boleh pulang kalau nggak bawa uang. Jadi--"

"Tentu saja!" Bintang menukas tanpa menunggu Salma menjelaskan semua alasannya. Kemudian mengeluarkan dompet dan menarik uang senilai satu juta untuk kemudian diserahkan kepada Salma.

"Waduh, Pak. Kok banyak sekali? Memangnya gaji saya nanti berapa?"

"Ini bukan gaji kamu, tapi uang tanda dimulainya kerja sama kita. Jadi kamu sudah nggak bisa mundur lagi." Bintang menjelaskan penuh suka cita. Kemudian menambahkan, "Kalau urusan gaji, nanti kamu bisa bicarakan sendiri sama Mas Bumi."

"Mas Bumi?" Salma mengernyit.

"Iya, itu nama Masku, calon suami kamu."

Menunduk menatap pada uang yang kini berada di tangannya, Salma mulai kepikiran hal mengerikan macam-macam kepada sosok royal di hadapannya ini. "Tapi saya nggak akan dijadikan tumbal, kan, Pak?"

Tercetus begitu saja. Kepolosan Salma kembali mampu meledakkan gelegar tawa Bintang.

"Enggak lah. Memang tampangku ini ada gitu muka-muka pemuja setan?"

"Maaf, soalnya baru kali ini ada orang yang ngasih saya uang sebanyak ini. Apalagi laki-laki. Biasanya kan, mereka kalau ngasih sesuatu ke perempuan itu nggak gratis."

"Memang itu nggak gratis." Bintang ikutan nyeplos terus terang. "Kan sudah kubilang kalau itu tanda dimulainya kerja sama kita. Jadi ada tugas yang harus kamu lakukan. Dan ini berhubungan dengan Mas Bumi."

"Apa tugasnya, Pak?"

"Sekarang kamu janji dulu. Kamu harus nuruti semua perintahku demi kelancaran kerja sama kita. Kalau nggak mau, ya terpaksa aku minta balik uangnya."

Tak mau kehilangan uang mukanya, Salma langsung mengangguk kali ini dan menyimpan uang itu ke dalam saku. Sebab dia tidak ingin benar-benar dipaksa tidur di luar oleh budenya jika gagal membawa uang saat pulang.

"Kalau gitu, sini deketin kuping kamu. Aku akan sampaikan apa yang harus kamu lakukan. Tapi harus bisik-bisik biar nggak kedengaran orang lain."

Salma menuruti perintah Bintang meski sadar di sana hanya ada mereka berdua.

Didengarkannya secara saksama semua penjelasan Bintang yang panjang kali lebar dan juga tidak masuk akal itu penuh kesabaran.

Walaupun pada akhirnya, tetap saja Salma menggigit bibir dan menatap Bintang penuh kengerian.

"Harus sampai seperti itu, Pak Bintang?" Salma sempat terhenyak mundur saking tak habis pikir dengan rencana Bingang.

"Iya. Harus. Karena kalau nggak gitu, Mas Bumi nggak akan mau menikah."

"Tapi, kan...."

"Kamu tenang saja. Itu cuma akting. Aku nggak benar-benar meminta kamu untuk melakukan perbuatan terlarang dengannya. Jadi nggak usah berpikir aneh-aneh." Bintang menegakkan badan dan kembali tersenyum lebar kepada Salma yang masih tampak diliputi pikiran ruwet setelah mendengar semua isi rencananya.

"Kamu percaya sama aku. Nggak mungkin lah aku menjerumuskan kalian. Jadi besok pagi, kamu datang ke rumahku ya. Ini alamatnya. Kamu cukup berakting saja dan semua sisanya biar aku yang urus. Oke?"

*






Terlalu Besar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang