Pertemuan Keluarga

1.4K 47 3
                                    

Setelah sidang desa diakhiri malam itu, Bumi langsung berjalan pulang tanpa peduli pada keluarganya bahkan juga Salma yang masih diajak berunding untuk menentukan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

Bumi sudah telanjur kecewa. Sama sekali tidak tertarik untuk tahu bagaimana nasib Salma malam ini, hanya sangat penasaran pada kondisi kamarnya yang tadi tidak benar-benar dia perhatikan karena masih belum sadar seratus persen saat dirinya diseret keluar.

Bumi langsung naik ke lantai dua dan mengunci diri di sana.

Semua masih terlihat berantakan. Sama persis seperti saat tadi ditinggalkan.

Dua barang yang raib hanyalah pakaian Salma—yang katanya koyak akibat perbuatannya—dan juga botol Miras, yang Bumi tak tahu dari mana asalnya hingga benda itu bisa nyasar ke dalam kamarnya.

Bukti yang tersisa atas huru-hara tadi hanyalah seprai dengan noda darah selebar piring yang menembus hingga ke kasur busa. Juga pecahan cangkir bekas kopinya yang berserak di lantai.

Bumi yang masih belum bisa percaya atas apa yang baru saja terjadi dalam hidupnya, menjatuhkan tubuh lunglai di atas sofa di sudut ruang dan merenungi pemandangan mengerikan yang sama sekali tidak bisa dia pahami.

Bumi sampai melupakan sejenak rasa ngilu akibat beberapa pukulan warga yang tadi menyasar wajah dan juga perutnya karena terlalu bingung .

Sayang, tidak peduli sekeras apa pun Bumi coba memutar ingatan sembari duduk di sana, dia sama sekali tidak merasa telah melakukan perbuatan terkutuk sebagaimana yang dituduhkan padanya.

Namun di waktu yang sama, Bumi juga tidak menampik jika noda darah itu begitu mengganggu dan mengingatkannya pada mantan istri terakhir yang juga sempat mengalami pendarahan hebat bahkan ketika dirinya belum benar-benar memulai.

"Itu nggak mungkin." Bumi bangkit lantaran frustrasi lalu memijit keningnya sambil mondar-mandir. "Selama aku masih waras, aku nggak mungkin senekat itu. Aku hanya minum kopi lalu kehilangan kesadaran. Bagaimana mungkin aku bisa berakhir di sana tanpa bisa mengingat apa pun? Selain itu—"

Bumi menghentikan langkah saat pandangannya tak sengaja tertuju ke arah pecahan cangkir dan cipratan ampas kopi yang mengotori lantai kamarnya.

"Salma nggak mungkin masih akan baik-baik saja jika benar aku melakukannya. Dia masih tergolong remaja. Ketiga istriku yang sudah cukup dewasa saja tidak sanggup menanggungnya. Kecuali Salma sangat tangguh, atau ... dia sengaja memasukkan sesuatu ke minumanku dan mengarang cerita?"

Secepat Bumi membangun teori asumsi, secepat itu juga dia lantas menggeleng menyangkalnya sendiri.

"Aku akan minta dilakukan tes DNA atas noda darah itu. Juga membawa ampas kopinya ke lab. Jika kamu berani membodohiku, Salma. Aku akan—"

Belum sempat menyelesaikan ancaman monolognya, suara ketukan di pintu kamar terdengar mengejutkan dan berhasil menarik atensi Bumi secara penuh.

"Bumi, Ibu pengen bicara sama kamu. Buka pintunya, Nak!" Suara Sri berkumandang nyaring dari luar.

Memaksa Bumi untuk bergerak ke sana meski sebenarnya dia masih belum ingin bicara pada siapa pun.

"Saya ingin istirahat, Bu. Bisakah kita bicara besok saja?" Bumi membuka pintunya selebar kepala dan meminta lirih kepada Sri, yang sudah pasti langsung menolak. Bahkan Sri memaksa masuk dengan mendorong pintu itu sekuat tenaga sampai Bumi menyingkir dari sana.

"Memang masih bisa kamu istirahat dalam situasi begini?" Sri memandangi isi kamar itu dengan gusar, lalu kembali keluar lagi untuk mengambil sapu dan pengki kemudian segera menyapu serakan pecahan cangkir yang mengganggu pemandangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terlalu Besar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang