⚠️ BIASAKAN VOTE SETELAH MEMBACA⚠️
•~•HAPPY READING•~•
Pagi cerah. Seluruh anggota Inti Tujuh masuk ke dalam kelas mereka masing-masing. Setelah libur beberapa hari, mereka akhirnya masuk sekolah.
Hari ini, hari masuk kembali sekolah. Namun, ada beberapa murid yang izin karena sakit. Jadi jumlah kelas mereka berkurang masing-masing.
Juna melihat sekeliling ruangan kelasnya. Ada keanehan yang terjadi. Seperti ada yang berubah. Sudah satu Minggu ini dia tidak melihat ruang kelasnya. "Kenapa, Jun?" Tanya San yang duduk dibelakangnya.
Juna menggeleng-geleng pelan. "Ada yang aneh gak sih?" Ujar Juna seraya melihat salah satu sudut ruangan. Kedua bola matanya fokus pada vas bunga yang ada di samping rak sepatu. "Aneh apanya? Perasaan gak ada yang aneh."
"Lo liat vas bunga itu.." seraya menunjuk kearah vas bunga.
San melihat belakangnya. Kebetulan vas bunga itu ada dibelakangnya tepat. "iya, kenapa?"
"Sejak kapan ada vas bunga di sana? Perasaan kemarin-kemarin gak ada." Gumamnya heran.
San tertawa kecil. Cowok itu menepuk-nepuk pundak Juna pelan. "Lo lagi halusinasi ya??! Itu kan emang udah dari lama disana!" Serunya.
Juna menggaruk belakang kepalanya yang terasa tidak gatal. "Serius?? Tapi, kayaknya kemarin-kemarin gak ada deh.. atau cuman perasaan gue doang??"
"Perasaan lo kali. Lo kan suka ngelamun di kelas, makanya lo gak liat ada vas bunga dibelakang."
Juna mengangguk pelan. Perkataan San itu ada benarnya. Memang dia sering sekali melamun di kelas, hingga tak memperhatikan hal kecil. Seperti vas bunga itu.
"Udah deh, jangan dipikirin. Mending ke kantin. Gue laper!"
"Jajanan mulu! Liat noh jam! Udah hampir masuk kelas!" Juna menonyor dahi San pelan. "Halah, sekali-kali!"
"Gak. Kalau lo mau ke kantin, jalan sendiri. Gue mau di kelas, ntar yang di hukum kan lo, bukan gue." Juna menatap sinis wajah San. Cowok itu mulai berbalik ke depan.
"Aneh banget, gue ngerasa inj ruangan kek asing."
.
.Seluruh anggota Inti tengah berkumpul di lapangan basket. Mereka menyaksikan pertandingan yang dilakukan oleh salah satu anggota mereka. Hesyam, cowok dengan nomer punggung 27 itu terlihat sangat manly.
Keringat dingin yang membasahi dahinya, membuat nya benar-benar keren.
"AYO, SYAM!! KALAHIN TUH MUSUH!!!" seru Dika yang paling heboh diantara anggota Inti.
"Duduk cok! Lo ngalangin pandang gue!!" Jefry menarik kasar belakang baju Dika. "Ahh, ganggu lo Jef. Padahal gue lagi kasih semangat buat kapten basket kita!" Decak nya sebal.
"Boleh aja, tapi gak ngalangin pandangan gue juga!"
Dika menatap sinis Jefry. Cowok 18 tahun itu, akhirnya duduk disampingnya. "AYO SYAM!!! KALAU LO MENANG, JEFRY BAKAL KASIH SERATUS JUTA!!!!"
Jefry membulatkan matanya dengan sempurna. Cowok itu ternohok dengan ucapan Dika yang tiba-tiba. "Matamu!!! Duit dari mana anjir!!!" Jefry memukul belakang kepala Dika hingga menimbulkan bunyi yang cukup kencang.
"SAKIT COK!!!" Pekik nya.
"gapapa, AYO SYAM!!! DEMI DUIT, LO PASTI MENANG!!"
"TENANG AJA, CECEP BAKAL KASIH BLACKCARD NYA JUGA!!!"
Lagi dan lagi. Jefry dibuat terkejut dengan perkataan Dika. "Cecep??!!! GUE GAK SALAH DENGER??!!"
"Gak lah. Itu nama khas lo dari gue. Cecep, lucu kan?"
"LUCU TAI LO KECIPRIT???!!! BISA-BISANYA NAMA GUE YANG KEREN INI LO UBAH JADI KAYAK NAMA ANAK MONYET??!!"
"Aduh, cep.. jangan dramatis, nama itu udah cocok banget buat lo. Cecep."
"BAJINGAN!!!"
*****
"Gue mau pergi ke Amerika."
Seluruh anggota Inti membulatkan mata mereka dengan sempurna. Pernyataan yang secara tiba-tiba ini membuat mereka berfikir dua kali. "Sat, lo beneran mau pergi???" Tanya Dika memastikan.
Satrio, cowok itu mengangguk pelan. Sesekali ia menghela nafas berat. "Trus, lo mau pergi kapan??" Timpal Jefry.
"Besok."
"Gak mendadak banget, bang?? Lo harus banget pergi besok?? Trus, kenapa lo baru kasih tau kita sekarang??"
"Sebenernya gue pengen kasih tau dari kemarin. Cuman waktu aja yang gak pas."
Raka menundukkan kepalanya ke dalam. "Bang.. gue bakal rindu!!!!" Raka dengan cepat memeluk tubuh Satrio erat-erat. Kedua matanya, terisi dengan cairan bening yang terus keluar.
"Trus, kemungkinan lo bakal pulang kapan?" Hesyam menatap sayu wajah Satrio. "Lama. Mungkin, satu tahun."
Seluruh anggota Inti terdiam sebentar. "Gue izin pamit. Ada barang-barang yang perlu gue kemas."
Tanpa mengehentikan. Seluruh anggota Inti hanya terdiam melihat perginya Satrio. Berita ini terlalu mengejutkan untuk mereka. Kecuali Juna, sebab cowok itu sudah tau terlebih dahulu dari mereka.
"Besok beneran Satrio pergi..??" Tanya Raka yang masih tak percaya. "Besok, kita ke rumah Satrio, pagi-pagi." Ucap Juna. Kedua matanya kini menyoroti sebuah foto yang terpajang di dinding.
"Jun, lo tau ini?" Hesyam mendekati Juna. Cowok itu menoleh kearah Hesyam dengan sorotan mata, ingin menangis.
"Jun, lo beneran udah tau?" Tanya Hesyam memastikan. Juna mengangguk pelan. "Kenapa lo gak bilang lebih awal, Jun..?"
"Ada alasan di balik perginya Satrio ke Amerika."
"Apa?"
"....."
.
.Satrio menatap langit-langit kamarnya. Banyak sekali pertanyaan yang terlintas di benaknya. "Masih ada harapan buat gue bertahan atau engga..?"
"Satrio!" Suara nyaring memanggil namanya. Satrio terperanjat dari tempat tidurnya. Cowok itu bergegas keluar dari dalam kamarnya. "Besok kamu pergi kan?"
Satrio mengangguk pelan seraya menundukkan kepalanya ke bawa. "Sukur... Sekarang beban mama berkurang."
"Iya. Beban mama berkurang."
"Sana pergi! Kemasi barang-barang kamu! Jangan sampai ada yang tersisa. Mama gak mau liat ada barang kamu di sekitar sini."
Satrio mengangguk pelan. Cowok itu kembali naik ke atas. Ia melihat sekeliling kamar nya. Sepi. Hampir seluruh sudut ruangan tidak ada benda sama sekali. Hanya ada tempat tidur, lemari dan rak buku.
"Lo hebat, Sat. Sampai saat ini masih bisa bertahan. Kerja bagus." Seutas senyuman manis muncul di wajahnya.
BERSAMBUNG....
HALLO CHINGUUUU
JANGAN LUPA VOTE SETELAH BACA YAA^^SEE YOUUU GUYSSS🤍
NEXT??
👇👇👇
KAMU SEDANG MEMBACA
7 KEHIDUPAN
Teen Fiction⚠️ BIASAKAN VOTE AND KOMEN⚠️ "Kita semua akan tetap hidup. Inti Tujuh tetap Tujuh anggota. Tidak kurang atau lebih."