Sudah ada 2 hari Reihan terbaring di ranjang rumah sakit, tapi dia tidak melihat ada kedatangan Reina lagi kesana. Hal itu membuat Reihan merasa lebih baik, baguslah jika gadis yang selalu mengikutinya itu tidak datang lagi.
Di tengah dia sedang memejamkan matanya, Reihan mendengar ada keributan dari luar pintu yang akhirnya masuk kedalam ruangan. Ternyata itu adalah teman-temannya, mereka datang untuk menjenguk Reihan di rumah sakit.
Soal permasalahan kemarin juga sudah di selesaikan oleh Rian dan beberapa anggota lainnya yang ikut bersaksi. Reihan bangun dari tidurnya yang kemudian duduk.
"Reihan yang sangat anti kena pukulan dari orang-orang akhirnya terkapar di rumah sakit juga." Ujar Rio terkekeh sinis.
"Monyong mu." Ujar Reihan sambil melempar kulit pisang yang ada di atas meja ke arah Rio, tapi sayangnya kulit pisang tersebut tidak mengenai Rio karena berhasil di elak.
"Ini gegara nyelamatin nyawa orang asal kamu tau." Sambung Reihan menatap tajam ke arah Rio.
Namun Rio lagi-lagi hanya tertawa kecil, mengiyakan saja perkataan Reihan. Biasanya Rio tak akan mau kalah seperti ini, mengingat keadaan Reihan membuat Rio harus mengiyakannya saja.
"Sendirian nih?" Tanya Jaka. Dan Reihan mengangguk pelan.
"Yodah, gimana kalo kita duduk di halaman rumah sakit aja?" Saran Rian.
"Boleh juga, lagian aku bosan di sini terus." Jawab Reihan.
Dengan cepat Rian mengambil kursi roda dan membawanya kehadapan Reihan. Secara perlahan Reihan turun dari atas ranjangnya dan duduk di atas kursi. Infus yang terpasang di tangannya juga ikut di bawa sambil di gantung di tiang infusnya. Setelahnya mereka semua pergi keluar dari dalam ruangan itu menuju ke halaman rumah sakit.
Setiba di sana, mereka duduk di bawah pohon yang rindang. Di sana juga ada kursi untuk teman-teman Reihan duduki. Mereka hanya membahas hal random sambil tertawa agar Reihan tak merasakan bosan. Bahkan dengan candaan mereka kadang bisa membuat Reihan tertawa dikit. Reihan cenderung lebih cuek, tapi kalau ada hal lucu dia pasti bakal tertawa.
Ditengah mereka sedang asik mengobrol, Riska hadir di sana sendirian. Hal itu membuat semua orang heran, kecuali Rio.
"Kok gak bilang-bilang sih kalian pada duduk di sini?" Tanya Riska yang merasa capek karena harus bolak balik untuk mendatangi mereka.
"Kan kamu gak nanya." Ujar Jaka.
"Orang gak punya nomor mu gimana mau nanya?" Jawab Riska ketus.
"Tuh Rio, kenapa gak nanya ke dia aja?"
"Ah iya lupa." Cengir Riska. "Dah ah, dari pada itu aku mau ngasih ini." Mengambil sesuatu didalam saku bajunya.
"Ini titipan surat dari temen ku, katanya dia mau ngasih sendiri tapi gak jadi, dia masih merasa bersalah sama kamu." Sambung Riska, memberikan surat itu kepada Reihan.
Reihan mengambil surat tersebut dan Riska tak berkata apa-apa lagi karena dia sudah pergi bersama Rio dari sana. Lagi di rawat di rumah sakit masih aja Reihan dapat surat ya. Bukan kayak kita nih, cuma dapat hikmahnya aja wkwk.
~ • ~
Sore pun tiba, semua temen Reihan sudah berpamitan untuk pulang, terlebih mereka sudah datang sedari siang tadi. Reihan yang masih sendirian di sana teringat akan surat yang Riska kasih tadi, berharap saja kalau surat itu bukan dari Reina lagi. Tapi sayangnya harapannya itu salah, surat itu masih dari Reina. Sudah banyak kali Reihan mendapatkan surat dari gadis itu, tapi tak satupun yang Reihan balas sih.
Assalamualaikum, aku Reina. Ingin meminta maaf karena sudah membuat mu terluka. Aku tidak tau kalau kejadiannya akan seperti ini, tapi aku mencemaskan mu, makanya aku datang kesana tanpa ada rasa takut. Maaf jika aku juga sudah membuat mu marah, aku hanya ingin kamu berada dalam kondisi baik-baik saja.
Semoga kamu cepat sembuh.
Reina, 1989
Setelah membaca surat tersebut, Reihan melipat kembali kertas itu seperti semula dan dia simpan kedalam laci meja yang ada di samping ranjangnya.
Tak lama setelahnya Sasa dan Rina---adik Reihan, tiba di sana. Mereka membawakan beberapa buah dan juga bubur ayam untuk Reihan.
"Kata bunda tadi kamu bareng teman-teman di sini?" Tanya Sasa sambil mengupas kulit apel.
"Iya, gak lama kalian datang mereka udah pulang." Jelas Reihan.
"Oh gitu, baguslah biar kamu gak bosan juga sendirian di rumah sakit."
Setelah mengupas kulit apel dan di belah beberapa bagian, Sasa memberikannya kepada Reihan. Dia pun mengambil apel tersebut dan memakan nya dengan perlahan.
~ • ~
Beberapa hari telah berlalu, kini Reihan sudah bisa kembali kerumahnya. Sang ibu membereskan semua barang-barang mereka untuk dibawa pulang. Selama di perjalanan Reihan hanya menatap keluar jendela mobil. Setiba di rumah satu persatu orang yang ada didalam mobil keluar, Reihan berdiri sejenak yang kemudian melangkah menuju kearah teras. Dia mendudukkan bokongnya di atas kursi lalu menghela nafasnya.
Suasana di sana terasa sejuk, apalagi setelah hujan gerimis itu membuat suasana di sana terlihat indah. Reihan kembali bangun dari tempatnya, sang ibu menyuruh Reihan untuk makan siang dulu dan meminum obatnya. Selesai memakan nasi nya Reihan langsung minum obat dan beristirahat di kamarnya.
~ • ~
Fajar pun tiba, Reihan terbangun dari tidur nya. Dia bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah hari ini. Sang ibu melarangnya untuk pergi ke sekolah dulu karena penyembuhannya yang belum total, tapi Reihan memaksa untuk pergi karena dia merasa bosan jika di rumah terus. Sang ibu yang tak bisa menahan keinginan anaknya itu terpaksa membiarkan Reihan pergi ke sekolah hari ini.
Perban di kepalanya juga sudah di buka, Reihan merasa terganggu dengan perban di atas kepalanya itu. Setelah siap-siap Reihan langsung berangkat ke sekolah nya, seperti biasa dia akan menaiki motor kesayangannya itu.
~ • ~
Minggu, 16 Juni 2024

KAMU SEDANG MEMBACA
⟨02⟩ Bandung 1989 [END]✓
Genç KurguHai Reina, bagaimana kabar mu? Kau rindu dengan ku atau tidak? Di sini aku masih menunggumu, karena aku sendiri sangat merindukanmu. Aku payah dalam menulis sesuatu seperti ini, tapi aku harap kau bisa memahami perasaan ku melalui tulisan ku ini. ...