Bolehkah Aku Mati Saja?

27 3 0
                                    

"Bolehkah aku mati saja?"

Lirih Hana, tangannya mengepal erat. Di meja belajarnya, dekat jendela yang sedikit terbuka, Hana duduk dalam keheningan pagi yang samar. Kipas angin berputar, menyapu kesejukan udara yang masih dingin. Cahaya lembut merembes masuk, menegaskan kekosongan yang mengisi ruang di sekelilingnya.

Mata sembab dan jiwa lelah pun, tidak menggoyahkan kesetiaannya pada benda yang disebut laptop

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata sembab dan jiwa lelah pun, tidak menggoyahkan kesetiaannya pada benda yang disebut laptop. Aroma kopi menemani malam hingga pagi, seakan tidak berakhir. Mengunci diri dalam siklus sama. Tanpa lelap, ia merajut garis dan warna, membaur elemen berbeda dalam satu bingkai, menghadirkan keindahan di tengah lelah yang tak terlihat.

Hana membuka layar belah, menjelajahi kata-kata di ruang maya. Bertukar pesan dengan teman dari negeri yang tidak lain ialah tempat impiannya sebagai pelabuhan. Di antara garis-garis teks, terdengar bisikan harapan terhapusnya sepi. Ada banyak pesan tertimbun.

"Apa katanya? Menunggu? Apa dia bersungguh-sungguh?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa katanya? Menunggu? Apa dia bersungguh-sungguh?"

Bisiknya dengan sunggingan senyum pahit. Lalu ia menghela napas.

"Hah,,, itulah kenapa aku lebih nyaman hidup dalam mimpi atau media sosial."

"Tidak. Di mana pun tetap mengerikan."

"Di dunia nyata tidak ada yang menunggu kabarku, tidak ada yang menanyakan kabarku. Bagaimana hari-hariku, apakah berjalan dengan baik? Apakah aku baik-baik saja? Apakah aku sehat?"

"Yohana, tidak ada orang yang merindukanku."

Kata Hana dalam hatinya. Hana menggigit bibir bawahnnya, ngilu di hati sedang ia coba alihkan ke bibirnya. Ia mengepalkan tangannya, hingga jejak kukunya tertinggal di telapak tangannya.

 Ia mengepalkan tangannya, hingga jejak kukunya tertinggal di telapak tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MELODI ANEMONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang