Penghukuman

6 0 0
                                    

Dalam hitungan detik tubuhnya terhempas ke aspal, rasa sakit menusuk setiap inci tubuhnya.

Di tengah deru angin, bunyi benturan, suara-suara histeris memekakkan telinga, segalanya hampir menjadi gelap. Seluruh dunia samar-samar menghilang dari pandangannya. Satu yang jelas di matanya. Anak kecil itu menangis. Hana berusaha meraihnya.

Kepala Hana masih pusing, penglihatannya buram kecuali tubuh anak itu. Hana berusaha tegak. Susah payah ia berdiri. Dengan langkah tertatih ia menghampiri anak itu. Tangan kanan berlumuran darah memegang kepalanya. Hana mengerjap sesekali. Ia tidak peduli dengan tubuhnya. Ia berlari ke arah anak itu setelah menyeimbangkan tubuhnya.

"Kamu nggapapa?"

Tanya Hana lembut, ia memegang tubuh kecil itu. Memastikan dia baik-baik saja.

"Kenapa kamu ngga bunuh aja aku! Kenapa kakak berhenti!"

Anak itu berteriak pada Hana. Ia kebingungan. Mata Hana membulat sempurna. Hana mengecek sekujur tubuh anak itu, memastikan tidak ada yang terluka.

"Kenapa kakak ngga tabrak aja aku!"

Pekik anak itu. Hana menatap mata sendunya. Ia menangis kencang. Jantung Hana berdegup kencang, kepalanya seperti ditusuk-tusuk benda tajam tanpa ampun. Ia kesulitan bernapas. Hana memeluk gadis kecil itu.

"Maaf, maafin kakak ya. Maaf ya."

Ucap Hana, suaranya bergetar. Hana menahan tangisnya.

"Tabrak aku, bunuh aku, cepat bunuh aku kak!"

Hana memeluk erat tubuh mungil itu. Ia merasakan tubuh yang kedinginan diselimuti ketakutan dan bayangan kelam. Tubuh lemah, namun suara ketakutannya terdengar jelas di telinga Hana.

"Cepat bunuh aku! Cepat!"

Orang-orang di sekitar membantu Hana menegakkan motornya dan yang lainnya membantu Hana berdiri. Suara klakson kendaraan bersahut-sahutan. Hana tidak bisa fokus. Pelukannya terlepas dari gadis kecil tadi. Hana dibopong ke sebuah warung.

Seseorang memberikannya minum. Hana menolak.

"Nggak. Terima kasih."

Ucapnya.

"Minumlah mbak, mbak masih kaget ya?"

"Mana, mana anak kecil tadi?"

"Hah?"

Orang-orang saling melirik. Anak mana yang Hana maksud.

"Mana anak tadi?"

Tanya Hana lagi, suaranya parau.

"Anak tadi, kasian, bahaya, nanti dia,, nanti dia,,,"

"Mbak, mbak, tenang ya."

Ibu-ibu di sekitar menepuk pelan punggung Hana.

"Buk, saya liat anak kecil tadi. Saya hampir nabrak dia, mana dia buk?"

Hana beranjak, ia berjalan ke tengah jalan. Orang-orang di sana berusaha menahan Hana. Hana bersikeras mencari anak itu. Keributan di tengah jalan tidak terelakkan. Bunyi klakson kendaraan seperti melodi mencekam.

Suaranya menyesakkan dada, menekan kepalanya. Hana terduduk lemas.

"Mana,,, di mana anak itu?"

"Mbak, mbak ngga ada liat siapa-siapa. Ngga ada anak kecil di tengah jalan."

Ucap seseorang berusaha menyadarkan Hana.

"Nggak!"

Tangkas Hana.

"Saya liat pak! Saya liat. Dia marah sama saya! Dia marah kenapa saya ngga nabrak dia aja! Dia marah!"

"Telpon, telpon keluarganya."

MELODI ANEMONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang