"Aku pernah dimarahi karena berusaha menjelaskan apa yang aku rasakan, aku pernah di diamkan karena aku berani mengutarakan kekecewaan, lalu pada akhirnya aku sadar, bahwa aku tidak pernah diberi waktu untuk membela diriku sendiri, tapi semua menjadi salahku, dan aku di tuntut harus diam, mengerti, memahami, serta menerima semuanya." ~Zia Lettana Adhiesa
•••
Pagi yang cerah ini mood Zia sangat berantakan, berawal dari rumah, dan sekarang di Sekolah.
"AHAHAHA lucu banget deh bunuh saudara kembarnya sendiri."
"Harusnya dia itu ga cocok, ga pantes berada di sekolah ini."
"Tau ih, malu-maluin sekolah ini aja."
"Dasar malu-maluin."
Zia berjalan memasuki kelas, sepanjang jalan semua orang membicarakan tentang keburukannya. Zia tetap berjalan menunduk tanpa melihat sekitarnya yang ramai membicarakannya.
"HEH PEMBUNUH!" Teriak salah seorang siswa.
Zia menulikan pendengarannya, ia tetep berjalan untuk ke kelasnya dengan tas di pundaknya.
"LO DENGER GA SI?"
"Emang budeg dia," celetuk yang lain mendapati balasan tawa dari semua orang.
Zia tetap terus acuh pada sekitarnya, ia tak memperdulikan hal itu.
Bruk...
Salah seorang siswi melempari dengan gulungan kertas pada Zia.
"Maksudnya apa sih?" Tanya Zia yang sudah tak tahan dengan situasi sekarang.
"Kenapa? Gak suka?" Tanya siswi yang melempari gulungan kertas tadi.
"Salah gue apa sih sama lo? Sama kalian juga?" Tanya Zia sembari menunjuk pada mereka semua.
"Salah lo? GAK SADAR DIRI" Ucap Anthony Leogrand salah satu kakak kelas Zia.
"Kalo gatau apa-apa ga usah nge-judge sembarangan," ucap Zia menatap mata elang milik Anthony.
"Jelas-jelas ada buktinya," jawab Anthony tak mau kalah.
"Tapi lo gatau yang sebenarnya," jawab Zia dengan nada sedikit tinggi.
"PEMBUNUH MANA MAU NGAKU BANGSAT!" Maki Anthony dengan raut marahnya.
Tak mau memperpanjang masalah, Zia berniat pergi dari sana.
Namun, baru saja ia membalikkan badannya, dengan cepat seorang siswa mengguyurnya dengan sampah yang berisi berbagai macam sampah.
Byurrr...
"Ups, sorry sengaja," ucapnya yang langsung mendapatkan tawa dari semua orang.
"Cocok sih sama lo, bau sampah."
"Bukan lagi bau sampah, dia kan emang sampah."
"DIA ITU TEPATNYA Di SAMPAH, BUKAN DI SEKOLAH INI!" ucap Anthony dengan keras
"AHAHAHAHA," ledak tawa semua siswa yang ada di lorong.
"BERHENTI!" Seru Nathanio dari arah lorong kelasnya, ia berjalan mendekat ke kerumunan itu.
"Bisa gak sih kalian pada ga nge-bully Zia terus?" Tanya Nathanio menunjuk mereka.
"Lo kenapa sih belain Zia? Jelas-jelas dia yang salah," jawab Anthony.
"Zia gak bersalah," jawab Nathanio terus membela Zia.
"Ahahaha, lo sok tau banget kalo Zia ga bersalah, buktinya udah jelas. Toh waktu kejadian itu lo gak ada di sana kan? Dan lo masih bela pembunuh. Itu?" Jelas Anthony menekan kata pembunuh dengan senyum remehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Tanpa Air : Menyimpan Luka Tanpa Bercerita (ON GOING)
Teen FictionSakit? Kecewa? Jelas!! Bagaimana tidak? ketika tidak dipercayai keluarga bahkan orang-orang di sekitar. Zia Lettana Adhiesa, gadis dengan beban dipundaknya, luka di hidupnya yang tak ada habisnya. Apapun penjelasannya orang-orang tak akan memperca...