12| Satu Meja dengan Oline

2 0 0
                                    

Setelah kejadian tadi malam, Zia tidak ada niatan untuk mengobati luka yang di berikan Candra. Ia merasa sakitnya tak seberapa, lebih sakit jika ia tidak dianggap keberadaannya.

"Bangun," ucap Zaelora sembari menggedor pintu kamar Zia.

"Iya ma, Zia udah bangun dari tadi," jawab Zia dari dalam kamar, ia tak berniat keluar kamar. Lebih baik ia menghabiskan hari liburnya di
kamar saja.

"Keluar," perintah Zaelora dengan mengetuk pintu Zia.

Zia berjalan dengan malas menuju pintu, ia memegang gagang pintu dan membukanya.

"Beres-beres," setelah mengucapkan itu, Zaelora langsung pergi meninggalkan Zia yang masih bingung.

Zia melihat sekeliling, lantai bawah yang kemarin untuk acara mamanya, ternyata masih kotor. Zia hanya melihat bibi Ami yang baru datang dan ingin membersihkan.

"Bi, Zia aja," cegah Zia.

"Enggak non, ini tugas bibi, non istirahat aja," ucap bi Ami memberi waktu Zia untuk istirahat.

"Enggak bi, nanti mama marah," tolak Zia hati-hati sembari mengambil pekerjaan yang telah bi Ami kerjakan.

"Jangan non."

"Sekarang ini menjadi tugas kita berdua bi," bibi melihat ke arah Zia yang masih sibuk dengan pekerjaannya, kemudian bi Ami tersenyum yang berarti setuju.

Akhirnya mereka membagi tugas untuk membersihkan bagian-bagian yang sangat kotor.

Setelah 30 menit berlalu, Zia dan Bi Ami telah selesai membersihkan ruang tamu yang sebelumnya sangat berantakan.

"Bi Zia ke kamar ya, nanti kalo mama cari Zia," Pamit Zia ke Bi Ami yang masih sibuk menata meja dengan memberi bunga-bunga kecil.

"Iya non."

💔💔💔

Langit malam yang indah, membuat Zia melangkahkan kakinya ke balkon. Setelah 20 menit lamanya ia termenung di balkon, akhirnya ia berjalan memasuki kamarnya. Ia menutup pintu serta gorden yang masih terbuka.

"Ash," pekik Zia saat lengannya menyenggol lemari.

Zia membuka sedikit lengan bajunya, terlihat luka Zia yang masih lebam. Ia pikir lebamnya akan hilang dalam sehari. Tetapi dugaannya salah, lebam serta rasa nyerinya masih sampai sekarang. Zia kembali menutup lebamnya dengan bajunya.

"Lebam tolong besok hilang ya," ucap Zia sembari mengelus lengannya dengan lembut.

"Semoga besok lebam serta rasa nyeri hilang yaAllah."

"Aamiin."

Setelah berdoa ia merebahkan badannya ke ranjang. Ia mengambil ponselnya yang ia tinggalkan di nakas setelah sibuk membaca novel berjam-jam lamanya.

Begitu ia menghidupkan ponselnya, ia sangat terkejut dengan notifikasi dari Nathanio. Hampir 200 pesan yang belum ia baca.

"Sayang, kamu kemana si?"
"Kamu lagi sibuk yaaa?"
"Atau lagi ada masalah?"
"Kalo iya panggil aku sekarang juga! Aku akan datang sebagai penolongmu😎"
"Passwordnya 'Zia sayang Nathanio' ingat ya!!"

Zia tersenyum kala membaca pesan Nathanio. Zia mengetikkan sesuatu

'Drt drt'

"Belum juga ngetik pesan," sebal Zia dengan si penelpon.

"Jawab lewat telpon aja sayang," ucap Nathanio dengan nada menggoda.

"Ck, apaan sih kamu."

"Kemana aja kamu?"

Hujan Tanpa Air : Menyimpan Luka Tanpa Bercerita (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang