part 19

571 23 7
                                    

Happy reading

*
*
*

Belum di revisi

Pov Askara

Setelah seminggu yang lalu aku mengatakan yang sejujurnya pada semua keluarga dan juga sahabat aku, semua telah baik-baik saja, begitu pula dengan Rayana yang kondisi nya sedikit membaik, meski Rayana tetap tidak di perbolehkan pulang.

Cukup senang rasanya melihat Rayana beberapa hari ini selalau tersenyum karena kehadiran The prince, ya kalian pasti tau siapa saja mereka.
Mereka tidak pernah meninggalkan Rayana sendiri, jika aku sibuk maka ada yang lain yang menemani Rayana, begitu juga dengan kehadiran Titania yang sebenarnya aku tidak tau kenapa Titania bisa sangat peduli kepada Rayana.

Namun, dengan kehadiran Tita membuat vano dan Arthur kurang suka, berbeda dengan ares yang tidak mengatakan apapun, atau mungkin tidak secara blak-blakan menampakkan raut tidak suka.

Seperti saat ini, Tita duduk di pojokan sendiri karena kurang nyaman dengan ketidak sukaan yang di berikan vano yang sedang membaca kan puisi gila nya itu pada Rayana yang isi nya menyindir Titania.

Ares dan Arthur juga tidak ada niatan untuk menghentikan situasi saat ini atau mereka tidak peka.

Aku berpikir apa aku harus membawa Titania keluar dari sini, namun tidak bisa yang ada Rayana salah paham, meski aku tau Rayana tidak akan marah seperti dulu.

Rayana tidak pernah takut meninggalkan aku, Aku yang sangat takut untuk di tinggal oleh nya, kini aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan itu.

"Diam deh no, puisi lo jelek amat"

Aku menoleh ke Ares yang menyuruh Vano diam, aku tau mereka sebenarnya sangat kesel mendengar puisi Vano sedari dulu, belum sebaris saja sudah menyuruh Vano untuk diam. Namun karena isi puisi an nya yang menyindir Titania membuat mereka terpaksa harus mendengarkannya.

"Jelek lo bilang, Gak jelek kan Ay? "

Rayana hanya tersenyum menggelengkan kepalanya, sedari dulu Rayana lah pendengar setia puisi Vano, dan satu fakta yang aku hampir lupa bahwa Rayana juga suka membacakan puisi yang melenceng, tidak bisa di pungkiri Vano dan Rayana sama-sama membacakan puisi yang cukup buruk.

"Nah, mau ngomong jelek lagi lo, Aya aja suka"

Vano melotot kepada Ares dengan Ares yang hanya bisa menghela nafas yang panjang.

Aku menatap Rayana kembali, dimana Rayana masih terus tersenyum dengan cantik seperti dahulu, tidak ada yang berubah dari senyumnya itu, masih sama cantik dan manis di waktu bersamaan, hanya saja pipi chubby dahulu kini telah hilang, bola mata indah itu yang dahulu terlihat bulat dengan sempurna saat berbicara dan tertawa kini sedikit lebih redup.

Sangat banyak waktu yag aku lewatkan untuk sekedar memperhatikan Rayana, aku memang bersalah sangat bersalah meski aku mengatakan bahwa aku mendekati Titania agar Rayana bisa dekat dengan keluarganya, namun mengapa aku terlalu terbuai saat dengan Titania, mengapa aku terlalu lambat menyadari waktu terus berjalan dengan menyakiti Rayana.

Aku akan Terima Tuhan hukuman apa yang akan engkau beri untukku, tapi jangan ambil Rayana dariku. Sungguh rasanya aku tidak sanggup.
Aku ingin memeluknya untuk waktu lebih lama, ingin menciumnya disetiap waktuku, ingin aku katakan aku mencintainya setiap detak jantungku yang selalu berdebar untuknya.

"Ay, kenapa harus putih ay, kan ada yang lebih cantik selain putih?"

Lamunan ku buyar saat pertanyaan vano layangkan untuk Rayana, aku menatap kemana arah pertanyaan itu, yang mata kedua nya tertuju pada vas bunga yang berada di nakas sebelah ranjang tidur Rayana, Rayana selalu mengumpulkan mawar putih yang aku bawakan setiap hari di dalam vas itu.

100 Days / Sebelum Kematianku ( On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang