16 Mulai mencintai

22 16 0
                                    

Dhiva merasakan amat pusing. Saat ia mengerjapkan mata, namun ada sesuatu yang menghalanginya. Matanya tertutup oleh sepotong kain. Dan mulutnya tertempel lakban sehingga ia tak dapat mengutarakan kata. Tangannya juga kerikat di belakang kursi. Ia sungguh merasa takut. Tetesan bening mulai membasahi kain yang menutup kedua matanya. Ia terisak.

"Hahahaha" terdengar tawa seorang wanita.
"Bagaimana rasanya?"
Wanita itu mengelus lembut dagu Dhiva.
"Dasar perempuan keras kepala dan tak tau diri!" Sentaknya membuat Dhiva melengos ke samping.

Siapa dia
Apa maksudnya batin Dhiva.

Terdengar derit pintu. Sepertinya wanita itu pergi dari ruangan yang di tempati Dhiva.

Entah sudah berapa jam ia berdiam diri disini. Kepalanya mulai merasakan pusing kembali. Dalam hati ia memanggil nama Galaksi dengan penuh harap. Apa salahnya yang membuat dia terkurung di dalam sini. Apakah dia akan terus di sini sampai ia mati?
Hatinya sungguh bergejolak.

---

Malam telah datang, Galaksi tidak dapat menemukan keberadaan Dhiva. Semua tempat yang mungkin di kunjungi Dhiva sudah di datangi.

Ada ide yang melintas di pikirannya. Dia akan melacak keberadaan Dhiva dengan nomor telepon seluler Dhiva. Setelah meminta pada oma, segera ia pergi ke warnet untuk melacak nomor seluler Dhiva.

Usahanya membuahkan hasil. Akhirnya ia menemukan keberadaan Dhiva yang berada cukup jauh. Ia segera menyusul Dhiva. Sesampainya di lokasi ia tak menemukan bangunan sama sekali. Hanya hutan yang cukup rindang. Namun langkah demi langkah, ia menginjak benda pipih. Ia mengambilnya, ternyata itu adalah handphone milik Dhiva.

"Berarti Dhiva berada tak jauh dari sini" ujarnya sendiri.
Kemudian ia menelepon polisi untuk membantunya mencari keberadaan Dhiva.

"Dhiva!!" Teriak Galaksi sambil melihat ke sekeliling.

Malam semakin larut. Ia seakan tersesat dalam hutan. Dari kejauhan samar samar ia melihat ada sebuah bangunan tanpa lampu. Ia mendekat dengan jalan lambat. Namun disana sangat sunyi. Mustahil jika tempat itu di huni. Rumah itu juga sudah rusak cukup parah. Saat ia ingin pergi, tak sengaja mendengar seperti kaca terjatuh. Ia penasaran apakah di dalam ada Dhiva atau tidak. Namun baru beberapa langkah, ia di pukul oleh sebuah benda hingga ia tersungkur.

Galaksi masih bisa bangkit.

"Heh berani beraninya kamu datang kemari" ujar seorang berbadan besar dan berkepala botak itu.
"Maaf, saya kemari hanya mencari istri saya. Saya ingin lewat jalan damai" Galaksi menenangkan.

Namun laki laki itu kembali memukul Galaksi. Untung saja ia bisa melawan. Laki laki itu tersungkur. Ia mendengar seperti seorang yang berteriak namun tertahan. Ia segera mencari ke sumber suara.

Hingga pada sebuah pintu yang sudah berlubang-lubang, ia mencoba membukanya namun terkunci. Dengan sisa tenaga yang ada dia mendobrak pintu hingga terbuka.

Pandangan pertama yang ia lihat adalah Dhiva yang duduk di kursi dengan tangan terikat,mata tertutup dan mulut yang terlakban. Saat ia akan mendekat

Buggg

Galaksi tersungkur kembali saat laki laki itu memukul Galaksi menggunakan balok kayu. Galaksi mengerang membuat Dhiva menangis ketakutan.

Laki laki itu mendekat ke arah Dhiva. Menodongkan pisau ke arah leher Dhiva.

"Jangan sentuh istri saya" teriak Galaksi sambil mencoba berdiri.
"Hahaha. Kalau kamu ingin saya lepaskan dia, lebih baik kamu pergi dari sini sekarang." Tawa remeh laki laki itu.

Dhiva semakin terisak saat pisau yang dingin itu menyentuh lehernya.

"Satu langkah kamu mendekat, dia akan saya tusuk"

Mendengar penuturan laki laki itu membuat Galaksi khawatir. Sangat takut jika Dhiva sampai terluka.

Galaksi melihat sekeliling. Ia menemukan sebuah batu cukup besar. Ia mengambil diam diam karena keadaan ruangan tersebut cukup gelap. Mungkin ini sangat beresiko, bagaimana jika batu yang ingin ia lempar ke laki laki itu malah meleset ke Dhiva, atau bagaimana jika pisau yang di pegang itu akan melukai Dhiva.
Namun Galaksi memfokuskan mata elangnya untuk melemparkan batu ke kepala laki laki itu.

Dalam hitungan ke tiga batu yang di genggam Galaksi berhasil mengenai kepala laki laki itu. Kemudian tersungkur. Kesempatan ini ia gunakan untuk melepaskan tali di tangan Dhiva dan membawanya pergi.

Saat ia akan keluar laki laki itu mendorong Galaksi lagi. Keduanya terjatuh. Sebelum laki laki itu menarik tangan Dhiva, Galaksi segera menendang laki laki itu.

"Keluar Dhiva" titah Galaksi sambil berkelahi dengan sang laki laki. Namun Dhiva menggeleng. Ia tak dapat berdiri karena kakinya terluka oleh sesuatu. Laki laki itu kalah. Galaksi segera memapah Dhiva untuk keluar ruangan.

Dor...

Suara tembakan dari polisi begitu memekakkan telinga. Tembakan mengenai kaki laki laki itu saat dia mencoba melayangkan pisau ke arah Dhiva. Namun akhirnya gagal dan polisi segera menyergapnya.

"Terimakasih banyak pak sudah datang kemari dan membantu saya" ucap Galaksi pada seorang polisi.
"Sama sama pak, saya pergi dahulu" kemudian dua orang polisi itu pergi.

Dhiva segera memeluk erat Galaksi sambil menangis sejadi jadinya.
"Udah ya jangan nangis, sekarang kamu aman" Galaksi menenangkan.
"Maafin aku, gara gara aku kamu jadi terluka begini" ujar Dhiva. Galaksi menggeleng.
"Kamu gak salah kok, sekarang kita pulang ya. Oma sangat khawatir di rumah" ajak Galaksi. Dhiva mengangguk.
"Galaksi" cicit Dhiva kemudian netra mereka bertemu.
"Aku mencintaimu" ucap Dhiva penuh dengan ketulusan. Galaksi tersenyum hangat. Meskipun cahaya di ruangan itu terbatas, Dhiva dapat merasakan pancaran dari wajah Galaksi.
"Aku juga Dhiva, aku mencintaimu. Tak akan pernah aku meninggalkanmu "

Kini Galaksi tak bisa memungkiri apa yang dia rasakan juga pada Dhiva. Entah dari kapan rasa itu muncul. Yang jelas saat ia bersama Dhiva, hatinya begitu nyaman dan hangat.

Mata Dhiva berkaca-kaca. Ia sangat bahagia dapat merasakan cinta yang sudah lama ia nantikan.

"Sekarang kita pulang ya" ucap Galaksi lalu menggendong Dhiva menuju luar ruangan.

I Love You,Capt(Ending)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang