25 Keputusan

22 14 0
                                    

Setelah hampir seharian berjalan jalan, kini mereka tengah berjalan menuju rumah. Rival menghentikan mobilnya di depan pekarangan rumah oma.

"Makasih ya untuk jalan jalannya hari ini" ucap Dhiva setelah turun dari mobil.
"Sama sama Dhiv," Jawab Rival.
"Aku masuk dulu ya" Dhiva berjalan memasuki rumah. Rival masih tetap di posisi yang sama sebelum Dhiva benar benar memasuki rumah.

Saat Dhiva membuka pintu, terlihat oma yang sedang duduk sambil mengamati Dhiva.

"Dari mana kamu Dhiv?" Tanya oma dengan wajah datar.
"Dhiva abis ke danau sama temen Dhiva, tapi sebelum itu Dhiva mampir ke makam " jawab Dhiva sambil menunduk.

"Kamu punya perasaan ke dia kan?" Selisik oma. Dhiva langsung mendongak ke arah oma.
"Nggak oma, kita cuma temenan,  nggak ada hubungan lebih" ucap Dhiva meyakinkan oma.
"Kenapa kalian sedekat itu? Apa kamu udah bisa menggantikan Galaksi di hidup kamu?" Tanya oma lagi. Dhiva menangis.
"Oma nggak nyangka sama kamu, secepat itukah kamu menggantikan Galaksi?" Kemudian oma melenggang pergi. Dhiva mengejar oma, namun tak di gubris oma.

"Oma tolong dengerin Dhiva, Dhiva gak ada hubungan sama sekali dengan Rival. Kita cuma teman Oma " ucap Dhiva di balik pintu kamar oma sambil menangis, begitu juga dengan oma.
"Oma tolong buka pintunya, Dengerin penjelasan Dhiva dulu " Teriak Dhiva sambil mengetuk-ngetuk pintu.

"Awhhh" Dhiva merintih memegangi perutnya yang nyeri.

Mendengar Dhiva merintih segera oma membuka pintu kamarnya.
"Kamu kenapa nak?" Oma terlihat khawatir dengan Dhiva yang meringis menahan sakit sambil memegangi perutnya.

"Sakit oma" lirihnya.
"Kita ke rumah sakit sekarang"
Kemudian mereka berdua pergi ke rumah sakit.

----

"Dok, bagaimana keadaan Dhiva?" Tanya oma pada dokter.
"Dhiva dan bayinya baik baik saja, namun bayinya masih sangat lemah. Saya sarankan Dhiva tidak melakukan aktivitas yang membuatnya kelelahan" jelas dokter pada oma.
"Terimakasih dok"
Kemudian dokter itu pergi dari ruangan. Menyisakan oma dan Dhiva yang sedang terbaring.

"Maafin oma ya nak" Ucap oma sambil mengelus punggung tangan Dhiva.
"Oma nggak perlu minta maaf,oma nggak salah. Dhiva yang salah oma." Mata Dhiva kembali berkaca-kaca.
Oma menggeleng pelan.
"Oma hanya takut, setelah kamu menikah dengan orang lain, kamu akan meninggalkan oma" tatapan oma berubah menjadi sendu.
"Oma ini bicara apa, hanya oma yang Dhiva punya. Kenapa Dhiva harus pergi. Lagipula mana mungkin Rival menyukai Dhiva. Jadi oma tenang saja ya. Apapun yang terjadi, Dhiva akan selalu berada di samping oma." Turur Dhiva.
"Walaupun kamu sudah menikah lagi?" Tanya oma lagi. Dhiva terdiam sejenak. Kemudian mengangguk. Dirinya saja tak yakin akan menikah lagi atau tidak.

"Oma juga sebenarnya ingin melihat kamu memiliki pendamping hidup lagi, untuk menjaga kamu dan calon anak kamu . Cuma itu kekhawatiran oma, namun jika kamu sudah berjanji untuk tidak meninggalkan oma, maka oma akan mengijinkan itu" ucap oma

Dhiva hanya menggeleng kecil.
"Dhiva belum memikirkan ke arah situ Oma" Dhiva menatap langit langit kamar rumah sakit.

"Semuanya sudah oma serahkan ke kamu nak, yang penting dia bertanggung jawab dan bisa menjaga kamu" oma tersenyum hangat.

"Intinya sekarang jaga diri kamu baik baik, jangan kecapekan " oma menasehati Dhiva. Ia pun hanya mengangguk.

---

Pagi hari telah tiba. Sorotan sang surya menghangatkan bumi dan seisinya. Dhiva mengerjapkan matanya perlahan. Kemudian beranjak untuk membuka gorden dan jendela agar udara segar bisa masuk ke kamar Dhiva. Kemudian ia pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

Setelah itu ia menuju dapur untuk membuat sarapan.

"Eh..Kamu mau ngapain sayang" tiba tiba oma muncul dari ruang tamu
"Mau bikin sarapan oma" jawab Dhiva. Kemudian Oma mendekat lalu mengambil nampan dari tangan Dhiva yang berisi aneka macam sayur.
Dhiva pun kebingungan dengan apa yang di lakukan oma.
"Loh kok di ambil?" Tanya Dhiva cengo.
"Kan oma udah bilang, kamu jangan melakukan aktivitas yang berat berat"oma menuntun Dhiva agar duduk di kursi meja makan.
"Oma, tapi ini cuma masak, gak berat kok" Dhiva menyela ucapan oma.

"Gak ada tapi tapian. Kamu harus istirahat aja,biar oma yang masak" oma mengambil alih untuk memasak.

"Kakak, ada tamu nyariin kakak" teriak Izora dari ruang tamu. Dhiva pun menemui orang yang di maksud Izora.
Mata Dhiva membulat, ternyata dia adalah Rival.
"Kok kamu kesini,kan aku udah bilang hari ini aku ijin gak ke rumah sakit" ucap Dhiva.
Namun Rival tak menjawab ucapan Dhiva,malah ia berjalan melalui Dhiva dan bersalaman pada oma.

"Apa kabar oma" ucap Rival sambil bersalaman.
"Alhamdulillah baik. Silahkan duduk" oma mempersilakan Rival untuk duduk.

"Ambilkan minum Dhiv" titah oma dan Dhiva hanya mengangguk.

"Ada sesuatu yang mau saya tanyakan" oma mengubah wajah menjadi serius.
"Saya lihat,kamu sangat dekat dengan Dhiva. Apakah ada sesuatu di antara kalian?" Lanjut oma. Rival hanya menunduk.
"Saya memiliki perasaan lebih dari sekedar teman pada Dhiva " Ucap Rival.
Oma manggut-manggut.
"Tapi kamu tidak tau betul siapa Dhiva. Setelah kamu mengetahuinya apakah kamu masih memiliki rasa pada Dhiva?" Tanya oma lagi.
Rival hanya tersenyum.
"Sebenarnya saya sudah paham betul siapa Dhiva. Dimulai dari latar belakangnya, statusnya, saya sudah paham. " Jelas Rival. Oma mengerutkan dahinya.
"Dari mana kamu tau semuanya?" Oma bertanya lagi.
"Itu saya yang mencari tau oma. Dari awal saya berjumpa dengan Dhiva, saya langsung memiliki perasaan kepadanya. Namun sangat sulit untuk mendapatkan hatinya" jawab Rival lesu.

Kemudian Dhiva datang dengan nampan berisi dua cangkir teh manis hangat dan kue kering.

"Kok wajahnya pada tegang gini?" Tanya Dhiva kemudian mendudukkan diri di samping oma.
"Nggak ada kok sayang, oma ke dapur dulu ya, kalian lanjut mengobrol" oma melenggang pergi ke dapur.

"Kalian lagi ngomongin apa ?" Tanya Dhiva.
"Nggak ada kok" Jawab Rival.
"Kamu sakit apa?" Tanya Rival

"sakit?" Dhiva kembali bertanya pada Rival.
"Aku tau kok,kalo kamu lagi sakit" jawab Rival santai.
"Aku udah tau semua tentang kamu Dhiv, aku juga tau kalo kamu masih belum bisa menerima aku. Gak papa kok aku bakal nunggu itu. " Ucap Rival sambil tersenyum.

Dhiva hanya termenung.
Cukup lama mereka hanya saling bungkam.
"Yaudah Dhiv, aku pulang dulu ya. Jaga kesehatan kamu. Titip salam buat oma" pamit Rival.

Dhiva pun mengantarkan Rival kedepan.

"Kamu serius suka sama aku?" Ucap Dhiva dan menghentikan langkah Rival. Rival membalikan badan dan menatap manik Dhiva.
"Lebih dari serius" jawab Rival dengan nada yang serius.
"Kamu mau menerima aku apa adanya?" Tanya Dhiva lagi.
"Tentu saja" jawab Rival kemudian mendekat ke arah Dhiva.
"Bahkan bayi yang di kandung kamu pun akan aku terima dengan sepenuh hati" ucap Rival sambil berbisik. Kemudian menatap netra indah Dhiva dengan lekat.
"Kamu janji kan gak bakal ninggalin aku dan calon anak ini? Kamu mau jaga kita berdua kan?" Tanya Dhiva dengan mata berkaca-kaca.

"Aku berjanji untuk semuanya. Jadilah milikku Amaradhiva" ucap Rival tanpa kebohongan.
"Aku akan mencoba mengikuti apa yang om dan tante kamu bilang kemarin " ucapan Dhiva membuat Rival diam seribu bahasa. Antara senang dan bingung.
"Tapi aku gak mau kamu melakukan ini karena terpaksa. Aku ingin kamu mencintaiku dengan sendirinya." Ucap Rival.

"Aku mengerti itu. Dan ini keputusanku. Aku akan menerima kamu menjadi suami aku dan ayah dari bayi ini"

Sungguh ucapan Dhuva membuat Rival speechless. Ingin rasanya ia berteriak sangking bahagianya. Namun hanya mata yang berkaca-kaca yang dapat menjelaskan betapa  bahagianya dirinya.

I Love You,Capt(Ending)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang