WTK - 05

73 6 0
                                    

Saat ini kantin cukup ramai dan hampir tidak ada bangku yang kosong. Di bangku paling pojok terlihat Tara dan teman-temannya sedang menikmati makan siang, termasuk Johan yang masih marah kepada Jason, mantan sahabatnya. Dulu mereka sangat dekat, tapi karena kejadian di masa lalu, membuat hubungan mereka renggang.

Di sekolah ini disediakan makan siang dengan biaya sekolah cukup besar. Kebanyakan murid yang bersekolah di sini berasal dari keluarga berada, tapi ada juga penerima beasiswa sampai lulus dengan syarat nilai bagus dan tidak boleh turun satu angka, jika itu terjadi, maka mau tidak mau beasiswanya dicabut.

Sejak tadi, Hani tidak menyentuh makanannya sama sekali. Ia masih kepikiran perkataan Manda jika temannya itu saksi pembunuhan yang terjadi dengan Monna. Perempuan berponi itu terlihat takut ketika mendengar cerita Manda tadi pagi. Namun, lamunannya buyar ketika Levan menepuk bahunya, membuat Hani menoleh ke samping. Levan anaknya peka dengan sekitar, jadi ia tahu dari tadi Hani hanya diam saja.

"Han, kenapa? Ada yang kamu pikirin?" tanya Levan merapikan poni Hani.

"Ah, aku nggak papa. Aku ke kamar mandi dulu, ya," jawab Hani berdiri dari bangku.

"Tapi makanan kamu belum habis." Levan menunjuk nampan Hani yang masih ada setengah makanannya. Tidak biasanya Hani tidak menghabiskan makanannya.

Hani menghela napasnya. "Aku udah kenyang, Van. Tadi pagi aku udah sarapan, kok. Aku—"

Brak!

Semua orang menolehkan kepala ke sumber suara. Tak lama terdengar suara teriakan salah satu murid, membuat Tara langsung pergi ke lokasi kejadian. Firasat Tara kali ini buruk. Levan dan teman-temannya menyusul Tara, juga berpikir hal yang sama dengan lelaki itu, terutama Levan. Levan yang mengerti tentang Tara karena lelaki itu teman masa kecil Tara dan orang tua mereka berteman.

Tara menghentikan langkah, terkejut melihat seorang perempuan tergeletak tidak berdaya di lapangan dengan kondisi jauh dari kata baik. Seragam yang semula putih, kini berubah menjadi merah, kepala berdarah. Tara berjalan pelan ke lokasi itu, tidak lupa ia memakai sarung tangan yang selalu ia bawa.

Tara berjongkok di depan mayat, menyentuh bahu perempuan bernama Yena Ia mengetahui nama korban dari name tag juga teman SMP Tara. Ia memejamkan mata, memeriksa apa yang terjadi dengan Yena. Ia mendapatkan vision alasan murid itu meninggal.

Tara terduduk lemas setelah mengetahui alasan Yena dibunuh. Beruntung saja ada Levan yang menahan tubuh Tara agar tidak oleng. Keringat dingin membasahi dahinya. Ia tidak menyangka jika Yena dibunuh karena perempuan itu mengetahui rahasia pelaku. Pelaku tidak terima dan memilih menghabisi nyawa Yena dengan menikam perutnya, memukul kepala, juga disiksa hingga tewas. Tara tidak mengetahui siapa pelaku karena pelaku hanya terlihat dari samping.

"Minggir! Polisi mau lewat!" tegas seorang lelaki, membuat semua orang minggir ke tepi.

Yohan, lelaki itu menghampiri Tara dan Levan yang berdiri tidak jauh dari tempat korban ditemukan. "Van, lo bawa Tara ke UKS biar dia istirahat. Wajah Tara terlihat pucat," perintahnya kepada Levan.

Levan menganggukkan kepalanya, kemudian ia membantu Tara ke UKS untuk istirahat. Memang benar, wajah Tara pucat setelah mendapatkan vision itu, cukup menguras tenaga. Levan akui itu karena dia percaya dengan kemampuan sahabatnya ini.

"Bangsat!" pekik seorang lelaki ketika tidak sengaja melihay siluet seseorang yang ia kenal ada di rooftop. Tanpa pikir panjang, ia berlari ke rooftop untuk menemui orang itu.

"Lo mau ke mana, Han?!" teriak Maura yang berdiri dari samping lelaki itu.

Tbc

[✔️] Who's The Killer? | Sunghoon - WonyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang