WTK - 11

54 5 26
                                    

"Kak, gue izin pergi ke minimarket depan," ucap Manda yang menggunakan kaos putih oblong dan celana selutut.

Yohan menutup laptopnya setelah menyimpan file laporan OSIS, kemudian ia mendongakkan ke depan sembari membenarkan kaca matanya.

"Mau gue anterin, nggak?" tanya Yohan merapikan rambut adiknya yang agak berantakan.

"Nggak usah, Kak. Lagian minimarketnya nggak jauh dari rumah, hanya lima menit. Gue tau Kakak khawatir sama gue, tapi gue bisa jaga diri gue sendiri," jawab Manda menangkup wajah tampan sang kakak.

Manda tahu jika Yohan sangat khawatir dengan dirinya, apalagi ia habis diteror oleh pelaku. Manda tidak ingin merepotkan orang lain. Prinsipnya, selagi Manda bisa melakukannya sendiri, ia bakal melakukan hal itu sendirian. Manda juga tahu sang kakak sayang kepadanya, tapi ia tidak selalu bergantung dengan keluarganya.

"Yakin? Gue khawatir sama lo. Takut pelaku nyerang lo. Lo itu adik gue satu-satunya." Yohan tetap khawatir dengan sang adik, walau ia tahu jika Manda bisa beladiri, tapi hal itu tidak memungkinkan jika pelaku akan menyerangnya, ketika ia lengah.

"Gue yakin, Kak. Kakak nggak usah khawatir sama gue. Gue keluar cuma bentar, kok."

Yohan menghela napasnya, ia tidak bisa membantah keras kepalanya sang adik. "Oke, Kakak izinin lo pergi. Lo harus cepet pulang."

Manda mencium pipi sang kakak. "Siap, Kak. Gue pergi dulu."

Setelah Manda pergi, Yohan menyandarkan punggungnya ke sofa. Yohan masih khawatir jika pelaku datang dan Manda bakal jadi sasaran. Mengenai ayah mereka, beliau sedang berpegian ke luar kota selama satu minggu, karena urusan pekerjaan. Lelaki yang hanya menggunakan kaos lengan pendek putih dan celana training, berharap sang adik tidak kenapa-napa, dan pulang dengan selamat. Yohan beranjak dari sofa, melangkahkan kaki ke dapur untuk mengambil air dingin.

***

"Totalnya seratus ribu rupiah, ya, Kak," ujar kasir perempuan berambut sebahu, menggunakan seragam minimarket.

Manda memberikan selembar uang seratus ke kasir, setelah belanjaannya dihitung. Manda membeli milo dingin, coffe untuk sang kakak karena Yohan memang menyukai kopi, beberapa camilan kering untuk stok di rumah. Manda mengucapkan terima kasih ke kasir, lalu ia melangkahkan kaki keluar dari minimarket. Sebelum pulang, Manda mengecek terlebih dulu belanjaannya.

"Oke, saatnya pulang," gumam Manda.

Manda berjalan meninggalkan minimarket. Udara malam ini cukup dingin dan suasana agak sepi, tapi itu tidak masalah bagi Manda. Manda memilih melewati jalan pintas di samping minimarket, agar cepat sampai di rumah. Manda tidak ingin membuat sang kakak menunggunya dan khawatir terhadapnya. Manda beruntung bisa memiliki kakak yang sayang dengannya, begitu juga teman yang lain.

Namun, Manda menghentikan langkah ketika mendengar suara langkah kaki di belakangnya, walau agak jauh sedikit. Tangan Manda gemetar, ia berusaha tetap tenang, dan kembali melangkahkan kakinya. Sungguh, ia takut jika itu pelaku yang akan membunuhnya. Manda mempercepat jalannya, tapi orang itu juga mempercepat langkah kakinya.

"Sial," gumam Manda, kemudian berlari memasuki gang sempit agar cepat sampai di rumah.

Manda terus berlari, walau orang itu terus mengejarnya. Manda hendak mengambil ponsel di kantong celananya, tapi ia baru sadar jika Manda tidak membawa ponsel. Manda merutuki dirinya sendiri dan berharap ada pertolongan yang datang. Namun, jalanan cukup sepi, dan tidak ada orang lewat sama sekali.

"Lo nggak bisa lari dari gue, Manda Isabella!" teriak orang itu.

Deg!

Manda seperti mengenal suara itu, tapi ia lupa. Manda agak melirik ke belakang, terlihat seseorang yang berpakaian serba hitam, juga tidak lupa maskernya. Manda terus berlari, walau harus jauh menuju ke jalan raya. Sungguh, Manda takut dan berharap ada yang datang. Manda terus berdo'a agar dirinya bisa selamat.

Sret!

Seseorang menarik lengan Manda dan membawanya ke belakang tong sampah. Manda takut dan ingin berteriak, tapi ia mendengar suara familiar. Manda menoleh ke samping dan ia bisa bernapas lega, karena orang yang menarik lengannya adalah Yohan.

"Sial! Ke mana dia pergi?!" tanya orang berpakain serba hitam kepada dirinya sendiri.

Orang itu tidak menyerah untuk mencari Manda, saksi pembunuhan itu. Setelah derap langkah kakinya sudah jauh, Yohan dan Manda keluar dari tempat persembunyian. Manda bisa bernapas lega, karena orang itu sudah pergi.

"Kakak, kenapa ada di sini?" tanya Manda menatap wajah sang kakak.

Yohan menyeka keringat di kening adiknya. "Gue khawatir sama lo. Gue ikutin lo sampai ke minimarket. Dan benar dugaan gue kalau pelaku mengincar lo. Gue takut kehilangan lo, Dek."

Manda memeluk sang kakak. "Maaf, udah buat Kakak khawatir. Gue nggak mau ngrepotin Kakak dan Tara. Gue takut kalau hidup gue berakhir malam ini. Andaikan Kakak nggak datang, gue nggak tau gimana nasib gue."

Yohan mengurai pelukannya, mengelus pipi sang adik. "Udah, ya. Lebih kita pulang aja. Udah malam, besok kita masih sekolah."

"Iya, Kak."

Yohan dan Manda berjalan ke rumahnya melewati gang sempit tadi. Tanpa mereka sadari, ternyata sedari tadi pelaku belum pergi. Pelaku bersembunyi dibalik dinding dekat tong sampah. Pelaku tersenyum miring melihat kepergian kakak beradik itu.

"Gue bakal bunuh kalian," gumam pelaku, kemudian pergi dari tempat itu.

Setiba di rumah, Yohan mengantarkan Manda ke kamarnya, untuk istirahat. Tidak lupa, ia menutup pintu rumahnya. Yohan masih penasaran siapa dalang dibalik kejaadian ini. Yohan berharap semoga pelaku cepat ketemu dan mempertanggungjawabkan perbuatannya, yang merugikan semua orang.

"Good night, Manda." Yohan menyelimuti sang adik hingga sebatas dada, lalu mengecup kening Manda.

"Good night, too."

Yohan keluar dari kamar adiknya, kemudian masuk ke kamarnya. Yohan kembali membuka laptop, mengerjakan laporan OSIS yang belum selesai.

***

"Sampai kapan lo ngelakuin hal ini? Gue mohon berhenti ..." lirih seseorang kepada orang di depannya.

Orang yang diajak berbicara, mengalihkan pandangannya ke orang yang mengajaknya berbicara. Raut wajahnya terlihat marah. "Gue nggak berhenti bunuh orang. Mereka pantas mati. Lo lupa sama kejadian yang menimpa gue? Gue sakit hati sama mereka."

"Iya, gue inget itu, tapi nggak harus bunuh mereka. Sekarang, lo ngincer saksi itu. Gue tau, gimana perasaan lo." Ia menatap wajah orang yang diajaknya berbicara. "Sebelum hidup lo hancur, gue ingin lo berhenti."

"Nggak! Gue nggak akan berhenti. Bukan dia aja yang jadi inceran gue, tapi orang terdekatnya, terutama Tara. Tara punya kemampuan bisa melihat masa lalu dengan menyentuh benda atau orang. Gue nggak mau dia tau perbuatan gue!" Ia mengambil napasnya. "Dia itu berbahaya. Lo harus dukung gue, karena gue percaya sama lo."

"Oke, terserah lo. Yang penting, gue udah ingetin lo. Lebih baik lo segera tidur."

"Lo jadi nginep, 'kan, di rumah gue?"

"Ya, gue nginep di sini."

"Oke. Gue ke kamar dulu."

Orang itu meninggalkan ruang keluarga, kemudian pergi ke kamarnya di lantai satu, dekat dengan dapur.

Gue harap lo cepet sadar. Batin orang yang mengajaknya berbicara tadi.

Tbc

[✔️] Who's The Killer? | Sunghoon - WonyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang