WTK - 03

112 9 0
                                    

Tara merebahkan tubuh di sofa rumahnya. Tidak lupa, ia melepas jaket biru tua—pemberian dari Manda. Kini, ia hanya menyisakan kaos putih lengan pendek dan celana jeans panjang. Ia masih shock dengan vision yang dirinya lihat ketika menyentuh korban. Wajah pelaku terlihat samar, tapi Tara merasa pernah mengenali jaket yang digunakan pelaku.

Tara menatap bingkai foto di meja, itu foto keluarganya sebelum ibunya, Gea meninggal karena kecelakaan. Tara masih ingat betul bagaimana kecelakaan yang menimpa Gea dan dirinya beberapa tahun yang lalu. Semenjak Gea meninggal, Tara mendapatkan kemampuan bisa melihat masa lalu hanya dengan menyentuh orang atau benda. Tara sendiri belum bisa mengendalikan kemampuannya.

Mengenai kemampuan psikometri, kemampuan ini merupakan bentuk kemampuan psikis yang agak berbeda dengan kemampuan psikis lainnya, terutama kemampuan melihat objek dengan memanfaatkan suatu benda tertentu. Beberapa orang dapat "melihat" menggunakan bola kristal, kaca hitam atau bahkan permukaan air. Tapi orang yang memiliki kemampuan psikometri, mendapatkan visi yang luar biasa ini hanya dengan melalui sentuhan kapan pun dan dimana pun.

"Bunda, apa aku bisa kendalikan kemampuan ini?" gumam Tara menatap bingkai foto keluarganya. Tara merindukan sosok ibunya yang sudah meninggalkan dirinya sejak beberapa tahun yang lalu.

Tara berdiri dari sofa, memutuskan pergi ke kamar karena besok, ia masih sekolah. Ia mengambil jaket, kemudian melangkahkan kaki ke lantai dua—tempat kamarnya berada. Tubuhnya sangat lelah setelah menyentuh korban dan mendapatkan vision. Sebenarnya ia tersiksa dengan kemampuan ini, tapi ia terpaksa menerima—mungkin kemampuan ini adalah kelebihan yang Tuhan berikan kepadanya agar bisa membantu orang lain. Namun, tidak semua orang percaya dengan kemampuannya karena kebanyakan mereka lebih menyukai bukti konkret, bukan bukti dari hasil vision seseorang.

°°°

Manda menatap pantulan dirinya di cermin. Ia merapikan dasi kupu-kupu, seragam putih abu-abu dengan rambut dikuncir satu ke belakang. Setelah siap, Manda memasukkan ponsel dan buku yang ada di meja ke dalam tas. Manda membawa tasnya ke punggung, kemudian berjalan keluar dari kamar. Tidak lupa, Manda menutup pintu karena sudah menjadi kebiasaannya.

Manda menuruni anak tangga dan hal yang pertama ia lihat adalah sosok Melvin—sang ayah dan Yohan—kakak tirinya sedang menunggu dirinya datang karena sudah menjadi kebiasaan keluarga mereka selalu menunggu keluarga kumpul ketika makan. Mengenai kejadian semalam, Manda sudah menceritakan apa yang ia lihat tentang pembunuhan Monna. Tentu saja, hal itu membuat Yohan dan Melvin terkejut. Mereka takut kalau Manda akan jadi target selanjutnya jika pelaku tidak sengaja melihat Manda. Namun, Manda berusaha meyakinkan mereka agar tidak khawatir.

"Pagi, Ayah. Pagi, Kak Yohan!" sapa Manda, kemudian menarik kursi di samping sang kakak.

"Pagi juga, Nak. Gimana keadaan kamu? Udah mendingan?" tanya Melvin terlihat khawatir dan masih teringat perkataan Manda semalam, begitu juga dengan Yohan. Walau Yohan hanya kakak tiri, tapi ia sudah menganggap Manda sebagai adik kandungnya sendiri.

"Udah mendingan, kok, Yah. Ayah nggak usah khawatir sama aku," jawab Manda peka dengan kekhawatiran sang ayah, terlihat dari raut wajahnya.

"Lo yakin mau masuk sekolah? Nggak mau izin?" tanya Yohan.

"Yakin, Kak. Lo nggak usah khawatir sama gue. Ya udah yuk, kita sarapan aja."

Melvin dan keluarganya sarapan bersama dengan menu nasi goreng dan telor mata sapi—buatan Yohan. Yohan ini pintar memasak dan hasilnya selalu enak, bumbu juga tepat.

Sepuluh menit, mereka selesai sarapan. Manda membawa piring kotor ke dapur, lalu mencucinya. Sifat Manda sama dengan mendiang ibunya, menyukai kebersihan. Dapur selalu bersih dan rapi, juga sampah rutin dibuang. Berdebu sedikit saja, Manda langsung membersihkan.

"Ayah, Kak Yohan, aku berangkat sekolah dulu, ya. Tara udah di depan," pamit Manda menyalami tangan Melvin.

Manda melangkahkan kaki keluar dari rumah dengan diikuti oleh sang kakak. Melvin pergi ke kamar untuk bersiap berangkat ke kantor. Benar saja, sudah ada Tara di depan. Tara memakai jaket hitam, seragam putih abu-abu, rambut hitam pekat dan rapi—menambah kadar ketampanannya. Siapa yang tidak suka dengan Tara, cowok pintar dan selalu mendapatkan ranking pertama satu angkatan. Banyak perempuan yang mengincar kekasihnya, tapi Tara memilih Manda.

Tara memberikan helm bogo coklat kepada Manda. Helm ini, ia sengaja bawa khusus untuk sang kekasih. Tara terlalu bucin dengan Manda dan berusaha membuat Manda nyaman. Tara membantu Manda naik ke motor ninja berwarna hijau.

"Titip adik gue, ya. Jangan sampai dia terluka," pesan Yohan dengan nada dingin sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada, di pergelangan tangan kirinya terlihat arloji putih.

"Lo nggak usah khawatir, Kak. Gue bakal jagain Manda, apalagi setelah Manda melihat kejadian itu. Ya udah, gue dan Manda berangkat dulu."

"Ya. Hati-hati di jalan," pesan Yohan.

Tara mengacungkan jempol, kemudian menyalakan mesin motor, dan meninggalkan pekarangan rumah sang kekasih. Johan memperhatikan kepergian mereka hingga tidak terlihat di pandangannya.

"Gue yakin lo bisa jaga adik gue, Tara," gumam Yohan sebelum masuk ke rumah untuk bersiap pergi ke sekolahnya.

Tbc

[✔️] Who's The Killer? | Sunghoon - WonyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang