🌻 Sahabat Masa Kecil 🌻

294 22 0
                                    

Langit jingga sore ini menyilaukan mata Sabo, si lelaki bersurai blonde dengan mata bulat. Dirinya kini tengah duduk-duduk di tepi waduk yang belum lama dibangun dekat kampung halamannya.

Tatapan matanya terus bergerak ke sana kemari mengikuti langkah Luffy, anak tetangga sebelah yang sudah dia anggap adiknya sendiri itu, yang berlarian untuk mengejar anjing milik entah siapa.

Sabo tidak berkomentar apapun pada tingkah bocah 19 tahun itu. Karena meski sudah bukan anak-anak lagi, Luffy memang dari dulu hiperaktif.

Di samping Sabo, duduk seorang lain. Dia adalah Ace, anak tetangga juga, tapi Ace seumuran dengan Sabo. Mereka sekarang 22 tahun. Sama-sama baru saja lulus kuliah dan kini sedang pulang kampung sebentar, sebelum mereka sibuk lagi mencari kerja dan kembali meninggalkan kampung halaman.

Ace sendiri hanya diam saja sedari tadi, sesekali dia memang tertawa keras saat Luffy terjatuh atau malah balik dikejar anjing yang dia ganggu, tapi Ace tidak mengajak Sabo bicara.

Perasaan ini jelas mengganggu Sabo, terlebih karena mereka sudah berteman sejak lahir. Mungkin istilah sahabat jauh lebih tepat untuk menggambarkan hubungan mereka, kadang kala Ace juga bilang kalo mereka bertiga sudah seperti saudara, tapi apa iya begini cara Ace memperlakukannya?

Sabo menggaruk tengkuknya, bingung dengan kecanggungan yang ada. Sejak sekolah dasar sampai SMA, mereka sangat akrab. Terlalu akrab malah sampai tidak ada satupun perempuan yang berani mendekati salah satu dari mereka, saking lengketnya hubungan yang sudah dibentuk.

Sabo dulu dengar dari Luffy kalau banyak yang tidak mau memacari Ace maupun Sabo karena tidak mau jadi obat nyamuk di antara keduanya. Meski sudah jadi pacar, tetap saja Ace akan selalu mempriotitaskan Sabo, dan sebaliknya. Pacar hanyalah second choice, begitu kata mereka.

Sabo tertawa mendengarnya, padahal dia sendiri memang yang tidak mau pacar-pacaran saat masih sekolah. Rugi rasanya kalau masa-masa indah untuk belajar dengan ambisius malah dihabiskan untuk drama percintaan yang ujungnya patah hati. Sabo menolak itu, dia lebih memilih berusaha mati-matian masuk perguruan tinggi favorit.

"Ah, benar juga." Sabo menggumam, ia tiba-tiba teringat kali terakhir dirinya berkomunikasi lancar dengan Ace.

Mendengar Sabo yang tiba-tiba bicara sendiri, Ace mengalihkan pandangannya. "Kenapa, Sab?"

"Oh, bukan apa-apa."

Ingatan Sabo bergulir, tepat di hari kelulusannya dulu. Kala itu dia dan Ace ribut besar. Tidak pernah dalam sejarah persahabatan mereka, ada kegaduhan seperti itu, sampai-sampai Luffy menangis melihatnya.

"Ace," panggil Sabo lirih.

"Hm?"

"Kamu udah tahu mau nyari kerja ke mana? Bareng yuk,"

Ace mengangkat sebelah alisnya. "Boleh. Tapi emangnya minat kita sama? Kamu pasti punya pilihan sendiri ya kan, Sab?"

Nah kan, Ace masih mengingatnya. Ace masih marah pada Sabo karena hal itu. Sabo jadi bingung harus menjawab apa. Mau minta maaf pun, apakah belum terlambat? Apakah masih termaafkan?

Dulu itu, Sabo dan Ace berjanji untuk mendaftar ke kampus yang sama, yakni kampus yang jaraknya hanya satu jam saja dari rumah. Jadi, mereka bisa rutin pulang kampung seminggu sekali dan main dengan Luffy. Inginnya sih Luffy juga diajak mendaftar ke kampus yang sama kalau sudah lulus nanti.

Tapi, Sabo melanggar janjinya. Dia mendaftar kuliah lebih awal dari Ace. Dia ingin tahu seberapa batas kemampuannya, dan apakah hasil belajar kerasnya selama ini bekerja dengan baik.

Dan, Sabo pun diterima di kampus besar yang jaraknya kurang lebih 7 jam dari rumah. Kampus terkenal di ibukota.

Mana mungkin Ace tidak sakit hati dengan keputusan sepihak Sabo saat itu? Kalau posisinya dibalik, Sabo juga pasti akan mendiamkan Ace.

Story of Us • AceSaboTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang