💐 Your Wedding 💐

36 13 3
                                    

Penerangan jalan yang gemerlapan, lampu kendaraan dari arah berlawanan yang menyilaukan, dan hati yang rapuh.

Ace tidak tahu mengapa ia ada di sini sekarang, mengendarai mobilnya sendiri sambil setengah melamun. Pikirannya dipenuhi pertanyaan mengapa hubungannya dengan Sabo harus berakhir.

Hubungan itu sudah mereka jalin semenjak sma. Dari yang awalnya Ace mengejar cinta Sabo, penolakan sudah jadi makanan sehari-hari saat satu tahun awal ia mengenal Sabo, dan berakhir Sabo jatuh ke dalam pelukannya.

Ace kira ia sudah berjuang keras selama ini. Tak pernah satu kalipun ia menyia-nyiakan hubungan mereka, mengingat betapa susahnya perjuangan dirinya mendapatkan hati si laki-laki istimewa itu.

Tapi kini, saat kenyataannya ia tengah berkendara menuju lokasi pernikahan cinta matinya itu, Ace tidak kuasa menahan pilu.

Dadanya sakit, kepalanya pusing, rasanya hidupnya berputar 180° ke titik paling hancurnya sendiri. Wajah indah itu tidak akan pernah bisa ia kagumi lagi selamanya.

Anehnya, Ace tidak bisa mengingat atas alasan apa mereka berdua bisa berpisah, padahal seingatnya cinta mereka sedang begitu membara.

Pertengkaran mungkin adalah jawabannya. Tapi kenapa? Ace sangat menyayangi laki-laki itu, dia bahkan tidak pernah marah meski Sabo lebih sering diam daripada menunjukkan cintanya secara berlebihan seperti Ace, karena Ace tahu Sabo tidak perlu mengumbar kata cinta hanya untuk menunjukkan perasaannya sendiri.

Ace tahu Sabo juga mencintainya.

Tapi tetap saja, karena semuanya sudah berakhir sekarang, Ace jadi bisa menyimpulkan bahwa semua usaha kerasnya itu tidak cukup untuk menyatukan dua hati yang saling berbagi kasih.

Seakan takdir mendorong keduanya untuk saling menjauh. Takdir tidak pernah ada untuk hubungan mereka.

Ace segera memarkirkan mobilnya ketika ia sampai di lokasi pernikahan Sabo. Sesak napas menyerangnya sejenak, namun ia tetap memaksakan diri untuk melangkah masuk.

Ace tahu dia gila. Marco, Yamato, dan teman-temannya yang lain sudah memperingatkan untuk tidak datang agar ia tidak terluka.

Tapi apa yang bisa Ace lakukan? Sabo mengundangnya. Tentu saja Ace harus hadir, karena ia tidak ingin Sabo menganggapnya menyimpan dendam padanya. Padahal Sabo sendiri mungkin sudah berdamai dengan masa lalunya, masa-masa indah bersama Ace di dalamnya.

Ace harus tersenyum lebar, selebar senyum Sabo di atas altar nanti bersama wanita idamannya yang berbalutkan gaun putih cantik, siap mengucapkan ikrar cinta sehidup semati.

Lama waktu berselang untuk banyak tamu undangan sepertinya duduk-duduk sembari mengobrol. Ace? Dia diam saja. Wajahnya memucat, seiring dengan perutnya yang terasa mual.

Beginikah rasanya patah hati? Bahkan melihat makanan dan minuman mewah tidak menggugah seleranya sama sekali. Rasanya ia seperti sedang berada di ujung tebing. Jika ada rusa yang menemukannya, maka ia siap diseruduk hingga jatuh ke dasar jurang.

Tepuk tangan meriah tiba-tiba saja memenuhi ruangan ini, membuat Ace tersadar bahwa acara inti akan segera dimulai. Maka dari itu, ketika si mempelai pria mulai diminta untuk memasuki ruangan, Ace sebisa mungkin menegakkan tubuhnya.

Sialan, rasanya masih menyakitkan. Ace tahu ini konyol. Menurutnya, jika dia tidak datang ke sini, maka ia akan kehilangan kesempatan bertemu Sabo untuk terakhir kalinya, karena setelah ini Sabo akan pergi sejauh mungkin dari hidupnya.

Tapi mengapa ketika ia sudah berbesar hati, air mata turun begitu saja tanpa permisi. Lebih parahnya, itu terjadi saat Sabo menggandeng mempelai wanitanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Story of Us • AceSaboTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang