Pot Bunga dan Kebaikannya

46 6 0
                                    


⋆˚࿔ Tinta Pertama Untuknya 𝜗𝜚˚⋆

Assalamu'alaikum! Hallo guys, selamat datang di cerita pertama Bblueuphoria. Saya selaku author sangat berterimakasih kalian ingin membaca cerita ini! Harap-harap para pembaca bisa menikmati dan menyukainya!

Jangan lupa bantu vote dan comments sebagai penyemangat author 💌
Selamat membaca!

Jangan lupa bantu vote dan comments sebagai penyemangat author 💌Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🪐🪐🪐🪐🪐

Pepatah mengatakan; Memahami orang lain adalah kebijaksanaan, memahami diri sendiri adalah pencerahan. Kalimat tersebut menjadi dorongan atas apa yang tengah ia lakukan sekarang. Berdiam diri dan melepas semua tekanannya. Sangat menenangkan meskipun di hadapan gadis itu terdapat banyak anak kecil bermain bola. Namun tak apa, mereka lucu.

Bagaskara perlahan tertidur, dalam hitungan menit bulan bersedia menggantikannya. Pemudi bersurai hitam panjang memutuskan untuk pulang.

Senandung pelan nya menjadi peneman setiap langkah. Gadis cantik itu mengamati setiap pijakan seraya tersenyum seolah bangga akan dirinya masih bisa melangkah maju dikala jejak-jejak kakinya meninggalkan luka.

Andhira Putri Batari atau kerap di panggil Aira, menyukai irama langkah kakinya.

Aira sampai di halaman depan rumah. Bangunan minimalis dan terasa kosong tersebut merupakan saksi hidupnya. Semuanya terkunci di dalam. Sebuah siluet dua orang dari jendela dapat Aira lihat jika terjadi perdebatan di sana. Mendengar suara bentakan menjadi bukti atas dugaan.

"Anak gak ada untung!"

"Terserah ayah!"

5 menit raga itu tak bergerak kemanapun. Senantiasa bak penonton tak dibayar. Melihat dan menyimak pertengkaran antara Ayah dan Kakaknya. Jelas Aira tidak nyaman sekedar menonton namun ia juga sudah terlalu lelah untuk kabur.

"Mau kemana kamu, Abim?!"

"Kemana pun asal bukan di tempat ini!"

Pintu bernuansa coklat terbuka kasar, memunculkan perawakan Kakaknya—Abimanyu Putra
Batara—jalan tergesa-gesa dengan raut muka keras menahan marah. Sosok Aira dilewati begitu saja seakan dia adalah udara hampa.

Tidak ingin pula keberadaannya di anggap, toh tak ada untungnya. Merasa sudah lelah berdiri, Aira pun masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya. Ia terus berjalan tanpa melirik sang Ayah yang duduk di sofa dengan dikelilingi aura kemarahan.

"Aira, baru pulang kamu?"

Petaka. Itu bukanlah pertanyaan, melainkan pertanda Aira akan menjadi target pelampiasan emosi Tama selanjutnya.

Tinta Pertama Untuknya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang