Alun-alun Yogyakarta

28 4 0
                                    


⋆˚࿔ Tinta Pertama Untuknya 𝜗𝜚˚⋆

Assalamu'alaikum! Hallo guys, selamat datang di cerita pertama Bblueuphoria. Saya selaku author sangat berterimakasih kalian ingin membaca cerita ini! Harap-harap para pembaca bisa menikmati dan menyukainya!

Jangan lupa bantu vote dan comments sebagai penyemangat author 💌
Selamat membaca!

Jangan lupa bantu vote dan comments sebagai penyemangat author 💌Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🪐🪐🪐🪐🪐

Bayu kebingungan tatkala Adipa tergesa-gesa memasukan buku-buku nya ke dalam tas di saat bel pulang sekolah berbunyi. Bayu akan bertanya setelah guru mengajar keluar tetapi teman barunya itu sudah melarikan diri.

Bergegas menghampiri Aira rupanya.

"Aya naon?" Lulana bertanya judes melihat Adipa berada di depan meja nya.

(Ada apa?)

"Kenapa sinis gitu?" Adipa masih penasaran kenapa Lulana selalu tak bersahabat dengannya. Apa salahnya?

"Bisa-bisanya masih tanya kenapa, sabodo teuing mah!"

(Bodo amat)

"Teman lo kenapa, sih, Ra? Aneh banget."

Aira hanya bisa menahan tawa ketika ekspresi Lulana dibuat sangat judes. Tak pernah Aira melihatnya seperti itu.

"Ra, mau pulang bareng?" Tawar Adipa.

Hari ini Adipa sengaja membawa motor karena berencana mengajak Aira menghayati sarayu di Yogyakarta agar kesedihan gadis itu dapat teralihkan.

"Ehh nggak-nggak! Nggak boleh!" Belum sempat Aira berkata, Lulana sudah mendahuluinya sambil menutupi tubuh Aira dari balik punggungnya, "jangan mau, Ra."

"Gue ngajak Aira, bukan ngajak lo," protes Adipa lama-lama jengkel dengan Lulana.

"Maneh teh saha? Aing temen nya Aira, sudah pasti aku nggak mau sahabat ku di bawa sama orang seperti kamu ini." Lulana menunjuk tepat pangkal hidung Adipa.

(Kamu tuh siapa)

"Emang Adipa kenapa?" Tanya Aira.

"Ih! Jangan sembunyiin dari aku, ya. Kamu habis dibuat nangis 'kan sama dia? Iya kan?"

Bola mata Aira dan Adipa kompak membelak atas tuduhan tersebut. Anak-anak kelas yang belum memutuskan untuk pulang menikmati drama antar tiga insan itu. Aira melirik sekitar ruangan, banyak pasang mata memperhatikan mereka. Ia pun mencubit perut Lulana.

"Aduh! Kok aku di cubit sih?"

"Habis kamu ngomong nya keras-keras," gerutu Aira.

"Tapi benar 'kan Adipa buat kamu nangis? Aku bisa lihat dari mata kamu." Lulana kembali menatap sinis pada Adipa yang menunjukkan raut datarnya, laki-laki itu sudah jengah meladeni Lulana hampir sama seperti Bayu.

Tinta Pertama Untuknya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang