06 :: Menantu

443 103 9
                                    

Hari wisuda Taeyong datang. Seperti biasa, ruang auditorium dijejali berbagai jenis manusia. Selain hari raya, seluruh keluarga orang-orang mungkin akan kumpul lengkap di acara ini.

Jisoo diam-diam menunggu di depan audit, duduk sambil memeluk sebuah buket bunga beserta uang merah. Undangan untuk masuk ke ruangan audit cuma dua orang permahasiswa, jadi sebenarnya keluarga besar Taeyong pun nggak masuk semua. Selain itu, Jisoo sendiri merasa sumpek kalau harus berada di dalam.

Kali ini dia memakai gaun merah muda selutut, ada renda yang membalut bahunya. Yah, gaun ini cantik, harganya saja belasan juta. Dia nggak ngerti kenapa Taeyong sepertinya dendam kesumat sama keluarga besarnya sampai berani merogoh kocek besar begini.

Sebelum berpisah tadi pagi, Jisoo dibriefing Taeyong untuk melakukan, (1) kalau dijulitin keluarganya, Jisoo harus balas julitin, (2) jangan takut buat julitin balik, (3) jangan mau kalah sama tante-tante, (4) kalau memungkinkan jambak rambut mereka yang bikin Jisoo sakit hati. Tapi, aturan yang keempat agaknya sedikit sinting dan jelas mengeluarkan sirine berbahaya. Mau ditaruh di mana muka Jisoo kalau dia sampai melakukan kekerasan fisik? Kenapa nggak Taeyong aja sih yang ngelakuin itu semua?

Selama ini kan Taeyong kalau ngeroasting nggak tanggung-tanggung. Bukannya hal-hal yang Jisoo sebutkan barusan itu mudah untuk pria itu?

Suara riuh manusia membuat Jisoo mengangkat kepala. Refleks Jisoo merapikan rambutnya yang hari ini dia curly. Make-up Jisoo juga on-point. Dia tampil cantik persis bak model-model di televisi. Sepatu hak tujuh senti warna putih yang Taeyong belikan juga Jisoo kenakan dengan rapi. Kalung, hairpins, dan cincin couple mereka juga terpajang apik. Kalau orang melihatnya sekarang, mungkin Jisoo akan dianggap seperti keturunan konglomerat atau keluarga sendok emas, paling jelek mungkin dia akan dianggap sebagai simpanan gadun saja.

Begitu dia melihat Taeyong keluar dari ruang audit, Jisoo buru-buru menghampiri cowok itu. Dia sudah tahu apa yang akan dia lakukan, Taeyong juga sudah mengizinkannya. Oleh karena itu, Jisoo memeluk tubuh Taeyong sambil mengukir senyum ceria.

"Happy gradu, Sayang."

Taeyong menyambut pelukannya dengan merengkuh pinggang Jisoo. Senyuman cowok itu terukir. "Makasih, Sayang. Kamu cantik banget hari ini."

"Karena ini hari spesial? Hehe, I'm trying my best biar kelihatan lebih cantik." Jisoo kemudian menoleh saat Ayah Taeyong di belakang mereka datang menyusul. Jisoo melepas pelukan mereka lalu menyapa sopan, "Halo, Om."

Demi apa Pak Hartigan aslinya lebih cakep begini?? Balik ke jurusan aku, Pak!

Walau hati Jisoo berisik bukan main, Jisoo tetap terlihat tenang.

"Ah, ya, halo." Ayah Taeyong, Hartigan Hadian, mengangguk membalas sapaan Jisoo. Pria paruh baya yang masih terlihat bugar seperti bujang itu mengulas sunggingan ramah. "Kamu ... pacar Taeyong? Saya baru tahu putra saya punya pacar."

"Ayah jangan apa-apain cewek aku." Taeyong menarik pinggang Jisoo untuk mendekat padanya. Dia melirik ayahnya kalem. "Aku pacaran udah lima bulanan. Ayah aja yang nggak pernah peduli sama urusanku."

Hartigan terkekeh kecil. "Ha-ha, maafin Ayah. Siapa namanya?"

Taeyong menoel pipi Jisoo pelan. "Tuh, ditanya ayahku."

Jisoo agak geli sama tingkah cowok ini, tapi buru-buru Jisoo menjawab santun, "Aku Jisoo Fiandari, Om. Salam kenal."

"Oalaa, cantik, ya. Saya Hartigan. Dulu dosen di kampus ini juga."

"Iya, Om! Saya suka tulisan-tulisan——Anda eeh." Jisoo mendadak merapatkan mulut waktu Taeyong mencubit pelan pinggangnya sebagai kode untuk tidak mengatakan hal yang tak perlu. Ish. Sebel. Padahal Jisoo lagi seru-serunya fanmeeting sama penulis favoritnya.

Blessing in Disguise • jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang