04 :: Partner

473 106 5
                                    

Pengalaman paling konyol yang pernah Jisoo rasakan adalah pacaran beda agama. Dia tahu hubungan tersebut kecil kemungkinan bisa survive, tapi tololnya dia malah menerabas begitu saja perbedaan antara dirinya dan sang mantan.

Jisoo tuh Kristen, Sehun Islam. Di awal dia tahu kepercayaan cowok itu, alarm di kepala Jisoo berdengung-degung memberi kode bahaya. Hubungan ini bukan hubungan yang meguntungkan. Tapi apa daya pelet Sehun itu memang mantap luar biasa.

"Mau dibawa ke mana."

Jisoo melirik laki-laki yang barusan bicara dengan ekor mata, agak sinis. Dia sedang di perpus, tetapi kalau cowok jelek di sampingnya mulai membuka mulut begini, pasti Jisoo akan mendapat petaka.

"Mau dibawa ke mana hubungan kita~" Taeyong menyanyi tanpa dosa, mengabaikan Jisoo yang berkutat dengan laptop dan file skripsi. Cowok itu kali ini menyanyikan lagu Armada, yah walau Jisoo akui suaranya memang cukup enak didengar.

Kali ini Jisoo membiarkannya saja.

"Mau dibawa ke mana hubungan kitaaa bila kauuu tak masuk Islam~"

Tangan Jisoo yang sedang mengetik di atas keyboard laptop mendadak berhenti.

Memang liriknya begitu, ya?

"Kumenari-nari, karena bahagia, dia masuk Islam~"

Cowok ini ...

Jisoo kali ini menatapnya terusik.

Lagi main sindir-sindiran pake lagu Peach Goddes, heh?

"Eit, no offense." Taeyong tiba-tiba mengangkat kedua tangan, memberi gesture sok ala GTA yang ketahuan maling.

"Pergi sih sana, Kak," ujar Jisoo mengusir terang-terangan. Jelas dia terganggu. Taeyong sudah menyabotase file incarannya duluan, alhasil mau tak mau dia dipanggil untuk duduk menunggu cowok itu selesai dengan urusannya. Jisoo tidak tahu juga apa benar file yang kali ini dipegang Jisoo dibaca betulan sama cowok itu atau nggak, soalnya beberapa saat yang lalu Taeyong tetep baca di halaman yang sama.

"Gue suka perpustakaan."

"Masih banyak tempat kosong. Pergi sana, jelek."

"Ogah, badan gue betah di sini." Taeyong menyahut kurang ajar, agak bebal. Diberi pelototan atau usiran sarkas seolah tak mempan, telinganya kebal hujatan. "Lo kalau di perpustakaan kelihatan pinternya soalnya."

Kali ini Jisoo mengernyit. "Emangnya aku kelihatan kayak orang bego?"

Taeyong mengangguk tanpa pikir panjang. "Emang, buktinya lo nekat pacaran beda agama yang possibilitynya nggak nyampe sepuluh persen. Kurang bego apa coba?"

Bahas beda agama lagi. Tapi Jisoo bersyukur karena Taeyong sepertinya sudah melupakan insiden celana dalam merah muda tempo lalu.

Jisoo membuang muka, berusaha tak menjawab. Saat ini Taeyong memang lagi caper, entah caper dalam maksud apa. Tiba-tiba saja cowok itu jadi sering menemui Jisoo, entah mengintip di kantin atau bahkan sampai menjegalnya di perpustakaan. Jisoo sedang menerka-nerka, apa dia bakal diseret cowok ini untuk ikut organisasi? Tapi, Taeyong ini semester delapan, eh atau berapa, ya? Katanya cowok ini sedang membantu teman-temannya mengerjakan skripsi, bukannya berarti Taeyong mahasiswa semester akhir? Jisoo lupa juga karena memang selama ini hanya tahu nama sekelibet saja.

"Lo bulan depan nganggur gak?"

Mendengar pertanyaan serius itu, bulu kuduk Jisoo merinding. Dengan kaku Jisoo menoleh pada cowok ini lagi. "Hah?"

Taeyong mendecak, kesal melihat ekspresi melongo cewek di depannya. "Nganggur nggak bulan depan? Jangan hah-hoh-hah-hoh, kayak belut listrik aja lu."

"Kak?" Jisoo masih merinding. "Walau kita seagama, aku nggak mau sama kakak."

"Dih, bocah!" Taeyong mendelik, jadi ikutan merinding, tapi berikutnya dia teringat tujuannya menempeli gadis ini untuk apa. Alhasil Taeyong mengerjap. "Eh, iya ding. Lu mau ga dateng ke wisudaan gua? Bulan depan."

"Hah?"

"Jawab dalam dua detik, gue benci orang lemot."

"Nggak."

"Dih, sombong!" timpal Taeyong tak terima saat Jisoo menjawab secepat kilat hanya untuk mengatakan 'nggak' saja. Melihat ekspresi Jisoo sekarang menatapnya mencemooh, Taeyong nyaris meludah merasa kesal.

"Ya lu siapa Kak sampe gue harus dateng ke wisudaan lu?!"

"SSSHHTT!! Berisik!" Taeyong melirik kanan kirinya, agak panik. "Don't be noise, lagi di perpus."

Gue boleh ngegampar cowok ini nggak, sih? Jengkel, Jisoo cuma bisa menarik napas sambil menipiskan bibir dan merutuk dalam hati.

"Ngapain aku harus dateng ke wisudaan kakak?" Jisoo akhirnya bertanya setelah mengatur napas. Taeyong jadi berbinar menatapnya, merasa mendapat kesempatan.

"Temenin gua poto, temenin gue ngadepin tante-tante dan om gue yang julid itu, dan temenin gue makan bareng sama keluarga besar gua, dua hari ya."

"Kak, quest macam apa itu?" Jisoo terperangah, tak habis pikir. Bukan cuma disuruh foto sambil ngasih buket, tapi disuruh makan bareng keluarga besarnya. Masa langsung ke final boss?! Walau Jisoo belum berpikiran akan menerima tawaran itu, tapi jelas cewek normal manapun kalau ditawari begitu merasa canggung!

"Nggak mau, ah!"

"Nanti lu poto ama bokap gua juga, porotin sekalian dah buku sama jurnal dia." Taeyong memberi penawaran lain. "Nyokap gue dah minggat juga sama lakinya yang baru, lu mau rebut bapak gua juga nggak apa-apa dah."

Tanpa sadar Jisoo menatap Taeyong miris. Kok ironi banget kedengarannya? Semenyeramkan apa memang ketakutan yang cowok ini hadapi sampai bapaknya yang bermartabat itu dikorbankan begini?

"Walau gue nggak kebayang konteks lo jadi ibu tiri gue gimana, tapi gue bakal nyoba nerima dengan lapang dada."

Jisoo mau menolak, tapi melihat tampang serius dan berharap cowok di depannya membuat Jisoo diam sebentar. Sejauh ini Jisoo memang menyukai tulisan ayahnya Taeyong, dia bahkan mengikuti semua blog dan esai-esainya. Ini memang kedengaran fantastis. Dia punya relasi dengan orang penting yang pernah berkontribusi besar di jurusan yang dia ambil.

Tapi ... makan malam sama keluarga besar itu agak ... agak kayak bunuh diri.

Jisoo sekarang ngerti kenapa Taeyong selalu datang nempelin dia, rupanya buat ini. Namun, dari sekian banyaknya perempuan, kenapa harus Jisoo?

"Kenapa harus aku?"

"Karena lu cantik. Jangan mesem-mesem, gini-gini mata gue masih normal." Taeyong mendengkus setelah mengatakan kejujuran tentang wajah Jisoo.

"Mau nggak? Sekalian deh, lu gue izinin main ke perpustakaan bokap gua."

Perpustakaan?

Kok kedengarannya menyenangkan?

"Deal," jawab Jisoo akhirnya.

Taeyong semringah. "Bagus, dari tadi kek. Nanti bulan depan gua kontak lu lagi. Dresscode, akomodasi, semuanya gue yang urus."

"Oke kalo--"

Taeyong buru-buru berdiri lalu menepuk punggung Jisoo dua kali merasa puas. "Bye, gue chat lo awal bulan nanti."

"Kak--!" Jisoo menganga lebar saat Taeyong sekarang sudah melipir pergi meninggalkannya.

Sumpah ... cowok itu benar-benar datang kalau ada maunya!

•••

Blessing in Disguise • jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang