05 :: Shopping

383 101 5
                                    

"Taeyong? Sejauh ini dia orangnya nggak macam-macam, sih. Kenapa lu nanya gituan?" Nino, sepupu jauh Jisoo yang kebetulan kuliah di jurusan yang sama dengannya beda empat semester, kini melirik dia bingung sambil menyedot es teh dalam gelas.

Ya ... bukan kenapa-kenapa, sih, Jisoo nanya gituan. Sebenarnya Sehun juga udah ngasih tahu, tapi kan Sehun itu satu angakatan sama Jisoo—alias Sehun juga nggak tahu-tahu amat perihal kepribadian orang yang ngajak Jisoo jalan ini. Nino satu semester dan pernah satu kelas dengan Taeyong, otomatis lebih tahu tabiatnya.

"Dia itu orangnya loyal, Ji. Di saat dia bisa lulus setengah tahun lebih awal, dia malah sengaja mentokin ke semester delapan, soalnya temen-temennya pada susah lulus."

Jisoo mencibir. "Kenapa ga sekalian nemenin temen-temennya nambah semester?"

"Lo nggak tahu ya bapak dia akademisi juga? Malu lah."

Oh, iya.

Jisoo baru ingat. Maksud hati jadi mahasiswa abadi, apadaya bapaknya dosen makanya ga kesampean. Aneh bin ajaib. Walau penampilannya blangsakan, rambut lumayan gondrong dan baju kucel ga keurus, Jisoo sadar kemampuan cowok itu cukup berguna. Waktu jadi juri kemarin, Taeyong nggak asal memberi markah. Jisoo bahkan ngelihat Taeyong dan dua juri-dosen-lainnya berdiskusi serius dan cowok itu menyumbang pendapat yang masuk akal. Dengan kemampuan intelegensi sebaik itu, kenapa Taeyong kelihatan hidup santai tanpa ambisi?

Entah perasaannya saja, atau orang-orang kelewat cerdas modelan Taeyong ini memang kelihatan nggak ada daya semangat sama sekali. Padahal mungkin kalau mau, cowok itu bisa serakah.

Jisoo berdehem. Dia melirik kantin kampusnya sebentar, takut cowok itu nongol mendadak lagi. Lalu, Jisoo menatap Nino lagi. "Di kelas dia atau di kelas lu nggak ada cewek cantik, ya?"

Nino menyahut segera, "Nggak ada."

"Lah?"

"Ada, tapi udah punya pawang semua. Nih angkatan lu pada atau maba sekarang cakep-cakep. Angkatan gua kebanyakan cowok juga soalnya." Nino menaruh gelas esnya, lalu dia gantian bertanya, "Lo kenapa tumbenan bawel nanya beginian? Ngapain lu? Jangan macem-macem, gue bilangin Aris atau Ceye lu."

"Nggak, dih!" Jisoo mendengkus, "cuma penasaran!"

"Jangan mau sama Taeyong, dah, Ji. Dia nggak bakal bangun meski lo bangunin."

Alis Jisoo terangkat satu. "Apa maksudnya nggak akan bangun meski gue bangunin?"

"Taeyong impoten."

"UHUK!!" Jisoo mendadak keselek ludahnya sendiri, mendadak latah waktu Nino sengaja menyaringkan omongannya barusan mengenai Taeyong. Apesnya, Nino malah tertawa puas, menikmati reaksi Jisoo yang dia anggap lucu.

Jisoo memelototi Nino jengkel. "Mulut lo, Bang!"

"Dah. Gue mau balik. Nebeng gue nggak?" Nino berdiri, selesai dengan mengusili sepupunya ini. Tapi, Jisoo menggeleng.

"Nggak, gue bareng Sehun."

"Weh, gamon."

"Pulang bareng bukan berarti gamon, ya!"

"Nyenyenye."

Jisoo mendecak. Dia diam saja waktu Nino mengacak kepalanya lalu melenggang pergi. Dasar. Gamon apanya.

Dia cuma belum nemu orang baru aja.

"Ya walau gue akui emang belum move on. Mana bisa move on dari cowok modelan Sehun."

"Bisa, kok."

Jisoo mendongak, terkejut ketika pria jangkung datang menghampirinya. Lantas, Jisoo mengerucutkan bibir. Dia lekas berdiri lalu meraih lengan si lelaki, memeluknya dalam gandengan.

Blessing in Disguise • jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang