💋1

1.7K 312 28
                                    

Lisa turun dari motor sport milik Jungkook yang baru saja terparkir di salah satu kawasan apartemen kumuh di pinggiran kota Rothenbelle.

Hari sudah mulai gelap. Mereka berdua lantas memasuki gedung tersebut guna mengemas beberapa barang Lisa yang akan dibawa menuju tempat tinggal Jungkook.

Pemuda itu memperhatikan sekelilingnya. Memasuki lantai satu, ia langsung disuguhkan dengan beberapa meja bar yang membentang di tepian ruang. Suasananya cukup tenang. Jungkook mendapati beberapa pria setengah baya berperut buncit dengan balutan jas mahal, yang sedang ditemani oleh beberapa gadis berpakaian seksi.

Lisa bilang, lantai dua adalah klub. Biasanya anak muda ataupun pria-pria berdompet tipis akan berada di sana, karena perempuan yang dijajakan plus minuman yang tersedia cenderung lebih murah. Di sana juga terdapat lantai dansa dengan gema musik yang agaknya terasa cukup menyenangkan untuk dinikmati kendati mereka tidak membawa banyak uang.

Menurut Jungkook, tempat ini lebih cocok disebut sebagai kerak neraka dibanding gedung apartemen berlantai delapan. Bahkan ketika mereka memasuki lift, Jungkook menemukan sepasang manusia yang tengah berciuman panas tanpa memedulikan keberadaan mereka. Ah, tapi—tidak. memangnya sesuci apa dirinya sampai melabeli tempat ini sebagai kerak neraka?

"Kau sudah lama tinggal di sini?" tanya Jungkook.

"Ya. Sejak aku lahir."

Jungkook cukup terkesiap dibuatnya. Pemuda itu bukannya tidak terbiasa dengan hal ini. Tapi ia hanya tidak menyangka bahwa seorang gadis yang terlihat polos seperti Lisa dapat bertahan hidup di tempat semacam ini.

Pintu lift terbuka. Keduanya kembali melanjutkan langkah.

"Apa mereka tidak pernah melakukan hal buruk padamu? Maksudku, para pria keparat yang berada di tempat ini?"

Lisa menggeleng. "Rata-rata dari mereka sudah tahu siapa ibuku. Jadi mereka takkan berbuat macam-macam padaku."

"Memangnya siapa ibumu?"

"Pelacur senior di tempat ini."

Pembicaraan terhenti. Fakta yang dipaparkan Lisa sebenarnya cukup membuat Jungkook terkejut. Pasalnya, gadis itu sama sekali tidak terlihat seperti terlahir dan dibesarkan di tempat sejenis ini.

Mereka sampai di unit apartemen yang ditempati Lisa bersama ibunya. Aroma alkohol tercium secara samar. Dua botol Whiskey tergeletak di atas meja ruang tamu bersama dua gelas bekas yang masih memiliki beberapa tetes isi di dalamnya. Tak ada bingkai foto yang terhias di dinding. Hanya ada kalender yang terpasang di dekat pintu, serta jam dinding yang terletak di atas televisi.

"Di mana ibumu?" Jungkook bertanya melalui ambang pintu kamar Lisa, memperhatikan gadis itu yang sedang sibuk memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam tas.

Lisa mengedikkan bahu. "Mungkin sedang bekerja." Senyum tipisnya terulas. "Ibu selalu bekerja keras untuk menghidupiku."

Gadis itu terlihat begitu menyayangi sang ibu meskipun ia jarang sekali mendapat perlakuan yang baik dari seseorang yang telah melahirkannya tersebut.

Belum sempat Jungkook membalas, suara pintu terbuka yang disusul oleh sebuah tawa kecil mengudara begitu saja. Satu presensi wanita dan pria setengah baya yang saling berangkulan memasuki apartemen ini.

"Oh, Lisa? Kau sudah mulai berani mencari pelanggan, ya?" Itu suara Hwang Jihye, yang tak lain adalah ibu kandung Lisa.

Lisa lantas bangkit, buru-buru menyeret langkah keluar dari kamarnya. Ia memasang wajah setengah panik sembari menggeleng keras. "T-Tidak, Ibu. Aku—"

"Hei, anak muda!" Jihye bicara pada Jungkook. Ia membenarkan jaket bulu yang dipakainya, kemudian menyilangkan kedua tangan di dada sembari berjalan mendekat pada pemuda itu; sejenak meninggalkan pria asing yang datang bersamanya di sofa ruang tamu. "Berapa banyak uang yang kau punya?"

Lisa hampir menangis. Meski ia yang menyetujui untuk ikut bersama Jungkook, namun tetap saja ia memiliki harapan bahwa ibunya akan menyelamatkannya, mempertahankan dirinya untuk tetap tinggal di apartemen ini.

Jungkook tersenyum kecut tak habis pikir. Mendengkus kilat, ia lalu bertutur, "Kau masih menanyakan tebusan di saat aku berhasil menyelamatkan putrimu yang hampir diperkosa dan mati sia-sia?"

Jihye sempat terkesiap mendengarnya. Seperti ada sesuatu yang menghantam dadanya dengan keras ketika Jungkook mengatakan bahwa putrinya hampir saja kehilangan nyawa beberapa saat yang lalu. Walau demikian, perempuan berusia tiga puluh delapan tahun itu tetap bersikeras pada pendiriannya. "Tidak, tidak! Lisa masih tersegel. Harganya sangat-sangat mahal! Kurasa kau tidak akan mampu membayarnya. Jadi lebih baik kau pergi dari sini!"

Jungkook memandang jengah. Ia tak menyangka prosesnya akan jadi sesulit ini.

Pemuda itu lalu membisikkan sesuatu di telinga Jihye. Mungkin satu atau dua kalimat? Tidak ada yang tahu selain mereka berdua. Yang jelas pada beberapa saat berikutnya, tubuh Jihye serta merta membeku masif.

Lisa yang masih berdiri di posisinya sungguh tidak mengerti. Apalagi ketika sang ibu tersenyum satir dengan kedua tangan yang terkepal kuat.

"Jangan coba-coba membual padaku, anak muda." Jihye menatap sang lawan bicara dengan sorot mata yang sulit diartikan.

Jungkook mengangkat bahu, enteng. "Aku membutuhkan putrimu. Aku akan membawanya bersamaku."

Jihye menatap Lisa dari tempatnya. Ada jeda yang mengudara sejemang. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh wanita dewasa itu. Kemudian, napasnya ditahan sejenak. Ia berujar dengan intonasi datar, "Pergilah dan jangan pernah kembali. Pemuda ini akan membayar dengan harga tinggi."

Sebulir air mata lantas menetes dari pelupuk Lisa. Ah, benar. Ibunya memang tidak pernah menginginkan kehadirannya sejak ia lahir ke dunia ini. Lihat saja, ibunya bahkan rela menukar Lisa dengan sejumlah uang.

Gadis malang itu merasakan hatinya terluka. Ia segera meraih tas punggungnya, lalu mendekat—menatap sang ibu yang tengah membuang wajah ke arah lain. "Ibu ..." suara gadis itu bergetar, menahan isak tangis. "Aku harap Ibu akan selalu bahagia. Jangan terlalu lelah bekerja, hm? Sebab takkan ada lagi yang akan merawat Ibu jika Ibu jatuh sakit." Ia memeluk sang ibu dengan erat, yang mana merupakan pelukan terakhir, barang kali.

Jihye membiarkan sang putri memeluk dirinya kendati ia tak memberikan balasan berupa pelukan yang sama. Sesuatu kembali menekan rongga dadanya dengan keras, namun ia tetap menolak untuk mengakui bahwa napasnya mulai terasa sesak sekarang. "Pergilah."

Lisa melepas pelukan itu dengan berat hati. Ia mengusap air matanya, lalu berbalik dan melangkah beriringan bersama Jungkook menuju neraka berikutnya.

 Ia mengusap air matanya, lalu berbalik dan melangkah beriringan bersama Jungkook menuju neraka berikutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cherish - New Version✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang