Bab 8 - Olahraga

682 47 6
                                    

Huh. Hah. Huh..

Makoto meraup oksigen sebanyak-banyaknya, ia sangat lelah dan rasanya ingin beristirahat sekarang.

Pagi Makoto yang sangat dihargainya itu hancur karena Agil yang sedari subuh mengajaknya untuk berolahraga.

Orang gila. Pagi-pagi sudah ketempat gym! itulah pikir Makoto sambil menatap sinis pada Agil.

Sedangkan yang ditatap sinis itu masih melanjutkan gym-nya dengan semangat, benar benar full power.

"GILA LU YA? PAGI-PAGI NGAJAK KE GYM!" ucap penuh dendam Makoto, logat Jakarta-nya tidak sengaja menunjukkan kepermukaan.

"Yah sayang, kan ini olahraga biar sehat"

"PALAK KAU SINI AKU OLAHRAGA"

Agil hanya cengar-cengir, sedikit menjauh dari tempat berdirinya Mako.
Mengesalkan sekali.

"Abis ini kita jajan apa aja yang kamu mau deh" bujuk Agil, karena Makoto sungguh seperti seseorang yang kekar. Siap menghancurkan apapun termasuk barbel untuk melampiaskan kekesalannya.

"Serius?"

”Iya asli yang"

"Oh ok"

Selanjutnya Makoto melakukan olahraganya dengan tenang. Agil menghela nafas lega melihat perubahan tingkah Makoto.

Lalu disinilah mereka, berjalan-jalan di Taman Kota. Menikmati orang-orang yang juga sedang lari pagi.

"Kok kesini yang? Mau olahraga disini?"

"Laper"

Singkat Makoto menarik Agil, pergi ke tepi Taman Kota itu menghampiri beberapa pedagang untuk membeli makanan

"Eh ada mas Agil, sama mas Koto" ucap ramah disalah satu pedagang yang mereka hampiri. Sedangkan keduanya tersenyum menatap pedagang itu

"Iya bu, abis olahraga. Ibu piye kabare?"

"Ibu mah sehat, dek. Kowe?"

"Sehat juga bu.. Ibu wis jam pira kowe mrene?"

"Ibu mrene jam 5, haha"

"Pagi bener ya bu.."

Sedangkan sang ibu hanya tertawa mendengar jawaban Makoto, karena baginya ini adalah hal biasa.

"Iya, yen ora duwe anak, jam 4 tekan kene." ucap bahagia ibu itu, walaupun harus bekerja keras mencari uang, ia tetap bahagia disituasi kondisinya. Ini adalah pelajaran yang berharga bagi Makoto.

"Sehat-sehat ya buk, tetap semangat"

"Iya mas Gil, iki panganan, sing tahan, ya"

"Matur nuwun sanget, bu"

Mereka melangkah menjauh dari ibu pedagang itu, sambil memakan telur gulung buatan ibu itu.

°        °       °

"Umm! Enwak bwanget!"

"Makan dulu, baru ngomong" Agil menatap lekat pada Makoto, menatap tingkah lucunya. Makoto tidak pernah membuat ia bosan untuk melihatnya berkali-kali, ia adalah ciptaan Tuhan paling sempurna baginya

Ketika Agil mengalihkan pandangannya dari Makoto, ia melihat sebuah kerumunan. Agil dengan jiwa penasarannya menghampiri kerumunan itu, melihat tontonan yang mengundang orang-orang untuk mengerumuninya.

"Aw s, Bu! T  g ngal  un di te  ah jal n. Kum  a u  mi anj  n teu ka aj dit brak? T  g ngarugik  n ba ur, Bu!"

Percakapan yang samar ketika Agil masih berusaha untuk menerjang banyak orang ini, seperti lapisan berbentuk orang karena banyaknya.

Agil berhenti dibelakang orang yang paling depan, dari telinganya terdengar suara tangisan dan maaf dari seorang wanita paruh baya. Dengan posisi keadaannya yang tersungkur.

"Ini kenapa ya?"

"Ini mas, ibunya hampir ketabrak, pengemudinya marah-marah karena keteledoran ibunya"

Agil hanya ber-oh ria, melihat kedua orang yang menjadi pusat perhatian. Seorang pemuda dengan motor ninja yang terjatuh, dan wanita paruh baya tersungkur memohon-mohon permintaan maaf.

Tapi yang menaikkan amarah Agil adalah, pemuda itu menendang wanita paruh baya itu dengan kakinya. Agil lari untuk pasang badan pada ibu itu.

"Maksud lo apa nendang nenek ini?" kemarahan Agil menaik, benar-benar tidak sopan.

"Salah indung, anjing! Aing mah kaditu-kadieu kana motor ujug-ujug ngerem gara-gara indung ieu!"

"Lu cewek apa cowok! Ini nenek udah tua, lu mau nendang maksud apa?" Agil menegaskan perkataannya, sedangkan pemuda itu mematung. Berdecak kesal lalu membetulkan posisi motornya lalu pergi dari tempat itu, sedangkan Agil membantu sang nenek berjalan menjauhi kerumunan itu,

"Sayang, bantuin dong"

Kedatangan Agil yang memapah seorang wanita paruh baya dengan penampilan yang berantakan, membuat Mako terkejut. Ia bantu Agil memapah mendudukkan wanita itu pada bangku yang tadi didudukinya.

"Nek, gapapa?"

"Hatur nuhun pisan, nak.."

Makoto mengangguk, menghampiri Agil. Mereka saling berbincang dengan serius, sesekali melihat keadaan wanita paruh baya itu.

"Hapunten ya nak, abdi ngaganggu anjeun.."

"Gapapa nek.."

Agil menggenggam tangan Makoto, sedangkan Makoto membalas genggamannya.

Wanita itu melihat hal itu, tersenyum. Inilah yang ia cari.

༄ؘ

Hai hai! Pls maafin ya kalau ada kesalahan kata, karena aku ga terlalu mengerti bahasa Sunda+Jawa. But I hope you enjoy it! Karena kelamaan up haha, see yaa!

Lily.

Magil Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang