qpqoqq

2 0 0
                                    

Tak ....

Tak ....

Suara sepatu merek Bata berwarna hitam itu melangkah, menuju ke arah pria yang sudah menunggunya duduk memangku tangan di kursi taman. "Sudah selesai?" tanya pria berumur dua puluh tahunan itu.

Dia seorang habib muda terkenal di indonesia bernama Muhammad Athar Daud yang baru saja viral di salah satu media sosial menjadi pujaan setiap gadis-gadis yang mendengar shalawatnya.

Gadis yang kini ia temui bernama Adiba Bada Wijaya ia hanyalah seorang gadis yang baru saja masuk di salah satu pesantren milik ayahanda Habib Athar.

Habib Athar menyukainya dari pertama kali ia melihat Adiba, ia cantik dengan bulu mata lentik ke atas, wajah mungil putih bersih bak bidadari.

Siapa pun pasti akan terpana dengan kecantikannya, begitu juga Habib Athar yang diam-diam memperhatikan Adiba dan mencari tahu latar belakang Adiba.

Adiba menatap Habib Athar dalam, ia tidak biasanya menemui dirinya sendiri disini.

"Aku akan menikah, Besok!" ucap Habib Athar yang berhasil membuat Adiba terkesiap kaku.

Bibir Adiba bergetar, hatinya terenyuh ... akhirnya harapan dan doa Adiba kini terkabul, ia memang sudah tahu Habib Athar menyukainya dan ia pun senang akhirnya keluarga Habib Athar bisa menerimanya dan rela menikahkan anak mereka pada gadis rendahan seperti Adiba.

"T-tapi i-ini terlalu cepat, bahkan akupun belum mengatakan apa pun pada keluargaku, Bib!" jawab Adiba terbata-terbata. Menunduk malu dengan pipi yang memerah.

Habib Athar menggeleng pelan, lalu balik menatap Adiba. "Tidak denganmu ... tapi aku dijodohkan dengan wanita pilihan Abi," suara Habib Athar memberat.

Sontak Adiba menundukkan kepala, menahan matanya supaya tidak terjatuh. Ia hanya bisa terisak di dalam hati menelan takdir kepahitan yang selalu berpihak padanya.

"Habib terima? Aku kira Habib menyukaiku? Lalu mengapa selama ini habib memperhatikanku dari jauh? Semuanya ternyata hanya perasasnku saja, Kenapa hanya aku yang diperhatikan olehmu, Bib? Kenapa? Karena aku miskin? Menjijikkan? Atau di mata keluargamu, keluargaku tidak cocok? Habib pun sangat tahu mengapa aku selalu tersenyum melihat Habib." rentetan pertanyaan dari Adiba memberontak.

Habib seketika duduk di bangku, mengadahkan wajahnya ke atas melihat gadis yang sangat ia cintai.

Lalu meneteskan air matanya tak tertahan, bukan hanya Adiba yang terpuruk dengan perjodohan ini. Ia pun hancur berkeping-keping. Hatinya sudah tertutup oleh siapa pun ... hanya ada Adiba di dalamnya dan tidak akan tergantikan oleh siapa pun.

Deruan napas panjang Habib Athar membuat hati Adiba semakin perih. Adiba Menyapu noda air mata di wajahnya dan melempar senyuman padanya.

"Pulanglah, Bib ... beristirahatlah yang cukup. Karena besok akan menjadi hari yang begitu melelahkan untukmu."

Adiba beranjak bangun ... tubuhnya seolah lemas untuk berjalan, tetapi ia berusaha untuk kuat melangkah meninggalkan pria yang besok sudah menjadi milik wanita lain seutuhnya.

Namun, sesaat Adiba akan melangkahkan kaki. Hijabnya tertahan oleh Habib. "Adiba! Kumohon jangan tinggalkan aku!" ujar Habib Athar memohon.

Ajeng tersenyum miring, "Kutunggu di kelas, Bib. Kami ada kelas membaca Al-quran hari ini, ucap gadis itu seraya mengendurkan genggaman tangan Habib dari kain hijabnya.

Kemudian Adiba melanjutkan langkah, ia berusaha tenang sekuat mungkin dan mengikhlaskan hal yang amat sangat berat untuk diikhlaskan.

Klek!

Ia membuka pintu berwarna hitam dengan nomor 812 di depannya, belum sempat Adiba masuk. Wanita tua berumur sekitar setengah abad dengan dandanan super ukhti memanggil namanya seraya  berjalan ke arah Adiba.

"Assalamualaikum, Adiba. Hari ini membaca surah Al-baqarah ya ... dari Juz 1 sampai 3,"  ujar wanita yang sering dipanggil dengan sebutan Umi.

Adiba yang merasa lelah hati dan takut mengecewakan jika membaca surah yang panjang, dengan cepat menolak perintah Umi, "Walaikumsalam, Umi. Maaf ... kali ini aku tidak bisa, aku ada urusan setelah ini."

"Sayang. Ini bukan permintaan! Ini adalah perintah yang harus kau lakukan!" ujar umi engan kedua tangan yang melingkar tegas di pinggangnya.

Adiba menelan salivanya, ia menatap wanita dihadapannya dengan gamang. "Satu kali ini saja ... kumohon, Umi. Aku sudah membaca surah Alquran banyak sekali hari ini, aku pun lelah, biarkan aku menghilangkan penatku sedikit!" gumamnya dengan suara yang penuh penekanan.

"Astaghfirulah, membaca Alquran itu tugasmu setiap hari, jadi semakin kau membacanya semakin kau menyukainya!" jawab umi tegas dengan netra yang menyorot tajam.

Adiba akhirnya mengangguk berdiri menatap ke arah pintu dan datanglah seorang pria berambut kuning, bermata biru dengan setelan sarung berwarna navy.

Dan ... tunggu dulu, Adib melihat samar wajah Habib Athar di belakangnya. Baru saja Adiba ingin memastikan, pintu itu sudah tertutup keras oleh Umi.

"Mulai sekarang, Habib Athar tidak boleh masuk dik kelas wanita," tegas Umi.

Gadis mungil itu hanya tersenyum dalam anggukkan, kali ini Adiba dibuat bingung dengan keadaan. Ia takut Habib Athar memperhatikannya lewat kaca jendela dan membuat Umi semakin marah dengannya.

Adiba mulai membaca surah di depan umi, suaranya merdu sampai ke telinga Habib Athar yang memperhatikannya lewat jendela. Habib Athar selalu luluh dengan suara gadis itu, bagaikan dosa yang nikmat dan terus mengalir di dalam tubuh Habib Athar, tetapi ... ia pun tidak bisa menahan untuk tidak mengagumi Adiba.

Yang menyuruh Adiba membaca surah Albaqarah itu juga pun dirinya, Habib Athar ingin lebih lama mendengar lantunan surah suci Alquran dari suara yang begitu merdu dari seseorang yang ia cintai.

Semakin lama, Adiba membacanya sesekali ia melirik ke arah jendela kaca dan benar saja Habib Athar memperhatikannya sembari melempar senyuman ke arah Adiba.

Tiba-tiba hati Adiba terenyuh entah mengapa air matanya terjatuh tidak sengaja, sambil terus membaca Alquran hatinya juga memberontak dan berteriak.

"Kenapa ya Allah, kenapa? Kenapa bukan aku? Habib menyukaiku, aku juga menyukainya ... apa memang ini takdirmu untukku?" batin Adiba terus berbicara.

"yâ ayyuhalladzîna âmanû kutiba ‘alaikumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alalladzîna ming qablikum la‘allakum tattaqûn."

Suara Adiba bergetar dia menangis sambil melantunkan surah suci Alquran.

Tangisannya pedih terdengar sampai di telinga habib Athar yang sudah nampak gelisah dengan keadaan Adiba, ia tahu pasti karena dirinya dan ia memutuskan untuk melangkah pergi menjauh dari Adiba.

Umi menggenggam tangan Adiba.

"Nak ...."

Adiba tidak menoleh ia terus membaca surah Alquran sambil terisak.

"shadaqallahul adzim." Umi menutup Alquran.

"Nak ...." Umi mengangkat wajah Adiba, ia tahu keadaan Adiba, sebab hanya dia satu-satunya di pesantren ini yang mengetahui jika Habib Athar menyukai muridnya.

Dan sekarang, Habib Athar akan dijodohkan oleh seorang syarifah anak dari rekan keluarganya.

"Ketika kamu tidak mampu berjodoh dengan orang yang kamu cintai ,maka doakan dia agar berjodoh dengan seseorang yang lebih baik darimu. Itu adalah puncak tertinggi mencintai setulus-tulusnya, Adiba ...."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Takdir Cinta ZulaikhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang