(~ ̄³ ̄)~⭐&Coment! Okay?
Setelah hukuman selesai, Tangisan Daffa kini berubah menjadi sesenggukan kecil, dirinya berada dalam pelukan papa dengan posisi dipangku menyamping. Ia membenamkan wajahnya pada dada papa. menyembunyikan wajahnya yang dipenuhi air mata. Ia malu sekaligus marah karena dipukul dan menangis didepan orang asing yang bahkan tidak dia kenal, Orang yang telah menculiknya dan kini menyebut bahwa dirinya adalah papanya.
Tubuh Daffa agak tersentak saat merasakan tangan lain mengelus dan menepuk punggung telanjangnya dengan lembut.
"Ssh~tidak apa-apa sayang, berhenti menangis hmm~" Papa bergumam dengan lembut. Papa mengubah posisi Daffa dari menyamping menjadi mengangkangi pinggangnya. Kemudian Papa berdiri, dan membuat Daffa berada digendongan ala koala. Ia berjalan pelan mengelilingi ruangan dengan memantulkan Daffa digendongannya dengan lembut.
Daffa tanpa sadar meringis saat tangan papa bersentuhan dengan pantatnya, yang ia yakini telah berubah warna menjadi merah karena telah dipukul dengan keras.
'Memang anjing ni orang, seenaknya banget main pukul-pukul anak orang. Kenal aja kagak, Eh iya kan gue diculik ya?'batin Daffa meratapi nasibnya. Udahlah nasibnya ngenes eh sekarang dia diculik sama orang gila. Apes banget kayaknya hidupnya.
"Oh? Maafkan Papa Baby. Apa pantatmu masih sakit?" Papa menyadari bahwa tangannya menekan pantat Daffa yang memerah.
'YAIYALAH MALIH! pingin banget gue teriak gitu tapi nanti kalo dipukul lagi gimana?'batin Daffa kesal tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Pingin mukul lagi tapi nanti kalau dia dipukul balik gimana? Apa nggak langsung patah ni tulang.
"Nah apakah bayi Papa sekarang sudah mau meminta maaf karena sudah berteriak dan berkata kasar pada Papa?" Papa berkata dengan lembut. Daffa sedikit menunduk menghindari tatapan pria itu dan enggan untuk menjawab ucapan papa. Salah satu tangan Papa terangkat untuk memegang dagu Daffa dan diarahkan menghadap tepat kearah wajahnya. Mata keduanya bertatapan langsung, satu dengan sorot tegas satu dengan sorot cemas.
"Mau meminta maaf?" Daffa merinding, Pria itu bicara dengan nada lembut tapi yang membuat ia merinding adalah tatapan Papa. Terlihat menakutkan. Ia mau memalingkan wajahnya tapi tangan papa memegang dagunya dengan erat hingga membuat ia tidak bisa memalingkan wajahnya. Perutnya kini bergejolak tidak nyaman karena tatapan papa. Akhirnya dengan terpaksa ia meminta maaf.
"M-maaf" Ucap Daffa dengan suara kecil. Tapi sepertinya Papa belum puas dengan permintaan maaf Daffa.
"Maaf siapa hm?" Ucap Papa dengan sorot mata yang mengintimidasi. Tangan Papa yang berada dibawah pantat Daffa sedikit mengerat, menekan Daffa kepelukannya. Membuat Daffa tanpa sadar meringis saat sensasi perih yang nyaris ia lupakan kini kembali. Daffa bergerak tidak nyaman dipelukan Papa. Tapi Papa sama sekali tidak terpengaruh dengan pergerakkan Daffa.
Daffa menggertakkan giginya kesal saat Pria asing yang telah menculiknya itu memaksa dirinya untuk memanggilnya Papa. Dan dia kesal karena tidak bisa menolak perintahnya karena takut dipukul lagi, juga sepertinya dia tak punya pilihan lain selain memanggilnya Papa. Jadi meskipun dengan perasaan kesal yang membuncah Daffa tetap berucap.
"Maaf P-papa"Setelah Daffa mengatakan dua kalimat itu, Ekspresi Papa langsung berubah dengan cepat. Raut wajah yang tadinya tegas sekarang berubah menjadi senyum cerah. Daffa ngeri saat melihat perubahan ekpresi dipria itu. Gak waras emang.
"Good job Baby, Papa menerima permintaan maaf darimu" Ucap papa senang. dengan cepat ia mencium kening Daffa. dan kemudian ia berjalan kesisi ruangan. Ia terkekeh kecil saat melihat raut kaku Daffa dengan mulutnya yang menganga kecil setelah ia mencium keningnya.
Papa berhenti didepan meja ganti, Ia melepaskan Daffa dari gendongannya dan dengan lembut membaringkannya dimeja ganti. Mengusap perut Daffa pelan untuk menenangkannya.
Daffa hanya diam saat terbaring di meja ganti dengan raut wajah datar saat Papa mengobrak-abrik bagian samping meja ganti, sepertinya mencari sesuatu. Tiba-tiba Daffa merasakan hawa dingin disekujur tubuhnya membuat tubuhnya agak menggigil kedinginan. Anjing lah, dia ingat kan dia sekarang telanjang. Daffa reflek menutupi area burungnya menggunakan tangan. Sialan berarti daritadi burungnya terekspos dan diliat oleh Papa sialan itu. Padahal ini kan untuk istri masa depannya, Dan sekarang malah diliat secara cuma-cuma oleh pria sialan ini!.
Wajah Daffa kembali memerah, kini bukan kesal atau marah yang dia rasakan, melainkan rasa malu karena tubuhnya terekspos dengan mudah didepan orang asing, mana sama-sama laki lagi! Kan kalau perempuan bisa dibicarakan-eh.
Daffa mengerutkan keningnya saat tangannya merasakan hal yang berbeda pada burungnya, biasanya nih ya kalau dia ngukur burungnya pake tangan pasti panjangnya tuh bakalan sampe setelapak tangan. Bukannya sombong ya, emang segitu ukuran burungnya. Dia ngukur burung tuh buat mastiin kalo burungnya itu termasuk tipe ideal buat cewek. Dia kan nggak mau kalo suatu saat dia punya istri terus dia diceraiin karena burungnya kecil, kan nggak lucu. Tapi baru kali ini dia ngerasa kalo burungnya tuh nggak kayak biasanya, bahkan rasanya beda dari biasanya. Dia mau liat, tapi malu sama orang disampingnya. Bangsat!, kenapa perasaannya jadi nggak enak ya?
Daffa sejak kecil tu nggak pernah suka kalau tubuhnya dilihat sama orang lain, dia sejak umur 6 tahun udah nggak mau dimandiin sama orang lain lagi, padahal kan dia masih kecil. Ntar takutnya kenapa-napa lagi, kayak matanya kemasukan shampo, kepeleset sabun, makanin odol atau lainnya. Orang tuanya juga nggak mau ngurusin dia, jadinya nyewa pengasuh buat dia.
Daffa menoleh kearah Papa yang daritadi masih sibuk mencari barang, diliat dari raut wajahnya si dia kebingungan nyari benda yang dia butuhin. dengan tangan yang masih menutupi burung ia mencoba merubah posisinya menjadi menyamping untuk turun dari meja ganti. Tapi sepertinya tidak semudah itu, karena Papa langsung memegang tubuhnya dengan mudah dan mengubah posisi kembali menjadi berbaring lagi dimeja ganti.
"Tunggu sebentar Bayi, Papa mencari sesuatu sebentar ya? Papa tau bahwa kamu kedinginan, tunggu sebentar saja dan Papa akan memasukkanmu kedalam Popok dan memakaikanmu pakaian yang hangat oke?" Ucap Papa dengan senyum lembut. Tapi reaksi yang diberikan oleh Daffa malah sebaliknya, ia menganga saat ia hendak dipakaikan Popok kembali. Nggak! Pokoknya dia nggak mau dipakein Popok! Emangnya dia bayi apa? Mata tu orang dimana sih? Dia nggak punya mata atau memang buta? Nggak liat apa dia Segede ini mau dipakein popok!? Atau ni orang emang lulusan rumah sakit jiwa alias RSJ? Kalo dia gila ngapain ngajak-ngajak dia coba!? Kalo gila, gila aja sendiri ngapain ngajak dia, diakan masih waras.
Gimana? Panjangkan?ಡ ͜ ʖ ಡ
Maaf banget ya karena baru bisa buat chapter yang panjang di chapter 10. Aku bukannya mau ngebohongin kalian, tapi emang idenya tuh kadang mampet kadang lancar. Kayak gini dichapter 10 idenya lancar, setelah aku baca komen kalian, aku akui deh kalo chapter sebelum-sebelumnya tuh emang pendek banget. dan bahkan aku maksa kalian buat vote dan komen agar Chapternya dipanjangin, Tapi nggak pernah aku panjangin.
Aku sebagai author cerita ini Minta Maaf Banget buat kalian, dan nggak akan lagi maksa kalian buat Vote sama Komen sesuai keinginan aku😊