Don't Forget To Vote and Coment(つ≧▽≦)つ
Mereka berjalan melewati lorong, ralat bukan mereka, cuman Papa yang jalan kan Daffa digendong. Daffa menatap nanar lantai yang mereka lewati, Pikirannya saat ini kacau, Daffa menghela nafas pelan, meratapi nasibnya yang sangat buruk, Ia bertanya-tanya dalam hati kenapa nasibnya sangat buruk sekali. Dimulai dari diabaikan orang tua sejak kecil, bekerja untuk menghidupi dirinya, dan sekarang ia diculik? Daffa tak percaya ia telah diculik, Tak pernah terbayang dibenaknya bahwa dia akan diculik, Ia kira hanya orang-orang kaya yang diculik. Tapi pernah juga dia mendengar berita bahwa ada orang diculik untuk diambil organnya dan dijual. Daffa bergidik ngeri saat membayangkan organnya akan dijual, haruskah Daffa bersyukur bahwa dia diculik dan hanya diperlakukan seperti bayi dan tidak diambil organnya? Tapi dia akan lebih bersyukur lagi bahwa dia tidak diculik, tidak apalah hidup pas-pasan yang penting dia hidup normal daripada diperlakukan seperti bayi begini.
'Gimana ini anjeng! Udahlah diculik! Diperlakuin kayak bayi lagi! Jancok emang' Daffa menggerutu didalam hatinya. Bibirnya kembali melengkung kebawah saat ia mengingat bahwa penisnya kini berubah jadi titit warna pink.
'Apakah ini karma gara-gara gue selalu pamer ukuran penis gue ketemen-temen, Dan ngejek ukuran penis mereka itu kecil. Kalo tau karmanya gini, gak bakal deh gue hina-hina lagi, suer! Tapi gini amat karmanya, udahlah jadi kecil, warna pink lagi! Ini karma instan berjudul "Dari penis ke titit" ' Daffa cemberut memikirkannya, pokoknya Penisnya harus kembali seperti semula nggak mau tau!
Karena asik dengan pikirannya, Daffa tak sadar bahwa mereka telah melewati lorong dan masuk kedalam ruangan yang ia kira adalah ruang makan dan juga dapur karena terlihat dari furniturnya. Ia menoleh kedepan, melihat isi ruangan. Matanya menyipit dengan jijik saat melihat ada sebuah kursi tinggi di meja makan, itu jelas bukan untuk bayi karena ukurannya yang kebesaran untuk bayi yang kecil.
Jangan-jangan itu untuk gue lagi, bukannya geer ya, Dari dia nempatin kamar bayi sama dipakein popok aja udah heran dia, Ukurannya terlalu nggak wajar untuk bayi.'Dia nggak mungkin naroh gue disitu kan? Kan??' plis bilang nggak!
Papa dengan Daffa digendongannya, berjalan kearah kulkas yang besar dengan dua pintu, 'pasti mahal ya Ica?' Daffa membatin penasaran, dia menduga orang yang menculiknya pasti orang kaya.
Papa membuka salah satu pintu kulkas, didalamnya ada satu tempat khusus berisi beberapa botol susu bayi, sekitar 5 botol susu dan Papa mengambilnya satu, kemudian menutup pintu kulkas kembali. Melangkah kesamping, lalu dia meletakkan botol susu tadi didalam microwave untuk dihangatkan. Meskipun hanya dengan satu tangan karena tangan satunya menggendong Daffa, Tapi sepertinya Papa tidak kesulitan justru cukup cekatan. Setelah microwave berbunyi ting, Papa membuka microwave dan mengambil botol susunya.
Mereka berjalan kesebuah ruangan, yang Daffa kira adalah ruang keluarga?
Papa duduk disofa, meletakkan botol susu dimeja, lalu mengubah posisi Daffa menjadi menyamping dengan kepala berada disiku Papa, seperti bayi yang hendak disusui oleh ibunya. Papa mengambil botol susu, dan membuka tutupnya, lalu mengarahkan puting botol kemulut Daffa dengan senyuman lembut diwajahnya. Daffa justru merinding melihat tatapan Papa, dia yang sedari tadi berdiam diri mulai berbicara.
"Bayi Papa pasti lapar kan? Ayo minum susu hangat ini"
"Nggak! Gue nggak mau minum susu! Apalagi itu di dot bayi! Gue itu udah remaja! Nggak seharusnya diperlakuin kayak bayi!" Daffa berujar dengan suara keras, matanya melotot marah kearah Papa sepertinya ia melupakan peringatan Papa atau tidak perduli? Entahlah.
Papa yang melihat penolakan Daffa lagi, menghilangkan senyum diwajahnya.
"Allan, Kamu bukan remaja! kamu adalah bayi dan bayi minum dari botol bayi" Raut wajah Papa berubah menjadi datar dalam sekejap.
"Allan?Siapa All-"
"Kenapa ribut sekali? Apakah bayi Mama ini sedang rewel hm?" Ucapan Daffa terpotong saat seorang wanita memasuki ruangan.