Senja yang megah telah tiba, membawa warna-warni keemasan yang menyelimuti Istana Matahari. Di dalam aula besar yang megah, Bhima Wijayakrama berdiri di tengah ruangan, menyampaikan pidato penutup dengan kebijaksanaan dan harapan yang besar. Di sekelilingnya, kelima raja dari kerajaan besar mendengarkan dengan penuh perhatian, meresapi setiap kata yang diucapkan.
"Saudara-saudaraku," suara Bhima menggelegar, menggema di seluruh aula, "kita telah memulai langkah pertama menuju masa depan yang lebih baik untuk Manunggala. Pertemuan ini hanyalah awal. Tantangan di depan masih banyak, namun dengan kebersamaan dan komitmen kita, saya yakin kita bisa mengatasinya."
Raja Parama dari Kerajaan Rimba Utara mengangguk setuju, tatapannya tajam. "Kita harus menjaga semangat ini dan terus bekerja sama. Hanya dengan persatuan kita bisa mencapai tujuan yang mulia," katanya, suaranya tegas.
Raja Wirata dari Kerajaan Padang Pasir Selatan menambahkan, suaranya dalam dan penuh keyakinan, "Keamanan adalah prioritas. Kita harus memastikan bahwa setiap sudut Manunggala aman dari ancaman, baik dari luar maupun dari dalam."
Raja Jayendra dari Kerajaan Samudra Timur tersenyum tipis, matanya menyiratkan kepandaian dan siasat. "Saya setuju. Perdagangan yang lancar dan stabilitas ekonomi akan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat kita."
Raja Dharmasena dari Kerajaan Gunung Barat berkata dengan tenang namun penuh wibawa, "Diplomasi dan inovasi juga penting. Kita harus terus berinovasi dan mencari cara-cara baru untuk memperkuat hubungan antar kerajaan."
Raja Mahesa dari Kerajaan Daratan Tengah, yang meski masih muda namun penuh semangat, menutup dengan kata-kata penuh harapan, "Saya berterima kasih atas kesempatan ini. Mari kita terus maju bersama dan membawa Manunggala ke masa depan yang lebih cerah."
Dengan itu, pertemuan resmi ditutup. Para raja berdiri dan saling berjabat tangan, berjanji untuk tetap bersatu dalam menghadapi tantangan yang ada di depan. Di luar aula, langit berubah menjadi ungu tua, menandakan datangnya malam.
Namun, di balik suasana optimis itu, bayangan gelap mulai merayap. Di sudut-sudut gelap istana, konspirasi sedang disusun. Di balik tirai-tirai berat dan koridor-koridor panjang, para pembisik bersekongkol, merancang skema licik untuk menghancurkan semua yang telah dibangun dengan susah payah. Mata-mata bergerak dalam bayangan, membawa pesan-pesan rahasia, dan racun disiapkan dengan hati-hati.
Saat para raja meninggalkan aula, tatapan waspada dan bisikan-bisikan rahasia mengiringi langkah mereka. Di suatu tempat di istana, seorang pelayan dengan wajah tak berdosa tersenyum licik, melaporkan setiap gerakan kepada majikan gelapnya. Mereka tahu bahwa kesatuan ini, meskipun terlihat kokoh, bisa runtuh dengan satu tusukan pengkhianatan yang tepat.
Di balik jendela istana, matahari tenggelam sepenuhnya, menyelimuti daratan Manunggala dengan kegelapan yang mengancam. Suara lonceng istana berdentang, menandai akhir dari pertemuan yang bersejarah. Namun, di balik ketenangan senja itu, roda takdir kelam mulai berputar, mengintai setiap langkah para pemimpin ini, siap untuk meledak menjadi badai yang akan mengubah segalanya.
***
Di sebuah ruangan tersembunyi di dalam labirin istana, dua sosok bayangan berbisik dalam kegelapan. Wajah mereka tersembunyi di balik tudung hitam, hanya mata mereka yang bersinar dengan niat jahat.
"Apakah semua sudah siap?" tanya salah satu dari mereka, suaranya dingin dan penuh kebencian, menusuk keheningan malam.
"Ya," jawab yang lain, nadanya sama dinginnya. "Malam ini, semuanya akan berakhir. Sang Maha Raja dan kelima raja besar akan segera menjadi sejarah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Battle Of Manunggala - The Crown Sun
FantasySetelah kematian Raja Sang Maharaja Matahari beserta keluarganya. lima pangeran dari lima wilayah berbeda mengklaim hak mereka atas takhta. Pertempuran untuk merebut kekuasaan pun terjadi, dengan setiap pangeran menggunakan segala cara, baik kekuata...