SELAMAT DATANG DI CHAPTER 02 DARI CERITA INI.
Aku harap setelah baca part pertama, part kedua, kalian mau terus baca part-part selanjutnya
💐💐💐
“Ayah kenapa sih?”
“Kenapa apanya?” tanya Ahmad tenang sembari melempar makanan ikan ke air kolam dan saat itu, ikan-ikan koi cantik yang ada di sana langsung berebut, air yang sebelumnya tenang menampakan riakan dan suara kecipak yang khas.
“Ya ke Mas Haikal? Kenapa tiba-tiba nolak dia tanpa alasan kayak tadi sih Yah? Kenapa Ayah harus jahat?”
“Ayah enggak sreg sama dia. Lagian kamu itu anak Ayah. Yang sudah Ayah sayangi, yang sudah Ayah urus dari bayi merah. Mana mungkin Ayah sanggup ngasih kamu ke si Ikal gitu aja. Siapa dia? Apa bisanya?”
“Haikal, Ayah! Bukan Ikal!” Adel memprotes, wajahnya memerah hampir menangis. Sementara sang Ayah masih tenang memberikan ikan-ikan di depan mereka makanan. “Ayah enggak kenal dia kayak gimana. Jadi kenapa Ayah bisa-bisanya menilai Mas Haikal kayak gitu?”
“Ya justru itu! Ayah enggak kenal dia Nak. Ayah takut menikahkan kamu dengan laki-laki yang salah. Siapa tahu si Ikal itu kriminal kan? Siapa tahu si Ikal itu suka main tangan, enggak ngasih nafkah yang cukup, enggak bisa mencintai kamu dengan baik. Adel tahu enggak sih seberapa besar rasa cinta Ayah ke Adel? Enggak ya? Adel enggak bisa ngukur ya? Ayah tuh mau cari suami yang tepat buat kamu Nak. Yang rasa cinta dia ke kamu melebihi rasa cinta Ayah ke kamu.”
Adel mengembuskan napas berat. Entah ia harus bereaksi seperti apa pada pernyataan sang Ayah barusan. Terdengar romantis dan hangat. Menyentuh ruang hatinya yang paling dalam tapi di sisi lain, ia juga merasa ada sesuatu yang salah.
“Ayah itu enggak tahu Mas Haikal gimana. Tapi Adel tahu Yah. Adel ngerti gimana dia.”
“Kamu suka sama dia Del?”
“Iya.”
“Kamu jatuh cinta?”
Adel terdiam. Malu. Tapi wanita itu memberanikan diri untuk menjawab, “Iya.”
“Kamu tahu enggak, kalau orang yang jatuh cinta itu biasanya enggak sadar diri. Rasionalitasnya hilang, wajar kalau kamu melihat si Ikal sebagai satu-satunya dan enggak ada yang lain. Wajar kalau kamu ngebet banget sama dia. Tapi Nak, Ayah enggak jatuh cinta sama si Ikal. Ayah juga laki-laki yang bisa menilai dengan baik bagaimana makhluk sesama jenis. Jadi kamu mending percaya sama keputusan Ayah.”
“Ayah begitu!” Adel memberenggut. Kini air matanya mulai berjatuhan. Frustasi menghadapi ocehan sang Ayah. “Enggak mau mengerti perasaan Adel deh. Ayah, Adel itu udah dewasa. Udah ngerti mana yang baik dan mana yang salah.”
“Sedewasa-dewasanya kamu, di mata Ayah, kamu itu tetep anak kecil Nak. Yang harus diperhatikan dan diarahkan jalan hidupnya.”
“Dan Ayah, Adel janji bisa mempertanggung jawabkan semua hal yang Adel putuskan termasuk keinginan dan niat Adel untuk menikah dengan Mas Haikal. Adel bakalan telen manis-pahitnya sendiri.”
“Kamu enggak tahu gimana perasaan orang tua ya Nak? Mau manis atau pahit, kami akan tetep merasakan semuanya meski kamu sembunyikan.”
“Ayah apa enggak kasihan sama Adel? Udah ditanyain dan dibebanin dengan pertanyaan kapan nikah, udah disuruh-suruh mulu sama kerabat. Udah dibanding-bandingin terus sampai kuping Adel keriting. Please, kasih restu biar Adel bisa sama Mas Haikal, Yah.”
Kini Ahmad menghentikan gerak tangannya. Sesaat paruh baya itu berbalik menatap Adel yang sejak tadi tak berhenti mengikuti kemana langkahnya pergi. Dengan heran, Ahmad pun berkata, “Jadi kamu mau menikah bukan karena cinta-cinta banget sama si Ikal? Jadi kamu menikah bukan karena kamu menginginkan pernikahan itu? Kamu mau menikah buat menuhin ekspekstasi dan omongan kosong dari orang-orang dan kerabat enggak jelas itu?”
Adel buru-buru menggelengkan kepala saat menyadari sepertinya ia memang telah salah berbicara. “Enggak gitu Ayah. Adel cuma—”
“Adelia Nasution! Kamu selalu dengerin ocehan dan permintaan Ayah enggak sih Nak? Ayah kan udah bilang jangan peduliin mulut-mulut lemes dari orang yang enggak jelas itu Nak. Mau mereka ngomong apapun biarin. Ayah enggak masalah kamu mau menikah kapanpun, di usia berapapun, asal kamu menikah dengan orang yang tepat. Dengan kesiapan lahir dan batin kamu. Dan semua terjadi atas kemauan kamu, bukan atas dasar omongan orang lain Nak. Apa gunanya omongan itu, apa gunanya kamu nuritin mereka? Siapa emang yang bakalan biayain nikahan kamu? Mereka? Bukan. Siapa emang yang bakalan tolongin kamu kalau nanti amit-amit kamu susah dalam menginjak tangga rumah tangga? Mereka? Bukan. Malah mungkin mereka menertawakan. Nak, dalam pernikahan itu kamu berjalan sendirian, enggak ditemani siapapun. Maka menikahlah kalau sudah siap untuk menjadi seorang ibu dan istri. Ayah makin enggak setuju ya kalau kamu mau menikah sama Si Ikal gara-gara kamu mikirin dan terpengaruh sama omongan enggak jelas dari orang lain.”
Setelah mendengar ceramah dan kemarahan panjang lebar sang Ayah, Adel pun meringis. “Enggak Ayah, Adel enggak gitu. Keinginan mau menikah ini hadir karena, Mas Haikal orangnya. Karena dia mampu membuat Adel tertarik, nyaman dan … Mas Haikal orang yang sangat hangat. Kadang, dia berprilaku kayak Ayah, kadang kayak Kakak, kadang kayak teman dan kadang, dia menunjukan perilaku sebagai pasangan yang sempurna. Ayah tahu kan Adel sering dikenalin ke cowok-cowok kenalan Oma? Kalau memang Adel dengerin omong kosong orang lain, mungkin Adel udah nikah dari dulu sama salah satu cowok-cowok enggak jelas itu. Tapi enggak Yah. Adel enggak milih mereka. Adel maunya sama Mas Haikal aja.”
Ahmad menatap sang anak, kedua tangannya kini berada di belakang punggung. “Kita bicarain ini nanti. Ayah udah terlanjur kepancing sama omongan kamu sebelumnya. Kepala Ayah bergejolak sekarang. Kamu juga coba pikirin dan pertimbangin lagi si Ikal dengan baik. Ayah yakin, kamu bakalan sadar dan nolak dia nantinya.”
“Enggak bakal!” Adel menyangkal. “Adel tuh suka banget sama Mas Haikal.”
“Halah, rasa suka-sukaan monyet kayak gitu juga nanti ilang sendiri.”
“MONYET? Ayah kok gitu sih? Adel kan bukan monyet!” Adelia menatap kepergian sang Ayah ke dalam rumah. Sebelum kemudian ia berjongkok karena sudah putus asa. Bagaimana Haikal? Apa yang sedang dia lakukan dan dia pikirkan sekarang? Apa hubungan mereka berdua tidak akan berlanjut ke jenjang yang lebih serius? Apa mereka berdua akan berakhir di sini?
Membayangkan semuanya, tangis Adel pun semakin deras. Sampai ia merasaka elusan lembut di kepala. “Jangan nangis di sini, ayo masuk ke dalam rumah.”
“Bu, bantuin Adel buat bujuk Ayah ya?” Adel berdiri. Wajahnya basah menampakan sungai-sungai air mata.
“Iya nanti Ibu bantu kamu. Ibu bicara sama Ayah. Jangan nangis lagi kamunya. Ibu yakin, selama baik kamu atau pun Haikal mau berjuang untuk hubungan ini, Ayah pasti bakalan ngasih restu buat kalian berdua kok.”
🐥🐥🐥
Aku harap kalian suka sama cerita ini yaaa
Btw, jadi lanjut jangan? Komen next kalau kalian mau cerita ini aku update setiap hari Selasa dan Rabu yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Denoument
Spiritual"Saya tidak merestui kamu untuk meminang Adel, anak tercinta kami." Dan saat itu, gemuruh petir saling bersahutan dan Haikal merasa, dunia langsung meledak begitu saja. Haikal pikir, menikahi Adel akan sangat mudah. Mengingat mereka berdua memang s...