Chapter 1

26 1 0
                                    

Teriknya matahari dimusim panas membuat semua orang di kerajaan Eden sangat lesu dan tidak bersemangat untuk bekerja, tetapi sepertinya tidak dengan seorang gadis.

Emma, si anak penjual bunga. Rambut coklatnya berkibar disetiap langkahnya. Gadis kecil itu berkeliling membawa keranjang penuh bunga dan menjualnya dari siang sampai sore.

Emma mengusap keringatnya dan mendongkak menatap langit, menyipitkan mata saat kelereng coklatnya terkena sinar matahari. Panas sekali hari ini. Dia telah berkeliling Kota selama 2 jam dan gadis itu merasa agak lelah sekarang. Emma meloncat ke pagar batu bata yang membatasi sungai. Melangkah pelan dengan hati-hati dan merentangkan kedua tangannya agar seimbang.

Emma menoleh. Di depannya adalah Akademi kerajaan Eden. Akademi bergengsi khusus bangsawan. Interiornya mewah dan bangunan yang besar. Berpagar tinggi berwarna emas dan desain elegannya membuat siapapun yang dikelas lebih rendah merasa terintimidasi.

Oh betapa inginnya dia masuk kesana. Rakyat jelata seperti dia hanya boleh masuk asalkan mereka berprestasi dan dapat melewati beberapa tes, Emma bukanlah salah satu orang berbakat atau jenius seperti itu.

Angin kencang berhembus, membuat rambutnya terkibar. Emma membenarkan pin rambutnya. Bermodel bunga melati favotirnya.

"Nak, bolehkah saya membeli beberapa bunganya?" Suara wanita terdengar disebelahnya. Emma meloncat turun dan tersenyum senang, mata coklat gelapnya bersinar terang.

"Tentu!"

---

Disisi lain, Seorang anak lelaki meletakkan sikunya di jendela kereta dan menumpu dagunya. menatap jalanan dengan bosan.

Dari penampilannya saja, terlihat bahwa dia anak yang memiliki status tinggi dikerajaan, atau lebih tepatnya yang paling tinggi.

Rambut pirang platina dan manik biru seterang langit pagi.

Dia mendesah bosan. Suara tawa terdengar di depannya, alis anak itu menukik kesal.

"Kakak kenapa sih?" Tanya anak itu.

"Tidak apa Ed, mukamu terlihat lucu" Orang yang sebut kakak itu menutup mulutnya, berusaha untuk tidak tertawa lagi. Netra yang sama dengannya itu menatapnya geli.

Alisnya semakin munukik, membuat kakaknya tertawa lebih kencang. Edward, atau kerap dipanggil Ed, berharap dia bisa mencekik leher pria yang lebih tua itu dengan rambut kelabu panjangnya sendiri yang sangat ia banggakan.

Edward menggeleng, memutuskan untuk mengabaikan kakaknya dan lanjut menatap jalan. alisnya terangkat, sesuatu atau lebih tepatnya, seseorang mendapatkan perhatiannya.

Seorang gadis kecil yang dikerubungi para ibu desa. Sepertinya sedang menjual bunga yang ia bawa. Para wanita itu jelas tidak datang hanya untuk membeli bunganya, lagi pula yang dijualnya tidak sebagus itu menurut Edward. Mereka sibuk mencubit pipi sang gadis. Wajahnya memang di atas rata-rata untuk seorang rakyat biasa, tapi masih dibawah standar kecantikan bangsawan.

Yang membuat Edward tertarik adalah mata coklatnya. warna yang gelap tapi entah mengapa dapat bersinar terang.

Dan juga pin rambut bunga melati di rambutnya. Tidak cocok.

"Apa yang tidak cocok?" Kakaknya mencondongkan wajahnya kedepan dan menatap ke jendela. Oh seperinya dia mengatakan kalimat terakhir secara langsung.

"Bukan apa-apa kak!" Edward mendorong kakaknya kembali keposisi duduknya sebelum dia sempat melihat apa yang dimaksud. Tindakannya membuat kakaknya terkejut, tidak biasanya dia seagresif ini. Edward juga tidak tahu apa yang merasukinya untuk melakukan itu.

Dia menengok ke gadis itu. Ternyata gadis itu tengah menatap kereta mereka yang lewat dan matanya beralih ke arah Edward. Netra biru terang dan coklat gelap bersinar bertabrakan. Dia refleks menutup tirai.

"Kau kenapa sih?" tanya kakaknya heran.

---

Emma menatap kereta yang lewat dengan penasaran. Tidak biasanya dia melihat kereta se-wah itu. Percakapan para wanita didepannya menarik perhatiannya.

"Itu pasti kereta pangeran kan?" Tanya salah satunya dengan senang, matanya terus menatap ke kereta yang dimaksud.

"Kau benar! sudah saatnya pangeran kedua masuk akademi. Kurasa kita akan lebih sering melihatnya dari sekarang" Wanita yang lain terkikik senang.

Pangeran ya? Pikir Emma. Kakak beradik itu terlihat sangat dekat. Berbeda dari berita di koran-koran yang diedarkan.

"Nak, berapa harga bunganya?" Suara wanita membangunkannya dari lamunannya. Emma tersenyum senang.

"Oh itu semua harganya....."

Of Flowers and CrownsWhere stories live. Discover now