Chapter 8

10 0 0
                                    

Edward berbaring dikasurnya nyaman. Tubuhnya pegal setelah diperlakukan seperti pelayan.

Dia berbalik dan menatap langit-langit. Memikirkan setiap kejadian siang tadi. Tangannya menggenggam pin melati di dadanya.

Dia melepas pinnya dan berbalik ke sebelah kanan. Edward menatap pin itu lekat dan tidak bisa menahan untuk tidak menciumnya.

Setelah sadar apa yang dia lakukan, lelaki bermata sebiru langit itu menggelengkan kepalanya. Pipinya memerah, Apa yang kau lakukan Edward kau masih 9 tahun.

Dia menatap bunga itu lekat, mengusap pin berbahan plastik itu dan menekannya kedadanya. Kelopak matanya tertutup dan dengkuran lembut terdengar di kamar besar itu.

---

Emma meniup lilin di mejanya, seketika kamarnya menjadi gelap. Ia naik ke atas kasurnya dan masuk ke selimutnya. Kelereng coklatnya menatap lekat jepit rambut di meja sebelah kasurnya.

Dia benar-benar menikmati harinya. Akhirnya dia mempunyai teman selain Daphne, dan itu semua berkat Edward.

Tidak banyak anak yang ingin bermain dengannya karena Emma selalu menarik perhatian orang dewasa ataupun lelaki seumurannya. Kecantikannya yang di atas standar orang biasa membuat mereka iri. Iri bagaimana orang tua mereka sendiri lebih memujinya. Iri karena orang tua mereka selalu membandingkan mereka dengannya yang telah membantu orang tuanya di usia muda. Iri, iri, iri.

Emma sendiri tahu dia bukan apa-apa jika tidak dengan kecantilannya.
Nilainya disekolah hanya biasa-biasa saja.

Dia menutup matanya dan beralih ke alam mimpi. Menantikan akan hari esok.

---

Edwarn turun dari kereta sesampainya di akademi dan dia disambut oleh pelukan erat.

"Lepaskan aku Cedric! kau berkeringat" Edward mendorongnya menjauh sementara Cedric menatapnya dengan sedih.

Lelaki berseragam hockey akademi Eden itu berteriak. Edward tidak tahu bagaimana dia bisa berjalan dengan sepatu hockeynya di jalan penuh batu. "Kau dan Amy jalan-jalan semalam dan tidak mengajakku! kalian berdua jahat!" Amy menghampiri mereka dibelakang dengan ekspresi smug.

"Kamu sih tidak bilang" Ucap perempuan itu, Cedric menggeram.

"Pokoknya aku mau ikut bersama kalian hari ini!" Amy memutar mata tidak peduli.

Edward menatap temannya dari atas kebawah. Cedric adalah lelaki yang memiliki aura maskulin sejak usia muda. Dia lebih tinggi dibanding Edward sendiri dan sudah memiliki beberapa otot karena sering berpedang dan hobinya bermain hockey. Hal-hal yang selalu membuatnya iri.

Dia benar-benar kebalikan dari Edward. Edward tipe yang lebih suka berdiam diri di dalam perpustakaan dan membaca. Dia bukan anak aktif seperti Cedric.

Dan Edward takut Emma akan tertarik pada temannya.

Lelaki bersurai platina itu menggelengkan kepalanya dan memijat pelipisnya. " Baiklah, kau boleh ikut." Cedric menerjangnya dengan pelukan hangat.

"Ewh kubilang lepaskan dasar bau!" Edward meronta dan Amy menertawakannya dibelakang. Bajingan.

---

Baju-baju mahal berserakan dilantai dan terus bertambah karena empunya terus melempar pakaiannya dari lemari.

Apa aku pakai warna biru saja? tidak! aku selalu memakai warna itu, Emma pasti bosan. Merah? tertalu mencolok. Coklat? kelihatan lusuh. Anak lelaki itu terus melempar-lempar pakaiannya. Para elayan dibelakang menatapnya cemas.

"Pangeran Edward, kami bisa membantumu"

"Ya, izinkan kami membantu anda pangeran." Ucap mereka.

"Tidak mau! aku harus tampil sempurna!" Mengapa? Edward sendiri juga tidak tahu.

Tidak pernah sang pangeran serewel ini. Biasanya, saat ke pesta atau pertemuan penting pun dia membiarkan seluruh pakaiannya di atur pelayannya. Kenapa dia ribut sekali soal pergi ke perbelanjaan.

Karena dia harus berbaur dengan orang biasa. Edward memutuskan untuk memakai kemeja putih dan waistcoat biru gelap simpel dengan celana hitam. Tidak terlalu mewah kan?






Of Flowers and CrownsWhere stories live. Discover now