Emma menatap beku, memproses perkataanya.
Kemudian, wajahnya sontak memerah, hampir semerah apel di tangannya. Dia melemparnya kepada sang pangeran. "Beraninya kamu bilang begitu! ini hasil jerih payahku!"
Yang benar saja. Emma adalah gadis baik tapi tidak kalau seseorang mengejek hal-hal yang disayanginya.
Edward meng aduh dan mengusap kepalanya. "Semua jerih payah hanya untuk jepit rambut sejelek itu?" Beberapa apel kembali terlempar kepadanya.
"Berhenti! kau membuang-buang apelmu!" Edward menyilangkan tangan didepan kepalanya.
"Tidak peduli! semuanya sudah kotor!"
Emma melempar semua apel yang dimilikinya sekeras yang ia bisa. Sesaat Emma akan melempar apel terakhir. Cahaya dari jauh menarik penglihatannya.
"Emma! Emma sayang dimana kamu?!" Suara lembut yang terdengar khawatir berteriak memanggilmya. Suara yang sangat ia kenali.
"Emma!!" Kali adalah suara yang kasar tapi tidak kalah khawatir.
"Ayah! ibu! Emma disini!" Emma berteriak sekeras yang ia bisa.
Suara langkah kaki dengan cepat mendekat ke arah merema dan muncul dua orang dari semak semak.
Seorang wanita sigap memeluk Emma, menangis dipundak anaknya dan memeluknya erat. "Kamu pasti takut sayang, maafkan ibu dan ayah.." Ayahnya mengusap kepala Emma tangan yang satunya tengah memegang lentera, terlihat ingin menangis juga.
Di samping. Edward berdiri canggung. Dia tidak ingin merusak suasana keluarga itu tapi dia juga merasa takut.
"Kau tak apa nak?" Pria yang Edward duga sebagai ayah Emma berjongkok didepannya dan memegang kedua pundaknya, mengecek sekujur tubuhnya.
"Iya, tak apa" Edward menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Baguslah" Pria itu menggendongnya, membuat Edward berjengit, refleks memeluk lehernya. Pria itu tertawa keras.
Mereka pergi keluar hutan. Edward menatap Emma yang berada di gendongan ibunya. Edward mengeratkan pelukannya. Langkah yang naik turun membuatnnya merasa seperti di ayun, Netra biru itu perlahan tertutup.
---
Edward membuka matanya saat merasa suhu ruang telah berubah hangat. Dia menguap.
Ternyata mereka sudah sampai di rumah Florance. Edward menegakkan tubuhnya dan melihat lihat sekeliling saat ayah Emma menurunkannya.
"Buatlah dirimu merasa nyaman" Pria itu mengelus rambutnya hangat seperti yang dilakukannya pada Emma. Edward menahan dirinya untuk menepis tangan itu. Rambutnya sudah dia tata rapi.
"Ibu akan memasakkan makan malam, kalian pasti lapar" Kata ibu Emma, Emma sndiri sekarang sedamg duduk di sofa.
"Tidak! tidak perlu sayang, kamu pasti juga lelah. Biar aku saja, lagipula ini tugasku" Ayah Emma berkata, terlalu spontan dan mukanya memucat membuat Edard mengangkat alisnya.
Pria itu memang menyayangi istrinya, tapi dia masih belum ingin mati. Kasian anaknya tumbuh tidak punya ayah nanti.
Ibu Emma mengerinyit kesal tapi dia mengiyakanya, ia duduk disamping Emma dan mengajak Edward bergabung. Edward duduk disampingnya, ibu Emma berada ditengah.
"Apa anda benar² pangeran kedua?" Tanya ibu Emma mengusap kepalanya, mn nyaman. Dia akan lebih senang jika saja itu tidak merusak tataan rambutnya. Emma mendengus disebelah seakan tahu pikirannya.
"Iya, saya Edward Eden. anda bisa memanggil saya Edward nyonya...?" Tanyanya di akhir kata.
"Lilian Florance, panggil aku Lily" Wanita itu tersenyum lembut. Matanya sungguh mirip Emma.
"Dan aku Hadrian Florance!" Kata ayah Emma dari dapur. Emma pasti mendapatkan rambut coklatnya dari ayahnya.
Mereka mengobrol tentang hal-hal acak. Edward amat menyukai keluarga ini. Mereka tetap santai denganya bahkan setelah tahu dia seorang pangeran. Orang lain biasanya langsusng kaku.
Aroma sedap tercium dari dapur. "Makan malam siap!" kata Hadrian.
Keempat orang itu duduk di meja makan. Edward menatap makanannya.
"Maaf jika ini tidak sesuai seleramu Edward" Kata Hadrian berkeringat dingin.
"Apa? tidak ini terlihat menggiurkan" Edward menyantap makanannya. Hadrian mendesah lega, sementara Lily tertawa kecil dan Emma mendengus. Masih kesal soal jepit rambut tadi ?
Mereka mengobrol di selama makan. Sesuatu yang akan membuatnya dimarahi ibunya tapi terasa sangat normal disini.
Dari percakapan tersebut Edward tahu bahwa ternyata Hadrian adalah seorang chef dari restoran yang cukup terkenal. Dia pikir Hadrian adalah seorang ksatria karena badannya sangat besar dan berotot.
Dan Lily adalah seorang florist. Dia juga yang mendekorasi rumah ini dengan banyak bunga, membuat seluruh ruangan wangi dan terasa segar. Sementara Emma membantu menjualkan bunganya ke sekeliling. Sesuatu yang Edward kagumi karena dia sudah berjualan diumur semuda itu.
Sayangnya waktu yang indahpun ada akhirnya. Para kesatria berlarian didepan rumah mencari sang pangeran yang hilang
Vena merah berkedut di dahi Edward. Para kesatria ini tidak becus! Hampir 2 jam dia hilang dan mereka masih tidak bisa menemikannya. Dia akan melapor ke ayah. titik.
Keluarga Florance mengantarnya keluar rumah, ksatria yang kebetulan sedang lewat langsung membeku, menatapnya melotot. Edward mengabaikannya.
"Terima kasih paman dan bibi" Dia menoleh ke arah Emma "Kau juga" dan mendongkak lagi "Saya menikmati waktu saya disini."
Lily memeluk tubuhnya sementara Hadrian mengusap kepalanya. ugh
"Datanglah lagi kapan kapan, nak" Pria itu tersenyum menampakkan gigi tajamnya. Edward mengangguk.
Dia berbalik untuk bergabung dengan para ksatria yang panik itu dan masuk ke kereta kuda yang disiapkan. Dia melambaikan tangannya kepada keluarga Florance.
Angin malam berhembus kencang, helaian rambut platinanya terbang. Edward memejamkan mata. Merasa sangat tenang meskipun kejadian tadi.
---
Emma menatap kepergiannya, memeluk jubah disekitarnya erat. Jubah Edward yang belum dikembalikannya.
"Ayo kita masuk nak" Ibunya tersenyum lembut dan menuntunnya ke kamar tidurnya.
"Ibu, bolehkah aku tidur dengan ibu malam ini?" Emma bertanya, dia merasa tidak ingin sendirian setelah apa yang terjadi.
Lily tersenyum lembut, tatapannya khawatir dan sedih. "Tentu saja sayang"
Lampu dimatikan membuat ruangan gelap. Emma menyamankan dirinya dipelukan ibunya. Jubah Edward masih memeluk tubuhnya. Pasangan ibu dan anak itu tidur dengan damai. Mengabaikan sang ayah yang berada di luar pintu sedih ditinggalkan.
"Aku juga mau tidur bareng..."
---

YOU ARE READING
Of Flowers and Crowns
Non-FictionNi ide gamau keluar dari kepala kalo ga aku tulis. (Bukan cerita reinkarnasi)