04|Belenggu

548 116 32
                                    

Maunya update setiap Sabtu aja, tapi karena book ini lebih cepat selesai penulisannya daripada prediksi, maka akan aku publish tiap malem (beberapa chapter sekaligus). Dan besok mungkin udah end.

***

Hari Minggu Jisoo mendapat tawaran jalan dari calon suaminya. Berbekal rasa tidak enak untuk menolak, akhirnya ia setuju. Lagipula, Jisoo tidak bisa membayangkan bagaimana komentar marah mama dan papanya jika Jisoo kedapatan bilang tidak.

Sehingga di sini lah mereka sekarang. Bertempat di salah satu restoran mewah yang laki-laki itu booking, berencana makan siang bersama, sekaligus melakukan percakapan agar semakin mengenal satu sama lain. Laki-laki yang bernama Myungsoo ini tampak telaten dan juga baik.

Namun Jisoo bukan orang yang mudah jatuh hati dengan seseorang, apalagi mereka baru kenal. Tapi ia tetap mengindahkan setiap usaha kecil yang laki-laki itu berikan, dengan ucapan terima kasih maupun senyuman menghargai. Termasuk ketika sekarang Myungsoo membukakan kursi agar ia dapat duduk.

"Makasih, Mas."

Pria tampan itu tersenyum, kemudian mendudukkan diri di kursi sebrang meja yang berhadapan dengan Jisoo. Tangannya terangkat memanggil pelayan, namun di detik berikutnya handphone miliknya berdering. Myungsoo meminta pemakluman dari gadis yang ada di depan. "Sebentar ya?"

Jisoo mengangguk, mempersilakan laki-laki itu menjawab panggilan. Setelah kepergiannya, tubuh Jisoo bersandar di kursi. Calon suami yang disiapkan oleh kedua orang tuanya begitu pekerja keras. Bagus sebenarnya, hanya saja,

"Mau pesan apa, Kak?"

Karena Myungsoo tak kunjung kembali, Jisoo memilih untuk tidak memutuskan terlebih dahulu. "Tunggu ya, Kak."

Pramusaji itu membalasnya dengan senyuman, sebelum kembali undur diri. Meninggalkan Jisoo yang masih menunggu, dan sekarang merasa penasaran juga dengan pembicaraan yang dilakukan Myungsoo. Kenapa laki-laki itu sangat lama?

"Ah, Jisoo, maaf saya kelamaan ya?"

Masih bisa-bisanya dia tanya begitu? Tapi demi rasa segan dan berusaha menghormati, Jisoo menggeleng anggun. "Nggak apa-apa kok, Mas."

Terlihat raut bersalah di wajah Myunsoo. "Maaf ya, tiba-tiba aja sekretaris saya telpon katanya ada meeting dadakan. Mungkin lunch kita nggak bisa saya lanjut."

"Ooh, gitu? Nggak apa-apa, Mas. Aku tahu kamu orang sibuk. Mas pergi aja selesaiin pekerjaannya, aku bisa pulang kok."

"Ayo saya antar kamu pulang dulu. Saya bener-bener nggak enak, tapi ini juga mendesak. Maafin saya ya?"

"Serius, Mas. Nggak apa-apa kok. Jangan merasa nggak enak gitu. Aku pulang sendiri aja. Mas pasti harus buru-buru banget."

"Nggak apa-apa?"

"Its okay."

Myungsoo memberikan usapan di kepala Jisoo sebelum ia benar-benar pergi. Membuat Jisoo mau tidak mau harus menampilkan senyuman terbaiknya ketika mengantarkan kepergian laki-laki itu. Setelah punggung Myunsoo tak terlihat lagi, barulah Jisoo mendengus dan menggulir bola matanya. Ternyata berpura-pura bikin capek juga ya?

Mengambil tas miliknya, Jisoo juga menyusul langkah calon suaminya untuk meninggalkan restoran. Memesan sebuah taksi yang siap mengantarkannya berkendara menuju bengkel. Niat Jisoo untuk makan siang sudah tidak ada lagi. Dia kesal tentunya.

Sampai di depan bengkel, setelah membayar bill taksi, Jisoo melangkahkan sepatu hak tinggi miliknya ke pekarangan. Disambut oleh tatapan ketiga pemuda yang sejak tadi sudah menoleh penasaran. Mood Jisoo sedang buruk, bahkan ia melempar tas nya asal-asalan, lalu menghenyak di sofa.

Geng Bengkel (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang