Kencangnya angin menenangkan helaian rambut panjang Jisoo. Ia berhasil membuat Taehyung tak membantah, ketika Jisoo bilang ingin ikut. Sekarang Jisoo harus mati-matian menutup mata, berusaha menahan rasa takut akibat Taehyung berkendara begitu laju. Meski tubuhnya yang sekarang memeluk Taehyung agak bergetar, Jisoo tidak akan menyesal karena memilih ikut.
Pelukan Jisoo di tubuhnya membuat relung hati Taehyung menghangat. Risalah diri yang tadinya sarat dengan emosi, perlahan-lahan reda ketika melirik pada wajah terpejam Jisoo yang terlihat di spion, maupun pada lilitan tangan gadis itu nan ada di perutnya. Sadar akan tindakannya yang sudah membuat Jisoo ketakutan, Taehyung memelankan kecepatan.
Tangan kiri yang tadi memegang stang, di fungsikan untuk menggenggam tangan gadis itu. Sampai akhirnya Taehyung berhasil membuat Jisoo membuka mata, kemudian gadis itu mendongak melihatnya. "Gue bikin lo takut ya? Sorry..."
Jisoo tidak bersuara untuk menjawabnya, melainkan hanya menyadarkan kepala di punggung Taehyung, setelah mereka sempat bertukar senyuman.
Tidak lama kemudian, motor yang Taehyung kendarai berhenti di tepi dermaga. Ada sebuah bangku kosong yang menghadap laut berbatas jembatan. Mereka duduk di sana.
"Kalau lagi sedih, gue sering ke sini."
Jisoo paham. Taehyung adalah tipikal manusia yang suka menyendiri, dan sukar bercerita kepada orang lain. Bahkan ketika mereka sudah bersahabat lama, laki-laki itu seakan menyimpan semua masalah yang ia miliki sendirian. Bahkan Jisoo dan teman-temannya baru tahu tahun lalu tentang masalah Taehyung dan ayahnya. Awalnya yang mereka tahu, ayah Taehyung sudah meninggal, tapi ternyata pria itu masih hidup. Itupun, setelah setahun ibunya sakit.
Menggeser tubuhnya mendekat pada Taehyung, Jisoo curahkan senyuman manis. "Kalau mau nangis, nggak apa-apa kok." Soalnya Jisoo tahu betul rasanya kalau lagi sedih dan butuh nangis biar tenang.
Taehyung membalas senyuman gadis itu dengan cara serupa. Tangannya tiba-tiba saja bertengger di pipi Jisoo. "Soal yang tadi gue minta maaf. Nggak seharusnya gue bawa lo sekencang itu, apalagi posisinya lo nggak pakai helm."
Demi Tuhan, Taehyung bukannya sengaja bawa Jisoo kebut-kebutan karena dia kesal karena Jisoo keras kepala ingin ikut. Tapi selama ini, memang begitulah cara Taehyung menumpahkan emosinya. Berdiri di jembatan maut seolah hal yang ia senangi. Namun dengan membawa-bawa Jisoo membuat Taehyung menyesal, dan ia sadar sekarang.
"Nggak apa-apa kok. Yang penting itu bisa bikin lo lega. Sekarang udah agak tenang, kan?"
Mengangguk, Taehyung tidak berbohong. Meski masih merasakan sedih yang mendalam—karena ditinggal seorang mama pasti membuat semua anak terpukul, namun setelah meluapkan emosinya di jalan, Taehyung merasa memang cukup lega. "Gue bisa pinjam pundak lo?"
Harus izin juga? Kayak sama siapa aja. Tidak menjawab dengan ucapan, Jisoo memilih menarik kepala Taehyung untuk rebah di pundak sempitnya. Tak lupa memberikan usapan di punggung laki-laki itu. "Lo boleh nangis, teriak, marah, asal itu bikin lo tenang. Gue dan yang lainnya khawatir sama lo, Tae."
Kepala Taehyung mengangguk. Ia mulai menikmati kenyamanan yang Jisoo curahkan saat ini. Bahkan sampai mata Taehyung terpejam saking nyamannya.
Menghela napas pelan, Jisoo tersenyum kecil saat menoleh, dan mendapat Taehyung yang berhasil tenang. Tangannya tak seakan tak lelah mengelus, mencurahkan kasih sayang yang kental terhadap pemuda itu. Saat melihat keadaan Taehyung sekacau dua hari belakangan, Jisoo merasakan sakit yang sama. Dan saat laki-laki itu mulai nyaman, disitu pula Jisoo merasa terntram.
"Gue sayang sama lo, Taehyung."
***
Hampir dua jam Jisoo duduk diam memandangi lautan. Bahkan hari yang tadinya masih terang, sekarang perlahan gelap akibat matahari yang ingin beristirahat. Sekali lagi Jisoo menolehkan kepalanya ke samping, berupaya meminimalisir gerak dan bunyi sama sekali, takut mengganggu Taehyung yang sedang tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geng Bengkel (√)
Teen Fiction1 Sunlight 3 Sunprotector Publish: 29 Juni 2024 End: 3 Juli 2024