"Semuanya delapan puluh juta pak," ucap pelayan di hadapanku.
"Baik, itu saya bayar dan sudah terkirimkan?" tanyaku pada wanita itu.
"Sudah pak, terima kasih telah belanja di sini dan jangan lupa datang kembali. Selamat malam Bapak," kata si pelayan itu.
Lalu aku pun mengambil kartu kredit dan langsung meninggalkan ruangan pembayaran. Dengan langkah lebar, tibalah aku di sebuah kendaraan yang terletak tidak jauh dari teras mall. Kali ini aku masuk dan ternyata sang istri serta ayah mertua sudah ada di dalam sana, keduanya tampak tenang serta tidak mengeluh sedikit pun.
"Udah selesai bayarnya mas?" tanya Julia—istriku.
Dengan senyuman aku pun berkata. "Udah kok sayang, sekarang kita pulang yuk, karena malam ini udah sangat larut aku gak mau ganggu istirahat ayah dan Pratama."
"Iya mas," jawab istriku sangat lembut.
Tak berapa lama kami pun pergi dan meninggalkan lokasi mall, setibanya di perjalanan aku hanya memerhatikan sang istri yang sepertinya tidak nyaman dengan dress yang dia pakai. Sedari tadi memekik serta tak mau melakukan apa pun, seraya menyentuh tangannya aku pun tersenyum semringah.
"Kamu kenapa sayang?" tanyaku pada sang istri lagi.
"Ah, i-ini ... aku hanya gak nyaman aja sama bajunya. Ini terlalu mewah buat aku. Kalau lain kali kita jalan, boleh gak kalau aku pakai yang biasa saja mas?"
"Boleh kok sayang, apa pun yang kamu lakukan kalau itu baik mas akan dukung. Tetapi ingat ya, kalau semuanya karena kemauan kamu bukan paksaan. Lagian ... mas juga gak mau maksa kamu buat yang aneh-aneh kok," jawabku panjang kali lebar.
Di sepanjang perjalanan, kami bersenandung riang. Dan ayah mertua pun tengah asyik bernyanyi lagu-lagi masa lalu. Ini adalah ke luaran tahun lama, kemungkinan kalau semua suka dengan lagu ini. Tidak ada pun kami saling mengeluh akibat apa yang telah terjadi, walau aku sedikit lama membayar. Ternyata orang yang aku anggap selama ini telah menghilang, masih terlihat.
Sungguh sangat menjengkelkan saja, sampai aku tidak tahu lagi hendak berkata apa. Beberapa menit setelahnya, kemudian kami pun tiba di depan rumah. Dengan sangat cepat aku masuk ke dalam halaman depan, dan langsung bergerak memarkirkan kendaraan. Kami yang sudah sangat lama di jalan, akhirnya sampai dengan sangat selamat.
Tanpa ada licet sedikit pun, kemudian secara bergantian kami masuk ke dalam rumah. Sang istri membuka pintu, dan ayah juga masuk pertama.
"Sekarang kita udah sampai sayang ... assalammualaikum ...," kataku pada cucu pertama.
"Wa-alaikumsallam ... silakan masuk mas ..," kata Julia lagi.
Di sebuah ruang tamu kami berhenti, dan saling membagi apa yang sudah kami beli ini. Semuanya sudah kami bagikan, sesuai dengan apa yang telah di pesan tadi. Sang istri pun mengambil dengan paket sederhana, bahkan ayah juga. Aku mengambil pakaian yang telah di pilihkan untuk sang cucu, dengan warna yang indah dan serasi pada kulit.
Lalu Julia mengambil baju yang aku beli ini, dia menatap sambil memandang dari setiap sudut pakaian. Lalu aku pun mengembuskan napas panjang, karena takut tidak bagus atau apa pun itu. Namun, demi sebuah masukan aku pun mau menunggu sambil menahan napas. Dan akhirnya Julia merubah ekspresi wajah, kalau sedikit lebih bahagia dari biasanya.
"Mas, ini pakaian yang kamu beli ya?" tanya Julia sangat penasaran.
Seraya mengangguk, aku pun menjawab, "iya sayang, ini mas yang pilih. Jelek ya sayang?" tanyaku padanya lagi.
"Gak kok mas, ini malah bagus banget, aku suka dengan warna baju seperti ini. Masuk banget sama kulit Pratama ya, jadi gak sabar kalau entar di pilihin baju sama mas," pujinya lagi.
"Iya, bentar lagi mas yang akan pilihkan. Tapi kamu harus mau ya sayang. Awas aja kalau gak mau, nanti akan mas gigit," paparku menjelaskan.
Mendengar ucapan dan candaan kami, ayah mertua malah menutup mata serta menarik napas panjang. Alhasil aku dan sang istri pun saling tukar tatap satu sama lain, dan kami malah menahan tawa dan menghargai ayah yang masih menduda selama ini.
Padahal kami selalu memberikan tawaran kalau ayah akan menikah, itu tidak masalah. Namun, dia tidak mau dan lebih memilih menyendiri saja. Sampai sekarang dia tidak mau mengalami kisah tidak sedap itu lagi, trauma perpisahan membuatnya tidak mau membuka hati pada siapa pun.
Bahkan Julia pun selalu di bantah kalau berkata tentang jodoh, karena duka masa lalu di jadikan babu oleh istri sendiri adalah trauma yang tak akan terlupakan, bahkan sampai kapan pun. Kali ini kami hanya mengikuti apa yang di mau ayah, dan itu demi kebaikannya juga.
Setelah bercanda, kali ini kami akan tidur dan Julia membawa ayah masuk ke dalam kamar. Lalu, aku pun masuk ke dalam kamar bersama dengan cucu. Kini tibalah kami di dalam ruangan ini, dan Julia pun datang menemui. Dia datang menuju kamar, membuka hijab dan baju yang dia anggap sebagai barang tidak nyaman.
Lalu, Julia duduk di samping kanan. Kebiasaan kamu harus curhat, sebelum tidur untuk mengungkapkan apa yang terjadi seharian, sebagai seorang suami mendengarkan curhat istri adalah hal yang baik.
"Mas, gimana sama kerjaannya? Apakah semua baik-baik saja, atau ada masalah di kantor?" tanya sang istri.
"Gak ada masalah sih, tapi mas mau berkata sama kamu sayang." Dengan cepat aku merubah posisi badan, dan kami saling menatap satu sama lain.
"Emangnya mas mau berkata apa, silakan aja katakan kalau itu adalah hal penting."
"Tapi takut kalau kamu malah gak mau mendengarkan mas. Ini bukan paksaan, tapi alangkah baiknya."
"Iya sayang, aku akan dengarkan. Selama ini yang bicara adalah aku, sekarang kamu sebagai suami biar adil," jawab sang istri.
"Jadi begini, kami sedang ada proyek baru di perusahaan. Dan Risma tidak ada temannya sebagai partner, jadi mas mau mengajak kamu kerja di perusahan. Lagian ... kalau sayang ada di sana, mas dapat memantau dari dekat kan?"
Lalu sang istri pun terdiam, dia berpikir. Walau pun aku tahu, kalau dia tidak mau, akan tetapi ini adalah hal yang mestinya aku katakan agar dia setuju. Namun, yang namanya sebuah pernyataan apa pun jawabannya akan di terima.
"Kalau aku sih mas gak tahu soal kerjaan di kantor, karena selama ini aku hanya tahu kerjaan dapur dan hal-hal yang sangat jelas di kerjakan," jawab istri.
"Kamu akan di bimbing kok sayang, gak perlu takut lagi kalau masalah itu. Lagian Risma akan selalu ada buat kamu, mengajari sampai pintar. Agar divisi dua kamu yang pegang sayang, kita bisa bandingkan kinerja kalau begitu."
"Tapi benarkan mas, kalau kamu gak akan marah kalau aku salah?" tanya sang istri lagi.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kecanduan Kontol Mertua
AdventureSeason 2 dari novel berjudul: 3 Miliyar Sekali Entot