Bab 133

16.9K 10 0
                                    

Setelah beberapa menit berpelukan dengan sang istri, aku pun segera mandi. Dan terlihat di dalam kamar Julia sedang melipat pakaian, kemudian dia pun mempersiapkan pakaian yang akan aku pakai saat ini. Di dalam kamar mandi, tak henti-hentinya bersenandung. Malam dengan menyuguhkan keindahan, lalu aku pun bergerak ke luar setelah selesai.

Tepat pada posisi sejurus menatap, sang istri pun memberikan pakaian yang sudah dia lipat rapi. Malam ini kami akan pergi ke salah satu tempat makan, karena aku sudah berjanji pada Julia agar mengajak dia dan ayah mertua untuk makan malam di luar. Karena ayah belum mengikuti acara kemarin, sehingga malam ini akan kami gelar makan malam bersama.

Di bantu oleh sang istri, kali ini kami telah selesai memakai pakaian. Dan aku pun telah siap untuk pergi malam ini, dengan berjalan ke luar kamar sambil menelusuri anak tangga tibalah kami di ruang bawah. Tampak sang ayah bercanda pada Pratama, sejak awal datang sampai saat ini. Setelah kami hadir, sang ayah menatap secara saksama.

"Loh, pada rapi mau pergi ke mana ini?" tanya sang mertua.

"Kami mau ajak ayah makan malam ke luar, karena kemarin gak bisa datang ke acara. Ini adalah inisiatif aku yah," kataku pada sang mertua.

"Oh, kalau begitu ayah gini ajalah gak perlu ganti baju ya. Soalnya ... mau pakai baju apa pun tetap seperti ini, gak ada yang berubah juga," papar sang mertua.

Aku dan Julia pun saling tukar tatap, dan ayah mertua memberikan Pratama padaku. Lalu istri membawa kursi roda dan kami segera masuk ke dalam mobil untuk bersiap, setibanya di dalam dengan bantuan kami akhirnya ayah pun masuk dan duduk. Barulah kami duduk di depan, ternyata pak Hendro suka dengan Pratama sampai dia menggendong Pratama di dalam kendaraan.

Kepergian kami ini pun yang pertama, karena jujur saja aku belum pernah pergi mengajak mertua. Dan di sepanjang perjalanan tidak henti-hentinya aku berkata dalam hati, sambil tersenyum manja. Kami akan pergi ke salah satu tempat makan dengan pemandangan yang indah, berkelas mewah dan ini adalah pertama kalinya aku datangi.

Terletak di salah satu tempat perkotaan, dan kabarnya kami sudah mendapatkan tiket yang langsung aku chat DM di aplikasi. Bahkan kursinya juga sudah aku pesan, sehingga tidak ada yang akan mengambil walau pun kami telat. Dengan bayaran cash dan kontan, kami pun bergerak stabil karena membawa anak kecil dan mertua yang takut kencang.

"Mas, kita mau makan di mana emangnya?" tanya Julia—istriku.

"Hmm ... mas mau ajak kamu makan di suatu tempat yang agak jauh, tetapi gak jauh banget kok, masih bisa di tempuh dengan mobil," paparku menjelaskan.

"Jangan ke tempat mewah banget mas, entar ke tempat mewah. Aku malu kalau ke sana, lagian gak pantas juga," kata sang istri.

"Kenapa gak pantas, kan, kamu adalah istri mas. Gak ada yang gak pantas, jangankan resto dan kafe nya, semua yang di sana bisa mas beli buat kamu sayang," kataku dengan spontan.

"Iya tahu, tapi rasanya gak pantas aja untuk aku yang hanya orang kampung ini mas ..."

"Nak, kamu adalah istri seorang konglomerat, kamu harus bisa menyesuaikan diri, agar kamu tidak terus insecure. Ayah memang gak pernah ajari kami kemewahan, tapi kalau begini keadannya kamu harus bisa sesuaikan juga dengan suami kamu," sambar ayah dari belakang.

"Tuh! Ayah aja paham kok sayang, kalau kamu harus sesuaikan dengan keadaan. Karena apa pun yang kamu inginkan mas tetap dukung, jadi jangan insecure lagi ya ... sekarang kita nikmati aja malam ini."

"Iya mas ... aku ikut aja sama mas apa pun yang mas lakukan. Sebagai partner dan sekaligus istri taat suami," jawab Julia tertawa tipis.

Di sepanjang perjalanan, Pratama dan Ayah Hendro pun bercanda tanpa henti. Ternyata dia suka juga dengan sentuhan sang mertua, dan orang-orang tulus sangat du sukai oleh anak-anak, tidak dapat di pungkiri. Hanya ketulusan saja yang dapat menyatukan dua hati yang berbeda itu.

Beberapa menit kami berkendara, tibalah kami di depan kafe tersebut. Dan dengan cepat aku masuk ke depan, berparkir VIP karena memang untuk mobil mewah berada di parkiran dengan bayaran yang berbeda. Kami pun telah sampai, dan membuka pintu kendaraan untuk turun. Aku dan Julia membantu ayah untuk turun di kursi roda, lalu aku menggendong Pratama.

Sang istri membawa kursi roda dan kami pun masuk dengan segera, aku berkata pada sang cucu yang masih dalam keadaan meriang. Badannya sangat hangat, harusnya ada di rumah. Namun, kalau di rumah tidak ada yang menjaga. Sehingga mau tidak mau kami akan membawanya pergi juga, agar tercapai sebuah amanah yang telah kami katakan.

Kini tempat duduk itu telah tersedia, dan akhirnya kami berjalan ke sana sambil mendudukkan badan di atas kursi tersebut. Pemandangan yang ada di sini memanjakan, setelah ini kami akan berjalan ke lantai dua dan akan ada juga yang namanya lantai terbuat dari kaca tebal. Itu sesuai dengan apa yang tertera, kemudian seorang palayan datang.

"Mau pesan apa bapak dan ibu?" tanya pelayan itu, sambil meletakkan sebuah buku menu.

Kami pun menatap, dan memandang menu yang sangat khas di bandrol harga jutaan. Tidak ada yang di bawah jutaan, karena ini memang kafe kelas mewah dan menunya juga sangat lengkap.

"Mbak, aku mau pesan ayam grilled di mix sama jamur dan ada juga udangnya ya, minuman nya adalah lemon tea hangat aja," kataku. "Kamu mau pesan apa sayang?" tanyaku pada istri.

"Mas, ini beneran menunya. Gak salah tulis harga kah?" tanya Julia.

"Ya emang itu harga nya, pesan aja sayang kenapa pakaui tanya harga?" Jawabku.

"Kalau begitu aku juga sama dengan suami ajalah mbak. Soalnya bingung mau pesan apa, dan ini sangat mahal semua." Istriku sangat polos dan begitu membuat aku merasa lucu.

"Kalau ayah mau pesan apa?" tanyaku pada mertu.

"Sama aja kayak kalian, bingung mau pesan apa. Soalnya harganya itu loh," ujar sang ayah.

"Ha ha ha ... kenapa pada semua menunya, emang bener mau sama? Kan banyak menunya ayah, pilih ajalah jangan pikirin harga. Ya gak Pratama, cucu paling ganteng. Si adek mau pesan apa sayang?"

"Gaklah sama aja seperti kalian," jawab ayah mertua.

"Sama berarti Mbak, bertiga. Oh, ya, menu paling spesial juga kasih tiga ya biar entar kalau ada yang mau tambah gak pala pesan lagi!" seruku.

"Baik Pak, di tunggu saja menunya ya. Kami akan berikan dengan segera," kata si pelayan lalu dia pergi.

"Iya sama-sama, yang cepat ya, soalnya kami udah lapar banget ini," ungkapku sekenanya, sabil bercanda pada Pratama—sang cucu imut dan tampan seperti aku.

Bersambung ...

Kecanduan Kontol MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang