III

6 1 0
                                    

III

VINASTIKA PUTRI M.

.

Jujur saja, aku tidak tahu harus bersikap seperti apa. Alfian Nugroho, siapa yang tidak mengenalnya di kampus ini? Ia adalah salah satu mahasiswa populer di kampus, selain karena adik kembarnya yaitu Elvira merupakan anggota BEM yang cukup beken, Alfian merupakan mahasiswa berprestasi. Beberapa kali wajahnya terpampang di akun media sosial kampus kami karena memenangkan kejuaraan.

Hal yang membuatku begitu takut adalah, Alfian merupakan mantan pacarku dan tampaknya tak banyak orang yang tahu. Aku meninggalkannya tanpa mengucapkan selamat tinggal. Tak hanya Alfian, tapi aku juga meninggalkan teman-teman lamaku dan juga rumahku. Kedatanganku kembali kesini memiliki alasan kuat, pada awalnya rencanaku adalah menyelesaikan masalah tanpa melibatkan Alfian atau bahkan teman-temanku, tapi tampaknya takdir tak menyetujui rencanaku, jadi disinilah aku, tanpa sengaja bertemu dengannya tepat ketika ia sedang melakukan pendekatan dengan salah satu teman baruku. Sebenarnya itu sangat wajar, aku dan Alfian berhenti berhubungan lebih dari setahun. Sudah saatnya ia harus melanjutkan hidup. Meskipun tanpa bisa kupungkiri jika rasanya masih menyakitkan.

"Sa, kayaknya Theo tiba-tiba jemput aku. Maaf banget ya Sa, aku tinggal dulu katanya urgent," Ucapku cepat ke arah Marisa yang tidak lagi fokus ke arahku melainkan hanya melambai cepat dan menyambut kedatangan Alfian.

Tanpa berlama-lama atau menoleh, aku segera berjalan cepat hingga keluar wapo. Entah mengapa aku menahan napasku, bahkan kehadirannya saja membuatku kewalahan. Tersenyum sedih aku menoleh, melihat laki-laki yang mungkin akan selamanya kucintai sedang tersenyum dan tertawa bersama temanku.

Alfian tampan seperti biasa, ia tampak lebih tinggi, dengan celana khaki, kemeja flanel dan kaos polos serta rambutnya yang agak berantakan, ia benar-benar berbeda dari Alfian yang dulu selalu rapi ketika sekolah.

Sementara didepannya, Marisa sangat cantik dan menarik, kepribadiannya yang ramah selalu menular. Alfian tersenyum, sudah begitu lama aku tak melihat senyumnya hingga rasanya terlalu aneh menatapnya tersenyum bersama orang lain.

"Ckck, gue kira gue salah lihat tadi. Ternyata itu beneran lo. Sudah gue duga, lo pasti selamat dari kejadian itu,"

Aku menegang, suara itu mengejutkanku. Berbalik perlahan, aku menemukan Arlena Matahari, orang yang sejak lama membenciku. Ia masih sama cantiknya seperti dulu, tapi sorot kebencian itu tak pernah lepas dari pandangannya kepadaku. Aku tak membalas ucapannya.

"Kenapa? Kaget lihat gue? Bukannya basi banget lo pakai dandanan cupu ini lagi? Mau sembunyi dari siapa sih lo?" Ucapnya pedas. Arlena melihat ke balik punggungku dan mengucapkan 'Oh' tanpa suara. Ia tertawa "Sungguh peningkatan dari Alfian Nugroho. ternyata dia nggak segoblok itu cinta mati sama lo,"

Aku tak bergerak, menguatkan diriku, aku mencoba untuk membalas tatapannya. Tidak lagi, aku bukanlah Vinastika yang akan mengalah dan diam saja diperlakukan seperti ini. Jadi aku menegakkan bahuku, "Arlena, long time no see," Jawabku basa-basi karena tak ingin terprovokasi ucapannya.

Arlena menyipitkan matanya kearahku dan menyeringai "Jadi Alfian Nugroho dan antek-anteknya belum tahu manusia pembawa sial di kehidupan mereka telah kembali?"

Mau tak mau hal itu mengiris hatiku, Arlena benar. Aku hanyalah duri bagi orang-orang yang kusayangi. Tapi aku memiliki alasan kuat untuk kembali kesini. "Itu bukan urusanmu," Jawabku dingin.

"Gue suka lo punya nyali, Vinastika Mahendra. Tapi, mari kita lihat bagaimana nanti. Welcome home!" Arlena tertawa dan melambai meninggalkanku.

Aku bergegas pergi dan memesan taksi menuju kantor. Aku yakin Theo akan mencariku karena terlambat, apalagi baterai ponselku juga habis. Memasuki kantor, aku sudah tidak lagi asing dengan wajah masam Theo. Ia tampak marah.

HEREAFTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang