XII

6 0 0
                                    

ALFIAN NUGROHO

.

What the hell is going on? Kenapa Vina dan Lily malah diusir? Sebenarnya aku tidak ingin menjadi kurang ajar kepada orang tua atau bahkan pada Marisa. Bahkan, pada awalnya aku merasa sangat bersalah karena kejadian terakhirku dengan Marisa tidaklah berjalan lancar. Tapi for God sake! Kenapa dia malah berbohong pada Ibunya yang sekarang kegirangan? Bagaimana caranya aku memberitahu kebenarannya tanpa menyakiti hatinya?

Damn you Marisa! Terpaksa aku mengikuti mereka semua kedalam. Ruangan itu cukup besar, ruang utama perawatan dipisahkan oleh sebuah bilik tinggi dari ruang tamu. Ada satu ruangan lagi yang kutebak adalah ruang kamar untuk keluarga, sebuah kamar mandi dan jendela besar.

Seorang perawat membantu Marisa kembali ke ranjangnya sementara Ibunya heboh mengeluarkan banyak minuman dan juga cemilan dari kulkas besar yang ada di sudut ruangan.

"Alfian, ini kamu ambil aja apa yang kamu mau ya,"

Dengan rikuh aku memaksakan senyum, semoga tak terlihat terpaksa "Makasih Tan, sebenernya nggak perlu repot-repot, saya cuma mau menjenguk Marisa dan ingin tahu kabarnya,"

"Ah nggak repot sama sekali, malah Tante senang sekali kamu kesini. Eh kamu duduk dideket Marisa dong, Tante mau foto dan kirim ke Ibumu,"

Hah? Apa-apaan sih?

"Eh, nggak usah Tan—" Tapi belum juga aku menyelesaikan ucapanku, tanganku sudah ditarik untuk berdiri disamping tempat tidur Marisa yang kini tertawa senang. Mendadak aku ingat Vina dan Lily yang masih menungguku diluar, padahal ini adalah ide mereka untuk menjenguk Marisa.

Ibu Marisa memainkan ponselnya dan tersenyum "Oke udah," ia kemudian memandang Marisa "Sayang, Mama keluar dulu ya mau ada urusan bentar. Kalian ngobrol berdua aja. Saya titip anak saya ya Alfian," dan dengan itu ia keluar ruangan dengan cepat.

Aku menghembuskan napas, sementara Marisa kembali tertawa "Sorry Al, Nyokap gue emang kayak gitu. Beliau selalu semangat kalau tahu gue punya pacar, maklum gue emang anak satu-satunya,"

Mau tak mau aku tersenyum "It's okay, gimana keadaan lo?"

Marisa terdiam sejenak "Sakit, banget. Trauma juga,"

Memegang lengannya sekilas aku menatap simpati pada Marisa "I'm so sorry Sa,"

"Bukan salah lo juga kok Al, ehm sorry gue nggak ngajak Vinastika sama Lily masuk," Ucapnya sambil memandang jauh ke arah jendela.

"Kenapa Sa? Lo juga percaya kalau Vina yang ngelakuin ini ke lo?"

"Kenapa nggak? Bukannya dia juga ngelakuin ini disekolah lama kalian?"

Tentu saja aku terkejut dengan berita itu "Berita ngawur darimana tuh?"

"Gue tahu lo emang jatuh cinta sama dia Al, tapi dengan otak sepinter lo ternyata lo bener-bener buta ya?"

Gila, sebenernya Marisa udah dicuci otak atau gimana sih?

"Sa, gue nggak tau lo dapet omongan atau kabar ngawur itu darimana, tapi asal lo tau kalau Vina adalah salah satu orang paling baik yang pernah gue kenal," Jawabku tegas. Marisa tampak berkaca-kaca, tapi ia menyunggingkan senyum tipis "Gitu ya Al, oke terserah lo aja."

Hening, aku tidak tau ingin berbicara apa lagi, "Jadi, kenapa lo bohong sama nyokap lo?"

"Bohong soal apa?"

"Tentang kita,"

"Sebenernya gue nggak sepenuhnya bohong. Pas kita deket, gue emang sering cerita tentang lo ke nyokap gue. Saat itu gue bahkan yakin kalau gue bakal jadi pacar lo Al. Ya meskipun gue sadar kok bahkan sebelum kita jalan, lo emang agak dingin. Tapi gue nggak keberatan sampe waktu lo ngaku di malam konser itu, Alfian, apa bener kesempatan itu bener-bener udah ilang?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HEREAFTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang