VINASTIKA PUTRI M.
.
Ingin sekali aku marah dan mengumpati Alfian Nugroho. Demi Athena dan segala kebijaksanaannya. Apa sebenarnya yang ada di otaknya sehingga memperlakukan Marisa seperti itu? Bagaimana mungkin dia mampu menggenggam tanganku atau bahkan menahan lenganku didepan Marisa.
Ya, ya aku tahu jika perasaan tak bisa dipaksa, tapi bahkan itu hanyalah sebuah etika kesopanan dasar. Aku juga tahu ia terluka dan sedih, tapi apakah ia bahkan tak bisa menahan dirinya? Ugh, aku benar-benar merasa buruk dan bersalah pada Marisa. Aku yakin sekarang ia pasti tahu jika aku dan Alfian pernah berpacaran.
"Vina, tunggu!" Lily berlari ke arahku. Aku menutup mata, berusaha sebisa mungkin mengabaikan emosiku dan menenangkan diri. "Hai Lily,"
"Gue, sori buat yang tadi. Gue nggak bermaksud bikin lo marah kayak gitu," Ucapnya salah tingkah, aku hanya tersenyum "Maaf juga Lily, aku bukan bermaksud marah. Aku hanya sedikit kesal melihat Alfian tidak memperlakukan orang lain dengan baik."
"Lo khawatir sama perasaan temen lo?"
Mengangguk pelan, aku menatap Lily "Aku tahu Alfian juga sedih, tapi bukankah itu tak membuatnya lebih baik? Dengan mengabaikan perasaan orang lain?"
"Mau ngobrol nggak Vin?"
"Apa kamu nggak ada acara Lily?"
"Gue sebenernya sama Ricky tadi, tapi dia tiba-tiba ada urusan. Pas dia pergi, gue udah mau pulang dan nggak sengaja lihat lo. Terus tadi sempet ke club seni juga sampe gue lihat Arlena. Akhirnya gue cari-cari lo lagi," Jelas Lily padaku, sangat kentara raut khawatir di wajah cantiknya.
"Maaf, aku lagi-lagi membuatmu khawatir Lily," Balasku sambil memegang sekilas lengan Lily. Sebenarnya aku cukup senang karena ternyata Lily masih peduli padaku. Mau tak mau kehadiran Arlena memang membuatku sedikit waspada dan firasat burukku kian menguat.
Saat itulah aku melihat kelebatan Marisa yang berlari. Lily mengikuti arah pandangku dan tanpa aba-aba aku dan Lily segera mengejarnya. "Marisa!" Panggilku yang tak dihiraukan olehnya. Kami berada dibagian parkiran mobil, tak banyak orang yang lalu lalang karena mayoritas semua orang berada di lapangan bagian dalam dan acara belum usai. Tampaknya Marisa menuju mobilnya. Aku cukup bangga dengan kemampuanku yang bisa mengimbangi lari Lily.
Tepat ditikungan, aku dan Lily kehilangan jejak Marisa. "Gila cepet banget larinya," Lily berhenti dan menghela napasnya. Perasaan takut sontak menjalar ke tengkukku. Sebenarnya tak mengherankan jika Marisa sanggup berlari cepat, ia merupakan salah satu anggota terbaik klub atletik.
Belum sempat aku menjawab Lily, suara teriakan terdengar diliputi dengan retakan sesuatu yang menyakitkan. Lily menegang, ia dengan refleks menempatkan dirinya didepanku. Tapi aku tahu itu suara Marisa, sebuah mobil melintas cepat didepan kami seolah dengan sengaja ingin menabrak. Lily mendorongku keras dan kami terguling jatuh hingga tak sempat melihat plat nomornya. Yang kutahu itu adalah mobil sedan hitam. Tanpa berbasa-basi aku segera berdiri. Bersama Lily kami menghampiri Marisa. Ia tak sadarkan diri dengan darah dikepalanya.
Tapi yang membuatku lemas dan ingin pingsan adalah, kaki kanannya remuk karena terlindas mobil.
.
"Lo disini dulu Vin, gue telepon ambulance dan cari bantuan," Lily segera membuka ponselnya dan entah menelepon siapa. Aku masih mematung menatap temanku yang tadinya baik-baik saja. Marisa begitu pucat, ada noda darah di kepalanya. Tampaknya ia terjatuh dan terbentur. Sementara kakinya....
Mendekati Marisa, aku memegang tangannya. Kesedihan segera menyergapku, satu lagi korban hanya karena mengenalku. Aku mendengar suara-suara, alih-alih bantuan yang tadi dibicarakan oleh Lily, yang muncul malah beberapa geng mahasiswa yang akan pulang. Sepertinya acara telah selesai. Begitu banyak teriakan terkejut, tatapan penasaran, tak sedikit juga yang mengenali Marisa serta memberikan pandangan sinis padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEREAFTER
Romance[ROMANCE-FICTION] Beberapa surat ancaman terkutuk itu kembali menerorku Mengungkit masa lalu yang belum usai Menuntut dendam yang belum terbayarkan Memaksaku untuk menyelesaikan segalanya Membuatku kembali pada kehidupan lamaku, Pada akhirnya aku ha...