Dua hari pasca ulang tahun Laras, seperti dugaannya. Ulang tahunnya berlalu begitu saja tanpa perayaan mewah. Laras pun tak mengharapkannya karena doa dari orang tuanya dan ucapan selamat saja sudah cukup.
Di pagi hari yang baru menginjak pukul sepuluh, Laras bergegas keluar rumah dengan kotak makan kosong di tangannya. Mama memintanya untuk mengembalikannya ke rumah Kahill, kotak makan itu milik ibunya. Gadis itu berlalu melewati Tirta yang sibuk menyiram tanaman di hari yang mendung, lelaki itu memamggil dan membuat Laras menghentikan langkah.
"Mau kemana, Dek?" tanyanya.
"Mau ke rumah Kahill," jawab Laras sambil mengangkat kotak makan di tangannya ke udara.
Tirta hanya megangguk, sebelum Laras benar-benar pergi, Tirta kembali berujar, "selamat ya."
Laras mengerutkan dahi. "Selama buat apa? Ulang tahunku udah lewat dan kamu udah ngucapin kali, kak."
"Selamat untuk sesuatu yang lain," jawabnya semakin membuat Laras tak paham.
"Terserah kamu deh. Aku pergi dulu."
"Tunggu!"
"Apa lagi?"
"Jadinya kamu mau kado apa?"
"Udah aku bilang gak usah. Lagi gak kepengen apa-apa juga. Lain kali aja, kado bisa kapan aja."
"Gitu?"
"Iya. Aku pergi dulu."
Akhirnya, langkah yang sempat ditahan dua kali itu kembali bergerak menuju tujuannya. Pagi hari yang mendung menjadi cuaca yang pas untuk berjalan-jalan, angin berembus ringan menerpa tubuh Laras yang dibalut kaus hitam dan celana selutut dengan warna senada. Laras menyukai cuaca pagi itu, cuaca yang membuatnya terasa damai dan tenang.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah Kahill, pintu rumahnya terbuka begitu lebar tapi nampak begitu sepi. Ketika dia hendak mengetuk dan memanggil si empu rumah, Kahill keluar dengan setengah dari dalam rumahnya. Sambil memakai jaket dia berhenti sejenak di ambang pintu.
"Ada apa, Ras?"
"Ini, mau ngembaliin kotak makan."
"Oh, masuk aja. Ibu ada di dapur." Setelah itu Kahill meninggalkannya begitu saja tanpa merasa perlu untuk menjelaskan. Motor Kahill melaju meninggalkan pekarangan rumahnya, sementara Laras masih penasaran dengan apa yang membuat Kahill seburu-buru itu.
Laras mengendikkan bahu, berusaha membuang rasa penasarannya. Dia masuk ke dalam rumah Kahill yang terasa begitu sepi. Ruang tamunya kosong, dia melangkah dengan begitu ragu.
"Assalamualaikum, Bu Yuni."
Jawaban terdengar setelah Laras mengucap salam. "Waalaikumsalam, masuk aja. Saya di dapur."
Laras melangkah menuju dapur yang letaknya ada di bagian paling belakang rumah Kahill. Dia sedikit mengintip dari balik dinding, lalu matanya bertemu dengan mata ibu Kahill. Mereka berdua bertukar senyum sejenak, lalu Laras menghampirinya.
"Eh, Anak Cantik, tumben ke sini? mau ketemu Kahill? Barusan aja pamit pergi keluar."
"Enggak, Bu. Ini, disuruh mama balikin kotak malan yang dibawa pulang kemarin."
"Oh. Taruh aja di meja makan. Duduk dulu! Bu Yuni lagi buat brownies, cobain. Dikit lagi matang."
"Pesenan, bu?" tanya Laras karena setahunya, ibunya Kahill suka membuatkan brownies ketika ada tetangga yang meminta bantuan. Bu Yuni pintar memasak segala jenis makanan dan rasanya tak perlu diragukan lagi.
"Bukan. Iseng aja buat sendiri, menu baru rasa ubi ungu," jawabnya sambil sibuk mengambil piring dari rak.
"Awalnya aja iseng." Terdengar suara dari arah belakang, suara Ayla. Dia datang dari kamarnya. "Nanti dikasih ke tetangga, mereka suka terus pesen. Ujung-ujungnya mah jualan, Ras."
![](https://img.wattpad.com/cover/358582565-288-k88977.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be Friend's With You
KurzgeschichtenHidup ini penuh dengan misteri. Kita gak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. Dan aku rasa, marantau adalah salah satu misteri yang gak pernah aku duga. Misteri lainnya, tetangga yang lama menjadi asing denganku tiba-tiba akrab lagi denganku...